Pentingnya Menjaga Nilai Leluhur Budaya di Era Digital

Konten Media Partner
11 Agustus 2020 10:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aris Eko Nugroho, Paniradya Pati DIY (tengah) bersama Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu, Penghageng Tepas Tandha Yekti (kanan), saat sesi Ngobrolin Jogja #4 bertopik Digitalisasi Pemerintah Daerah dan Kraton Yogyakarta, Selasa (11/8/2020). Foto: Len/Tugu Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Aris Eko Nugroho, Paniradya Pati DIY (tengah) bersama Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu, Penghageng Tepas Tandha Yekti (kanan), saat sesi Ngobrolin Jogja #4 bertopik Digitalisasi Pemerintah Daerah dan Kraton Yogyakarta, Selasa (11/8/2020). Foto: Len/Tugu Jogja
ADVERTISEMENT
Di era digital sekarang ini, masyarakat bisa dengan mudah mengakses berbagai informasi dari internet. Kehadiran teknologi menuntut banyak pihak untuk mampu mengikutinya agar tidak ketinggalan zaman.
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi juga perlu diikuti oleh Pemda DIY dan Keraton Yogyakarta. Aris Eko Nugroho, Paniradya Pati DIY, mengatakan bahwa mendigitalkan informasi di pemerintah bukan hanya sekadar mentransformasikan tulisan dalam bentuk digital saja. Tetapi juga memberikan informasi yang benar tanpa mengubah makna dari tulisan tersebut.
Belum lagi di Yogyakarta ini ada berbagai nilai kebudayaan yang dijaga. Digitalisasi tak boleh menghilangkan nilai-nilai tersebut.
“Nilai leluhur itu sudah ada, di objek kebudayaan ada bahasa, ada tradisi lisan, sampai sekarang jadi bagian yang; katanya, kata orang tua’. Sehingga nilai leluhur yang kemarin ada di kita tanpa sadar, bisa jadi bagian yang nanti mempengaruhi bagaimana nilai leluhur di Yogyakarta bisa jadi kehidupan sehari-hari,” jelas Aris Eko Nugroho, dalam sesi Ngobrolin Jogja #4 bertopik Digitalisasi Pemerintah Daerah dan Kraton Yogyakarta, Selasa (11/8/2020).
ADVERTISEMENT
Menurutnya, hal yang penting di era digital ini adalah membuka diri selebar-lebarnya. Pandemi COVID-19 kali ini memang menjadi yang pertama terjadi di Indonesia dan dunia. Namun, bukan berarti lantas menutup diri.
“Jangan kemudian menutup diri, yang paling penting belajar, harus jujur, pandemi COVID-19 ini nggak ada gurunya, kita belajar dari kita sendiri. Tapi jangan sampai mengatakan ‘dah lah yang paling bener ini’,” tegasnya.
Salah satu tantangan digitalisasi di kalangan pemerintahan menurutnya adalah ketersediaan SDM. Pasalnya, SDM di lingkup pemerintah akan digilir setiap satu tahun sekali. Kalaupun ada SDM yang memiliki performa baik, maka akan dipromosikan jabatannya. Hal ini membuat seseorang tidak bisa tinggal lama untuk memegang jabatan tertentu.
Di samping itu, pihaknya berharap ada feedback yang baik ketika pemerintah menyebarkan informasi kegiatan yang telah dilakukan atau capaian yang membanggakan. Pasalnya, tak sedikit warganet yang justru memberikan tanggapan negatif.
ADVERTISEMENT
“Kita sampaikan publikasi secara digital ini, harapannya kita dapat feedback, ke arah penyempurnaan. Ya kalau mengkritik monggo, tapi kami berharap kritik yang ada semacam saran Yang sudah nyacat itu banyak, tapi yang saya harapkan itu menawarkan solusi,” katanya.
Aris Eko Nugroho menyampaikan bahwa masyarakat bisa menyampaikan saran untuk perkembangan pemerintah lewat media sosial dengan cara yang baik. Ia pun mengajak masyarakat untuk bersama-sama menghadapi perkembangan teknologi.
Informasi selengkapnya klik di sini.
Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu, Penghageng Tepas Tandha Yekti, bercerita bahwa bukan hal yang mudah untuk mendigitalisasikan informasi soal budaya di Keraton Yogyakarta pada masyarakat umum.
Informasi selengkapnya klik di sini.
“Dulu banyak yang tanya, memposisikan teknologi musuh budaya, padahal enggak. 2009 saya punya ide keraton punya website lah, karena informasi soal keraton itu jarang di luar. Terbatas. Dulu banyak resistensi dari yang sepuh-sepuh, karena kalau keraton punya website itu derajatnya jadi turun. Karena jadi tidak misterius tidak eksklusif,” tuturnya, Senin (10/8/2020).
ADVERTISEMENT
GKR Hayu mengatakan bahwa sekarang ini terlihat ada gap masyarakat soal pengetahuan budaya Jawa. Banyak yang kurang memahami secara detail soal budaya Jawa. Ia pun menyinggung tak sedikit masyarakat yang sulit membedakan Batik Jogja dan Batik Solo.
Menurutnya, penting memberikan informasi soal kebudayaan pada masyarakat secara cuma-cuma melalui website ataupun media sosial. Berangkat dari sinilah, Keraton Yogyakarta akhirnya memiliki website dan akun media sosial resmi.
Tantangan tak berhenti sampai di situ. Ia harus mencari SDM yang mumpuni untuk mendigitalkan berbagai informasi di Keraton Yogyakarta. Alhasil Keraton Yogyakarta pun mempekerjakan orang non-abdi dalem yang cakap di bidang IT untuk mengelola informasi dari paper base menjadi computer base.
“Zaman sudah berubah, ya divisinya harus ada yang bisa atau diperbarui,” katanya.
ADVERTISEMENT
Di masa pandemi COVID-19 ini, GKR Hayu mengatakan ada banyak kegiatan di Keraton Yogyakarta yang tak dapat dilaksanakan. Meski demikian, bukan berarti Tepas Tandha Yekti libur tugas begitu saja.
“Tepas tandha yekti harus ada (dalam kondisi apapun), karena ini akan jadi sejarah gimana Keraton tetap eksis dan melaksanakan kegiatan di tengah pandemi COVID-19. Jadi kita ekstra, kemana-mana disangoni masker. Bawaan jadi lebih berat,” ceritanya.
GKR Hayu juga berpesan agar masyarakat menggunakan media sosial dengan baik, dengan tetap menjaga nilai budaya yang ada.