Tahun Politik Akun Buzzer Menyerbu Media Sosial

Konten Media Partner
15 Mei 2018 21:51 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Peneliti Center for Digital Society (CfDs) Fisipol UGM Viyasa Rahyaputra mengingatkan banyak akun buzzer muncul jelang pilkada serentak 2018 dan pemilu 2019.
ADVERTISEMENT
Umumnya akun ini menanggapi soal berita politik dengan mengutip sumber berita yang tidak jelas. Oleh karena itu warganet diharapkan lebih peka dalam merespons akun semacam ini sehingga diperlukan sikap lebih bijak dalam menerima, memproses, mengolah serta membagikan infomasi ke media sosial.
Dalam penelitian CfDS terkait opini warganet terhadap revisi UU MD3 pada bulan Februari dan maret lalu, sebanyak 4605 tweets yang diketahui berkaitan dengan soal UU MD3. Namun dari jumlah tersebut sekitar 57 persen tweets tersebut diunggah oleh akun buzzer.
“Hanya 43 persen tweets yang betul-betul opini,” katanya, Selasa (15/5).
Pemilahan akun buzzer ini kata Viyasa dilakukan dengan melihat karateristik buzzes di twitter yang umumnya sumber identitas akunnya tidak jelas, lalu mengutip berita daring dari sumber yang dipertanyakan dan akun tersebut menangapi berita politik dari sumber yang tidak bisa dipercayakan kredibilitasnya.
ADVERTISEMENT
Selain isi konten dan identitas akun yang tidak jelas, fenomena buzzer juga bisa dilihat dari aktivitas tweets yang dilakukan akun tersebut dalam setiap harinya yang dianggap tidak biasa, “Aktivitas tweet satu bulan saja bisa 423 ribu tweets jauh melebihi aktivitas normal,” katanya.
Fenomena ini menurutnya digunakan untuk menggangu lalu lintas informasi sehingga informasi negatif lebih banyak bermunculan di kalangan warga net.
“Tujuannya untuk menggagu lalu lintas informasi,” katanya.
Meski demikian, kata Viyasa, untuk menggulangai fenomena akun semacam ini tidak mudah namun begitu warganet menurutnya lebih bisa mengolah informasi yang ada di media sosial untuk ditelaah lebih dalam sebelum mengunggah opini untuk menanggapi sebuah informasi.
Sehubungan dengan hasil penelitian mengenai sentimen opini warga net terhadap kemunculan UU MD3 pada bulan Februari dan Maret lalu, CfDS menemukan bahwa warganet twitter lebih banyak memberikan sentimen negatif terhadap isu UU MD3. “Sebanyak 69 % memberikan sentimen negatif, 29 % netral dan hanya 2 persen yag positif,” kata Lamia Putri Damayanti, peneliti CfDS lainnya. (arif wahyudi)
ADVERTISEMENT