Program Cakruk Pintar: Upaya Atasi Kecanduan Gadget pada Anak

Konten Media Partner
28 September 2021 14:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dosen UNISA bersama beberapa orang tua yang mengikuti Program Cakruk Pintar guna atasi kecanduan gadget pada anak. Foto: istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Dosen UNISA bersama beberapa orang tua yang mengikuti Program Cakruk Pintar guna atasi kecanduan gadget pada anak. Foto: istimewa
ADVERTISEMENT
Intensitas anak untuk memegang gadget semakin meningkat di tengah pandemi corona. Hal yang dikhawatirkan oleh orang tua adalah ketika anak kecanduan gadget. Melihat kekhawatiran ini, Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta menggandeng ibu-ibu untuk mencegah kecanduan gadget pada anak.
ADVERTISEMENT
Lewat Program ‘Cakruk Pintar’ dosen-dosen UNISA memberikan edukasi dan pelatihan tentang bahaya penggunaan gawai secara berebihan, deteksi gangguan kecanduan gadget, penguatan peran keluarga dalam mencegah dan mengatasi kecanduan gadget pada anak.
“Cakruk Pintar menjadi wadah belajar yang dapat diakses oleh setiap anak dari warga RT setempat yang telah dilengkapi dengan alat peraga edukasi yang sudah disiapkan untuk mendukung belajar dan bermain anak tanpa gawai,” ujar Mamnuah, salah seorang dosen UNISA.
Cakruk pintar juga menyediakan bacaan untuk mendukung literasi dan alat permainan edukatif. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan agar dapat menjadi masukan bagi para ibu dalam mengelola keluarga masing-masing menjadi keluarga yang sadar penggunaan gawai secara aman.
“Peserta pelatihan ini merasa sangat senang mendapatkan pelatihan tentang ketahanan keluarga mengelola kecanduan gadget pada anak di masa pandemic ini dan mereka merasa perlu untuk menyebarluaskan informasi mengenai pentingnya dan cara mengelola penggunaan gawai kepada masyarakat lain,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, penggunaan gawai pada anak perlu menjadi perhatian bagi orang tua. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyampaikan dalam publikasinya bahwa anak dibawah 2 tahun dilarang screen time yaitu sama sekali tidak diperbolehkan menatap layar gawai kecuali hanya untuk sesekali video call.
Penggunaan pada anak usia di atas 2 tahun juga harus dibatasi frekuensi penggunaan gawai agar tidak menyebabkan paparan pornografi dan pornoaksi, gangguan penglihatan, gangguan fokus, gangguan konsentrasi dan lain lain dikarenakan terlalu sering menatap layar gawai.
Namun pada kenyataannya masih banyak keluarga yang membiarkan terjadinya penyalahgunaan gawai, membiarkan atau malah dengan sengaja memberikan gawai kepada anak usia dini dengan alasan agar anak segera berhenti menangis dan bisa ditinggal oleh orang tua/pengasuh beraktivitas.
ADVERTISEMENT
Selama pandemi, selain belajar daring dari rumah, anak juga lebih sering berada di rumah, bertemu dengan anggota keluarga yang sama sepanjang hari, ada pembatasan interaksi mereka dengan teman sekolah mapun teman bermain di rumah karena pembatasan interaksi dan menjaga jarak dengan orang lain sehingga anak kerap merasa bosan di rumah dan merasa butuh hiburan.
Beberapa permasalahan kemudian muncul setelah beberapa bulan menjalani sekolah daring, orang tua banyak yang mengeluhkan bahwa sekolah daring dari rumah ini menyebabkan anak-anak mereka lebih banyak berinteraksi dengan gawai, orang tua lebih sulit dalam mengatur screen time anak, di luar jam belajar dan mengerjakan tugas anak juga sering kepergok sedang asyik berselancar di dunia maya, mengakses berbagai konten di sosial media, memainkan game online baik sendiri ataupun bersama dengan teman.
ADVERTISEMENT
“Orang tua dan masyarakat tentunya menjadi support system yang menjadi kunci tercapainya tujuan dari belajar daring dari rumah yang bermanfaat dengan meminimalkan risiko kecanduan gawai sebagai efek samping dari peningkatan paparan layar (screen time) gawai pada anak-anak usia sekolah,” ujarnya.