Makna dan Filosofi Ketupat yang Kerap Jadi Santapan saat Lebaran

Konten Media Partner
13 Mei 2021 13:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kulit ketupat yang dijual di Yogyakarta. Foto: Eva Mintarsih/Tugu Jogja.
zoom-in-whitePerbesar
Kulit ketupat yang dijual di Yogyakarta. Foto: Eva Mintarsih/Tugu Jogja.
ADVERTISEMENT
Momen lebaran atau idul fitri kerap diidentikkan dengan ketupat. Disantap dengan opor ayam dan sambal goreng jadi kuliner khas yang 'wajib' saat lebaran tiba.
ADVERTISEMENT
Ketupat konon diciptakan oleh Sunan Kalijaga, salah satu wali songo (sembilan ulama) masa Kerajaan Islam Demak. Masyarakat Jawa mempercayai bahwa ketupat memiliki filosofi dan makna tersendiri.
Kupat atau ketupat merupakan akronim dari 'Ngaku Lepat' yang berarti mengakui kesalahan. Bahan pembuat kulit ketupat adalah janur (daun kelapa), hal ini bermakna 'Jatining Nur' atau cahaya sejati, bahwa kehidupan ini adalah bertujuan mencapai Cahaya Sejati yang bersumber pada illahi Tuhan Yang Maha Esa.
Namun, ada pula yang menyebutkan kupat merupakan akronim dari 'Laku Papat' yang berarti ingin berbagi rejeki setelah sebulan berpuasa atau Luber-an. Selanjutnya, semua kesalahan akan dihapus dan kembali putih bersih atau Lebur-an.
Di Kota Yogyakarta sendiri, satu ikat kulit ketupat berisi 10 biji selongsong dihargai Rp 10 ribu. Meskipun demikian, peminat masyarakat akan kulit ketupat di tahun ini menurun dari pada biasanya.
ADVERTISEMENT
“Saya menyediakan sekitar 150 ikat selongsong ketupat juga membawa janur (daun pohon kelapa) sebagai cadangan bikin selongsong ketupat apabila persediaan telah menipis,” jelas Lasido pedagang selongsong ketupat dari Desa Lendah, Kabupaten Kulon Progo.