news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Perekonomian Indonesia Ibarat Orang Pakai Sarung

Konten Media Partner
5 Desember 2019 22:08 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tax gathering 'Outlook Ekonomi Indonesia 2020' di Yogyakarta, Kamis (5/12/2019). Foto: Birgita.
zoom-in-whitePerbesar
Tax gathering 'Outlook Ekonomi Indonesia 2020' di Yogyakarta, Kamis (5/12/2019). Foto: Birgita.
ADVERTISEMENT
Selama beberapa waktu terakhir Indonesia tengah menghadapi ketidakpastian terkait investasi dan juga perekonomian. Bahkan belanja dipengaruhi oleh orang yang dianggap memiliki modal atau berduit menahan diri untuk membelanjakan uang. Tak terkecuali dengan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Rupanya dampak tersebut mempengaruhi pada barang maupun hal yang dijual menjadi lebih sedikit. Hasilnya investasi Indonesia dinilai tak sehat dari segi investasi maupun penanaman modal asing maupun domestik.
Merespon hal tersebut, pemaparan mengenai perekonomian dirasa penting guna mengantisispasi aituasi ekonomi mendatang. Sebagai salah satu pengusaha pajak tentunya perlu menjadi perhatian.
"Supaya temen-temen pengusaha tidak ragu ragu tidak merasa takut tidak merasa ekonomi Indonesia jelek," pungkas Soekeno yang merupakan CEO Muncul Group di The Rich Jogja Hotel, Kamis (5/12/2019).
Soekeno, CEO Muncul Group saat memberikan materi di The Rich Jogja Hotel, Kamis (5/12/2019). Foto: Birgita.
"(Perekonomian) masih tumbuh tetapi tumbuhnya sangat rendah," tambah Akhmad Akbar Susamto, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Departemen Ilmu Ekonomi UGM, sekaligus sebagai tim Core Indonesia.
Masalah lain terkait dengan pengembangan pajak. Pemerintah sebetulnya punya keterbatasan yang pada tahap idealnya pemerintah memiliki belanja yang banyak.
ADVERTISEMENT
"Kalau pemerintah belanjanya banyak itu nanti menjadi stimulus. Karena kalau nanti belanjanya banyak, kalau yang laku banyak maka tenaga kerja yang dihasilkan banyak," ujar Akbar.
Akan tetapi yang perlu disayangkan ialah pemerintah Indonesia ingin belanja banyak namun anggaran tak cukup. Bahkan usulan untuk penambahan pajak dan yang dipajaki lebih banyak akan membuat perekonomian juga tak berjalan optimal.
Ia pun menganalogikan situasi tersebut ibarat orang yang memakai sarung.
"Ini situasinya seperti kalau kita pakai sarung kurang panjang. Sarung yang pendek itu. Kalau sarungnya diangkat ke atas, yang bawah kelihatan. Tapi kalau sarungnya diturunkan, yang atas kelihatan," ujarnya.
Penaikan dan penurunan pajak ini berdampak pada problematika baru yang mempengaruhi kedua pihak baik pemerintah maupun pengusaha. Di satu sisi pajak besar mempengaruhi pada jumlah belanja namun nantinya akan menyulitkan pengusaha.
ADVERTISEMENT
"Kalau pemerintah itu longgar soal pajak, udah deh pajaknya dikurangi aja semua, pemerintah nggak bisa belanja, nggak punya uang. Pajaknya dikencengkan supaya bisa belanja pengusahanya yang akan kena masalah, nggak jalan perekonomian. Jadi muter," pungkas dia.
Pemerintah di tahun 2020 sudah menganggarkan belanja sebesar Rp 2540 triliun. Dari belanja tersebut, yang bisa ditutup dengan pendapatan pemerintah itu hanya 2233 triliun. Ada selisih 300 lebih sedikit. 300 dari pembiayaan yang kita lebih akrab dengan hutang.
Pendapatan 2233 triliun didapatkan sebagian dari pajak yang disetorkan oleh masyarakat. Secara gambaran perekonomian di Indonensia, bisa dikatakan ada di batas tengah.
"Tidak jelek banget untuk dikatakan krisis tapi juga nggak bagus seperti yang kita harapkan kalau menggunakan indikator pertumbuhan ekonomi," ungkap Akbar.
ADVERTISEMENT