Konten Media Partner

Potret Masyarakat Jogja, Sekda DIY: Sehat, Bahagia, dan Miskin

2 November 2019 18:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana seminar Program Jogja Berwakaf di Bank Indonesia Sabtu (2/11). foto: Feva
zoom-in-whitePerbesar
Suasana seminar Program Jogja Berwakaf di Bank Indonesia Sabtu (2/11). foto: Feva
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kemiskinan di Jogja masih banyak mendapat sorotan. Sebetulnya ada banyak aspek atau indeks yang bisa menjadi tolak ukur sebuah daerah dikatakan sejahtera. 
ADVERTISEMENT
Sekertaris Daerah DIY, Arofah Noor Indriani mengungkap ada cukup banyak hal yang bisa menjadi penentu apakah daerah sejahtera. Jika ditarik pokok persoalannya, ada 3 indikator utama yakni kesehatan, kebahagiaan, dan ekonomi. 
Membedah satu persatu, Jogja sendiri menurut Arofah berada pada urutan kedua dalam segi pembangunan manusia. Berpindah ke persoalan lain, Arofah kemudian merinci komponen yang pertama yakni soal kesehatan. Menurutnya keshatan di Jogja, usia harapan hidup masih tertinggi di Indonesia. 
"Komponennya yang pertama dari sisi kesehatan. Usia harapan hidup kita tertinggi di Indonesia 74 tahun lebih hampir 75 tahun" ungkal Arofah di kantor Bank Indonesia dalam Seminar Program Jogja Berwakaf, Sabtu (2/11/2019). 
Masih di poin pertama Sekda DIY itu menyorot soal rata-rata pendidikan masyarakat DIY yang punya jenjang pendidikan yang baik. Yakni rata-rata di atas 9 tahum. 
ADVERTISEMENT
Beralih ke indeks berikutnya yakni soal indeks kebahagiaan. Arofah menyatakan bahwa masyarakat Jogja cenderung punya tingkat kebahagiaan yang tinggi. 
"Indeks kebahagiaan DIY nomor 2 juga di Indonesia. Artinya rata2 orang yang bertempat tinggal di Jogja memiliki indeks kebahagiaan yang tinggi" pungkasnya. 
Dirinci kembali bahwa tolak ukur bahagia ada banyak hal diantaranya keamanan dan kenyamanan hidup. Berdasarkan paparannya dalam sambutan pembuka, masyarakat Jogja betul-betul berada pada tingkat keamanan dan kenyamanan hidup yang baik. 
Arofah Noor Indriani saat menyampaikan sambutan saat acara Seminar Program Jogja Berwakaf, Sabtu (2/11). foto: Feva
Hal yang kemudian jadi pokok persoalan yakni terkait dengan indeks angka kemiskinan. Bisa dikatakan Jogja termasuk dalam versi daerah yang miskin menurut kategori BPS. Arofah mengaku prihatin dan ia menyorot soal salah satunya adalah indikator yang dicapai dari jumlah asupan gizi masyarakat  
ADVERTISEMENT
"Yang ketiga indeks angka kemiskinan ini yang prihatin. Indeks kita ini kemiskinan ini indikatornya dari BPS yang mana standarnya asupan 2100kkal perhari bagi manusia yang ada di Jogja. Nampaknya dengan indeks ini yang dibangun dari BPS pusat ini tanda petiknya merupakan anomali untuk DIY" ujarnya. 
Salah satu kebiasaan masyarakat jogja yang disorot oleh Arofah yakni terkait asupan kurang. Jumlahnya dibawah 2100kkal karena didapat dari dua kali makan saja. 
"Dengan asupan 2100kkal, ini orang jogja ya banyak prihatinnya. Dengan mengasup dua kali dahar tidak sampai 2100kkal ini sudah nrimo. Emang itu pengaruh budaya kita, prihatin kita" kata Arofah.
Hal itulah yang menempatkan Jogja pada posisi sebagai salah satu daerah yang dikatakan miskin versi BPS. Menurut Arofah lebiasaan masyarakat itu tidak ada dalam indikator. 
ADVERTISEMENT
"Itu yang tidak masuk dalam indikator BPS di Indonesia. Itu yang akan kita kaji memberikan masukan kepada BPS pusat terkait dengan indikator yang dipunyai oleh DIY dengan kearifan lokal yaitu budaya nrimo dan prihatin" kata dia. 
Arofah bahkan berani menarik kesimpulan bahwa gambaran atau potret masyarakat DIY saat ini bisa dikatakan sebagai masyarakat yang sehat, bahagia, namun miskin. 
"Jadi kalau ditarik garis benang merahnya masyarakat DIY ini secara umum adalah sehat, bahagia, dan miskin" ungkapnya dihadapan para peserta seminar. 
Terkait persoalan tersebut tak lantas ia menganjurkan masyarakat untuk berpasrah melainkan melakukan perubahan. Perubahan ini nantinya akan menjadikan masyarakat yang sehat, bahagia dan juga kaya. 
"Namun kedepannya kita tidak berserah diri. Kedepannya akan di rubah. Mari bersama-sama kita ubah agar masyarakat DIY bisa sehat, bahagia dan kaya secara bermartabat" katanya. 
ADVERTISEMENT
Menjelang penghunjung sambutannya, dia mengimbau kepada peserta seminar yang hadir dan diantaranya merupakan perwakilan dari badan atau korporasi tertentu untuk membantu masyarakat yang kurang mampu. 
"Itu adalah potret masyarakat. Sehingga bapak ibu nanti kerso (bisa) mana yang sekiranya nanti didongkrak dari sisi itu (bantuan). 
Terkait dengan seminar pada hari ini salah satu bahasan pentingnya adalah melakukan pemberdayaan melalui wakaf. Lalu disampaikan wakaf ini nantinya betul-betul akan diolah supaya tepat guna untuk pengembangan dan pemberdayaan. 
"Mari kita dukung kegiatan ini. Kecil-kecil tidak apa yang penting masif" pungkas Hilman Tisnawan selaku Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY. 
(Birgita/Feva)