Pelajar Peserta Aksi #GejayanMemanggil Jilid 2 Soroti Pasal 278 RKUHP

Konten Media Partner
30 September 2019 18:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peserta aksi #GejayanMemanggil, Senin (30/9/2019). Foto: atx.
zoom-in-whitePerbesar
Peserta aksi #GejayanMemanggil, Senin (30/9/2019). Foto: atx.
ADVERTISEMENT
Ribuan massa mengikuti aksi Gejayan Memanggil jilid dua di Yogyakarta, Senin (30/9/2019). Tak hanya mahasiswa dan aktivis, aksi itu juga diikuti para pelajar SMA yang berasal dari Yogyakarta maupun dari luar Yogyakarta, seperti dari Klaten, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Aksi itu memprotes sejumlah rencana peraturan perundangan yang kontroversial. Mulai dari revisi UU KPK dan juga Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Tadi habis try out ujian langsung ke sini untuk ikut aksi," ujar Wahyu, seorang pelajar SMK di Klaten Jawa Tengah.
Wahyu menuturkan, ia dan sekitar sepuluh temannya berinisiatif bertolak ke Yogyakarta bergabung aksi itu. Para pelajar itu cemas, ketika melihat rancangan UU itu salah satunya mengancam mata pencaharian orang tua mereka yang tinggal di desa.
Terutama pasal 278 yang dalam RKUHP. Bagian ke tujuh pasal itu mengatur tentang Gangguan terhadap Tanah, Benih, Tanaman, dan Pekarangan.
Pasal tersebut berbunyi 'Setiap orang yang membiarkan unggas yang di ternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain dipidana dengan denda paling banyak Kategori II'.
ADVERTISEMENT
"Di pedesaan ayam diumbar sudah biasa dan dari dulu kebiasaannya seperti itu. Pekarangan di desa biasanya tanpa pagar dan ayam-ayam warga biasanya diumbar masuk pekarangan tetangga tak pernah ada masalah. Kok sekarang mau dipermasalahkan," ujar Wahyu.
Wahyu mengatakan di kampungnya, Klaten, hampir seluruh petani juga berprofesi sebagai peternak sebagai pekerjaan sambilan menanti sawah memasuki masa panen. Ayam-ayam kampung yang dibiarkan berkeliaran itu juga terbukti produktif karena berada di habitatnya.
"Sekali bertelur bisa sepuluh butir. Ada yang dijual ke pasar dan sebagian dikonsumsi sendiri," ujarnya.
Biasanya, ayam-ayam itu jika sudah besar di jual berdasarkan hari pasaran Jawa ke pasar untuk tambahan rezeki warga desa saat sawah belum panen. Wahyu tak mau jika kelak RKUHP disahkan DPR membawa bencana bagi orang tuanya dan juga warga lain yang memiliki ternak.
ADVERTISEMENT
"Itu aturannya mungkin cocok di kota saja, yang rumahnya dipagari semua. Di desa enggak cocok, karena banyak rumah tak diberi pagar dan unggas biasa cari makan ke pekarangan pekarangan," tutup Wahyu. (atx/adn)