Solar Bersubsidi di Gunungkidul Langka

Konten Media Partner
17 Oktober 2021 16:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pengisian BBM. Foto: Pixabay/Skitterphoto
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengisian BBM. Foto: Pixabay/Skitterphoto
ADVERTISEMENT
Para pengusaha dan kru angkutan umum serta angkutan barang di Gunungkidul mengeluhkan semakin sulit mendapatkan solar bersubsidi (Bio solar). Dalam sebulan terakhir, pembelian mereka di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sudah dibatasi.
ADVERTISEMENT
Sebulan lalu, pembatasan pembelian oleh SPBU sudah diterapkan di mana masing-masing armada hanya diperkenankan membeli solar bersubsidi sebesar Rp 250.000 ribu. Namun dalam sebulan terakhir kini pembatasannya membuat pengusaha armada angkutan umum dan angkutan barang menjerit.
"Sekarang hanya boleh beli Rp 150.000 per armada. Ini gimana,"ujar salah seorang pengusaha angkutan barang asal Kalurahan Bejiharjo, Kapanewon Karangmojo, Rusmanto, Minggu (17/10/2021).
Rusmanto mengaku sudah mulai sulit mendapatkan solar bersubsidi sejak sebulan terakhir. Semua SPBU di Gunungkidul membatasi pembelian Bio Solar. Pembatasan pembelian solar bersubsidi tersebut tentu sangat menyusahkan pengusaha angkutan terutama angkutan barang seperti dirinya.
Karena waktu mereka terbuang untuk antri di SPBU. Di mana sekali jalan mereka hanya melakukan pengisian satu kali, namun saat ini bahkan harus berhenti di SPBU 3 kali. Padalah di satu sisi mereka dituntut untuk segera menyelesaikan pekerjaan agar klien tak terkendala.
ADVERTISEMENT
"Kalau antripun belum tentu mendapatkan jatah,"ujar dia.
Tak jarang karena tidak mendapatkan jatah maka mereka terpaksa tidak bisa meneruskan perjalanan hingga pasokan Bio Solar datang kembali. Karena ketika harus membeli solar non subsidi (Dexlite) harganya dua kali lipat. Hal ini tentu membuat repot para awak armada angkutan barang ataupun angkutan umum.
Hal senada juga disampaikan oleh sopir angkutan umum Jogja-Wonosari, Heri. Pria asal Banguntapan Bantul ini mengaku pembatasan solar bersubsidi ini tentu sangat mengganggu operasional mereka. Karena mereka tidak bisa beroperasi penuh. Biasanya, menjelang siang solar-solar bersubsidi sulit didapatkan di SPBU.
"Banyak yang kosong bio solarnya. Mau bagaimana lagi, ya berhenti narik,"ujar Heri.
Karena kepepet, kadangkala mereka terpaksa membeli solar nonsubsidi, Dexlite. Hal ini tentu membuat mereka merugi, karena harga Dexlite jauh lebih tinggi dibanding Bio Solar. Padahal tarif mereka kepada penumpang ataupun pelanggan masih tetap sama.
ADVERTISEMENT
"Kalau Bio Solar cuma Rp 5.150 perliter. Dexlite bisa dua kali lipat Rp 10.200 perliter. Dua kali lipat, kami dapat apa terusan,"keluhnya.
Salah satu pemilik dump truk, Sulistya mengaku beberapa minggu belakangan ini ada pembatasan pembelian bio solar untuk kendaraan. Setiap sopir truk hanya mendapatkan jatah Rp 150 ribu. Akibatnya, mereka tidak bisa lagi membeli solar sesuai kebutuhan semestinya.
"Ya sekarang harus dua kali isi. Sekarang harus antri pagi, sehingga proyek tidak tepat waktu karena pengiriman material tersendat,"ujar dia.
Kepala Seksi Distribusi Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Gunungkidul, Sigit Haryanta mengakui memang ada pengurangan kuota solar bersubsidi di Gunungkidul. Namun ia mengaku tidak mengetahui secara pasti pemicu pengurangan kuota Bio Solar tersebut.
ADVERTISEMENT
"Itu kebijakan dari pusat. Kami tidak mengetahuinya,"terangnya.(erl)