Pemkab Sleman: Zonasi Jangan Ciptakan Kesenjangan Sekolah

Konten Media Partner
2 Oktober 2019 18:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Disdik Sleman, Sri Wantini, kepada awak media di sela pembekalan 25 sekolah yang mengadopsi Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di Kantor Disdik Sleman, Rabu (2/10/2019). Foto: atx.
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Disdik Sleman, Sri Wantini, kepada awak media di sela pembekalan 25 sekolah yang mengadopsi Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di Kantor Disdik Sleman, Rabu (2/10/2019). Foto: atx.
ADVERTISEMENT
Dinas Pendidikan (Disdik) Sleman mengantisipasi kebijakan zonasi khususnya terkait Penerapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) agar tak memicu kesenjangan antar sekolah.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, selama ini dalam masyarakat sudah terlanjur berlaku label sekolah favorit atau non favorit, unggulan atau non unggulan yang menyebabkan resistensi tersendiri bagi para orang tua saat hendak mengikuti sistem zonasi itu.
"Tantangan di era zonasi ini jelas, bagaimana sekarang kita menyiapkan agar semua sekolah itu menjadi bermutu," ujar Kepala Disdik Sleman, Sri Wantini, kepada awak media di sela pembekalan 25 sekolah yang mengadopsi Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) di Kantor Disdik Sleman, Rabu (2/10/2019).
Wantini menuturkan pemerintah Sleman tak mau sampai terjadi kesenjangan pembelajaran antara sekolah yang terlanjur mendapat label favorit dengan yang tidak. Sebab saat ini pihaknya mendorong labeling sekolah favorit dan non favorit itu dikesampingkan.
"Kita sebenarnya sudah merata kualitas sekolahnya. Walaupun memang di beberapa ada yang dianggap favorit seperti kalau Sleman utara di SMPN 4 Pakem, di barat ada SMPN 1 Godean, di timur ada SMPN 4 Depok. Tapi kan kita sudah membangun kemitraan antar sekolah untuk pembelajaran bersama, jadi tak ada kesenjangan lagi antar sekolah," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Wantini pun mengatakan Sleman merasa tak masalah mengadopsi sistem zonasi yang dijalankan pemerintah sembari membangun ekosistem sekolah pinggiran agar tak jomplang kualitasnya dengan sekolah non pinggiran. Salah satunya lewat gencarnya penerapan metode Gerakan Sekolah Menyenangkan.
Wantini, mengatakan pihaknya sengaja mengundang pengajar dan kepala sekolah dari 25 sekolah, dengan rincian 17 SD dan 8 SMP untuk mengikuti workshop metode gerakan sekolah menyenangkan itu.
"Masing-masing sekolah mengajukan Kepsek dan satu orang guru sebagai perwakilan dalam workshop ini," ujar Wantini.
Wantini menjelaskan workshop dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada sekolah-sekolah tentang implementasi GSM. Menurutnya, GSM merupakan salah satu strategi Disdik Sleman sebagai percepatan kualitas pendidikan.
"Sejumlah sekolah sebelumnya juga sudah menjadi rintisan GSM. Salah satunya SMPN 2 Sleman," kata Wantini.
ADVERTISEMENT
Pendiri GSM, Muhammad Nur Rizal mengatakan Workshop ini penting dilakukan. Sebab penerapan GSM tidak hanya membutuhkan dukungan Disdik Sleman, tetapi juga pihak sekolah.
Lewat workshop tersebut, guru-guru bisa menyuarakan kebutuhan akan kebijakan yang menjamin ekosistem pendidikan yang positif di Sleman.
"Nantinya GSM dan Disdik Sleman juga akan menandatangani kesepakatan sebagai bagian dari penerapan," kata Rizal.
Rizal menambahkan gerakan akar rumput pendidikan seperti ini merupakan model paling relevan di era industri 4.0. Kebijakan tidak lagi bermula dari pejabat pendidikan, namun dari suara para guru. Sudah waktunya guru menyuarakan kebutuhannya, baru kemudian kebijakan yang dibuat untuk mengakomodasi kemajuan mereka.
"Kolaborasi antara guru dan pemegang kebijakan ini layak dicontoh di berbagai daerah.”ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya GSM sebagai gerakan akar rumput di bidang pendidikan telah dan akan terus mengubah paradigma pendidikan. Dalam prosesnya, GSM berjuang untuk mengubah nalar standardisasi yang monoton, menjadi nalar personalized yang menghargai keunikan anak-anak. Hal ini hanya dapat dicapai dengan memberikan otonomi pada guru dalam proses mendidik.
“Dengan memberikan kebebasan bereksplorasi dan bereksperimen, tanpa takut dibatasi oleh kepentingan administrasi, guru-guru berpotensi menggali kapasitas unik dalam dirinya. (atx/adn)