Supriyono Sebut Penggunaan Anggaran di Dinkes Perlu Diaudit

Konten Media Partner
24 Februari 2021 15:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota DPRD Bantul dari Partai Bulan Bintang (PBB), Supriyono, saat menyampaikan permintaan maaf. FOto: Erfanto/Tugu Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPRD Bantul dari Partai Bulan Bintang (PBB), Supriyono, saat menyampaikan permintaan maaf. FOto: Erfanto/Tugu Jogja
ADVERTISEMENT
Anggota DPRD Bantul dari Partai Bulan Bintang (PBB), Supriyono yang dihujat karena video ceramahnya di sebuah acara pernikahan berkomentar berkaitan dengan pemakaman pasien COVID-19 layaknya menguburkan anjing dan juga proyek Dinas Kesehatan akhirnya meminta maaf secara terbuka.
ADVERTISEMENT
Supriyono mengungkapkan jika video tersebut disebarluaskan oleh oknum tertentu hanya sepotong kecil saja. Karena jika video tersebut disebarluaskan secara utuh maka masyarakat akan memahami makna yang sebenarnya. Karena maksud dirinya berceramah seperti itu hanya ingin meningkatkan optimisme masyarakat di tengah pandemi COVID-19.
Dalam video tersebut ia sejatinya dirinya juga ingin mengingatkan masyarakat akan bahayanya COVID-19. Kendati berbahaya namun masyarakat diminta untuk tidak terlalu khawatir dengan COVID-19 asal patuh terhadap protokol kesehatan.
"Nah itu dipotong sedemikian rupa oleh oknum dan disebarkan," ujarnya saat dihubungi Tugu Jogja, Rabu (24/2/2021).
Jika kemudian dalam ceramah itu ia juga mengungkapkan proyek Dinas Kesehatan maka ia mengklaim hal tersebut sejatinya merupakan salah satu dari peran dirinya sebagai anggota DPRD Bantul. Di mana salah satu tugas anggota dewan adalah melakukan pengawasan ataupun audit penggunaan anggaran dari pemerintah termasuk dana COVID-19.
ADVERTISEMENT
Terlebih karena anggaran refocusing untuk penanganan COVID-19 di Bantul mencapai Rp 115 miliar. Karena menurut Supriyono, anggaran refokusing penanganan COVID-19 di wilayah Kabupaten Bantul itu jumlahnya paling besar dibanding dengan kabupaten/kota lainnya di DIY. Dengan anggaran sebesar itu, Supriyono mengaku heran mengapa penguburan jenazah pasien COVID-19 justru diserahkan ke Kalurahan.
"Kenapa diserahkan ke kalurahan, ke relawan. Padahal kan ada tanda tanya, siapakah penanggungjawab penguburan jenazah COVID-19 itu? Mestinya itu dibahas. Kemudian tupoksi FPRB itu seperti apa dan FPRB itu kan semestinya kepanjangan tangan dari BPBD, kemudian SKnya itu hanya dinas kemudian tidak ada pergub atau perbupnya. nah saya mau mengkritisi di mana wong itu kemudian dimanfaatkan oleh orang dinas untuk proyek, terus sik kon maju orang orang seperti itu. itu nanti kan rusak," papar Supri.
ADVERTISEMENT
"Memang harus ada audit penggunaan anggaran di Dinas Kesehatan," tegasnya.
Supriyono menandaskan yang ia kritisi adalah kebijakan pemerintah kabupaten Bantul dalam rangka penguburan jenazah pasien COVID-19. Di mana perlu dipertanyakan tanggungjawabnya sampai sejauh mana. kenapa tiba tiba diserahkan ke pemerintah Kalurahan.
Keheranannya itu muncul setelah penemuan studi kasus di Dusun Prokerten Kapanewonan Srandakan. Di mana ada seorang warga yang meninggal yaitu pegawai TU SMA Sanden yang bernama Jazimah. Saat itu jenazah tiba dari rumah sakit pukul 17.00 WIB. Saat ambulans datang dan dibuka ternyata jenazahnya tidak menggunakan peti.
Melihat hal tersebut, oleh masyarakat langsung dimasukan terus diruki oleh pihak kampung. Karena fenomena seperti itu, maka pihak kampung tidak tega karena perlakuan jenazah tanpa menggunakan peti ataupun selasarnya. Peristiwa itu terus dilaporkan kepada dirinya.
ADVERTISEMENT
Supri sendiri menyesalkan jenazah Jazimah diperlakukan seperti itu padahal almarhum meninggal bukan karena COVID-19. Mestinya karena bukan covid 19 maka seharusnya pengurusan jenazah diperlakukan layaknya penguburan biasa. Di mana disucikan, dikafani terus dimasukkan ke dalam peti sebelum akhirnya diserahkan ke keluarga.
Hal ini menyiratkan seolah-olah semua kematian itu lantas dianggap COVID-19. Di mana perlakuannya tidak seperti penguburan biasa. Ia sendiri merasa kasihan dengan kondisi tersebut apalagi karena diCovidkan maka perlakuannya lantas ia anggap menjijikkan sehingga tidak ada yang melayat.
"Kok semua itu dicovidkan, kasihan keluarganya. Fenomena itu lantas saya ceritakan di Kulonprogo agara tidak terjadi hal yanng serupa," terangnya.
Ia kembali menandaskan untuk penguburan jenazah pasien COVID-19 adalah pemerintah Kabupaten bukan pemerintah Kalurahan. karena yang memiliki anggaran adalah pemerintah Kabupaten. Dan tanggungjawab Kabupaten itu mestinya membentuk siapa yang bertanggungjawab penguburan COVID-19.
ADVERTISEMENT