news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Tak Hanya di Jogja, Tenaga Medis di Beberapa Daerah Juga Dapat Perlakuan Buruk

Konten Media Partner
8 April 2020 20:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
TTenaga medis merawat pasien positif Covid-19 dalam gerbong kereta cepat TGV di Stasiun Gare d Austerlitz, Paris, Prancis, Rabu (1/4). Foto:  Thomas Samson/Pool via REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
TTenaga medis merawat pasien positif Covid-19 dalam gerbong kereta cepat TGV di Stasiun Gare d Austerlitz, Paris, Prancis, Rabu (1/4). Foto: Thomas Samson/Pool via REUTERS
ADVERTISEMENT
Adanya wabah corona hingga membawa penolakan bagi tenaga medis bukanlah satu hal yang baru. Di beberapa daerah Indonesia penolakan tenaga medis cukup ramai diberitakan dan menimbulkan ketakutan tersendiri bagi petugas garda terdepan itu. Rupanya kejadian seperti ini tak hanya ada di Indonesia, ada sejumlah tenaga medis di beberapa negara yang juga mengalami hal serupa.
ADVERTISEMENT
Sebagian alasan seperti ketakutan masyarakat akan penularan seolah menjadi alasan untuk melakukan penolakan dan diskriminasi terhadap tim medis. Sebelumnya sebuah kasus di Jogja sendiri, seorang wanita bernama Bunga (bukan nama sebenarnya) mengaku mendapat penolakan. Wanita yang bekerja sebagai salah satu dokter di sebuah rumah sakit di daerah Sleman menceritakan pengalaman pahit yakni ditolak di beberapa tempat saat akan mencari tempat tinggal di lokasi dekat tempat kerja.
Temenku bantu cari ada kos-kosan di deket RS-ku. Aku chat dan macem-macem awalnya boleh, bisa tapi sorenya yang punya kos-kosan minta maaf kalau dia dapat WhatsApp dari dukuh setempat yang menyatakan bahwa tidak boleh menerima tamu baru,” ungkap Bunga saat menceritakan perjuangannya mendapat sebuah singgahan pada Kamis (2/4/2020).
ADVERTISEMENT
Pengawasan semakin ketat, masyarakat mulai kepo dengan orang baru mulai dari identitas asal, tempat kerja, hingga hal lainnya. Akhirnya menutup jati diri sebagai petugas garda terdepan yang menangani pasien COVID-19 jadi siasat melindungi diri dan menemukan tempat tinggal. Meski ia tahu di benaknya juga ada ketakutan-ketakutan jika nanti masyarakat akan tahu.
“Saya jadi ragu untuk memberitahu ke mereka bahwa saya tenaga medis, saya dokter, mau kerja di RS ini, yang mungkin akan merawat pasien COVID-19, stigma warga pasti beda,” katanya.
Ia mengaku pernah mendapat sebuah rumah untuk disinggahi dari temannya. Namun seorang petugas kompleks langsung menaruh curiga pada bunga. Ditanyainya tentang asal, surat sehat, hingga identitas lainnya.
“Karena saya bukan KTP DIY, ibaratnya mereka menolak saya tinggal di situ. Padahal selama ini tidak di sana, selama ini memang tinggal di kota ini (DIY). saya cuma mau pindah dari daerah sebelah ke sini. Tapi mereka tidak percaya, saya memutuskan untuk tidak tinggal di situ,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Setelah beberapa kali mengalami penolakan, beruntung ia dibantu oleh salah satu rekannya yang bersedia berbagi tempat tinggal, namun tetap terbesit ketakutan.
Di wilayah Indonesia lainnya kasus serupa juga cukup ramai di beritakan. Salah satunya ialah pengusiran yang dialami oleh perawat di RS Persahabatan, Jakarta Timur. Tepatnya bulan Maret lalu, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mengemukakan adanya kasus tersebut.
"Laporan ini kami terima pada Minggu (22/3) lalu. Tidak hanya perawat tapi juga dokter di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan," kata Ketua Umum PPNI Harif Fadhilah, Rabu (25/3).
Itu baru sebagian kasus penolakan yang terjadi di Indonesia. Kasus lain juga dialami tim medis di beberapa negara. Misalnya saja di India yang terbilang ekstrim.
ADVERTISEMENT
Sebuah video viral tersebar di dunia maya memperlihatkan tenaga medis mengalami aksi kekerasan. Dalam video yang diketahui ada di India itu memperlihatkan tenaga medis yang mengenakan alat pelindung diri (APD) dilempari batu oleh sejumlah massa.
Melansir dari BBC, seorang dokter bernama Zakiya Sayed yang ada dalam video itu mengungkap walau mengalami cedera namun hal itu tidak akan menghalanginya untuk bertugas.
"Kami sedang melakukan tugas rutin untuk memeriksa kasus-kasus suspect. Kami tidak mengira kami akan diserang," katanya kepada BBC.
"Saya tidak pernah melihat adegan seperti itu, menakutkan. Entah bagaimana kami bisa melarikan diri dari kejaran massa. Saya cedera namun tidak takut sama sekali," sambungnya.
Selsin itu aksi diskriminasi dan sentimen warga juga dilaporkan di New South Wales. Di mana para tenaga medis diminta tak mengenakan pakaian medisnya di luar rumah sakit untuk menghindari aksi serangan dari warga.
ADVERTISEMENT
Dalam pemberitaan di ABC, sejumlah tenaga medis disana melaporkan diludahi oleh sebagian orang. Selain itu perlakuan tidak mengenakkan juga dialami mereka yakni tidak mendapatkan pelayanan saat di supermarket maupun tempat pengisian bahan bakar.
Penolakan yang Tak Seharusnya Terjadi
Kasus-kasus tersebut amat disayangkan mengingat tenaga medis saat ini berjuang membantu orang-orang melewati pandemi corona. Namun meski mengalami berbagai hal tak menyenangkan, para tenaga medis itu tak mundur dan tetap berusaha memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.
Tak sedikit pemerintah hingga ikatan petugas kesehatan yang mengecam tindakan itu. Menteri Kesehatan New South Wales, Brad Hazzard mengecam perilaku yang tidak dapat ditolerir yang dialami oleh para petugas kesehatan karena pemikiran masyarakat bahwa mereka bisa membawa virus.
ADVERTISEMENT
"Itu bukan orang Australia, itu bukan cara orang Australia berperilaku," kata Hazzard seperti yang dikutip dari ABC, Senin (6/4/2020).
Di Yogyakarta sendiri Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X sudah membicarakan terkait kasus-kasus penolakan dan stigma warga. Menurutnya masyarakat tak perlu berprasangka negatif mengingat tenaga medis sudah pasti menjalankan protokol kesehatan yakni membersihkan diri usai merawat pasien.
"Pendapat saya tidak perlu prasangka seperti itu, hakikatnya dokter, nurse (perawat), atau tenaga medis lain setelah melayani rumah sakit biasanya sebelum sampai rumah pasti sudah bersih dari segala hal yang bersifat medis," katanya.
Bunga (bukan nama sebenarnya), dokter di Yogyakarta merasa amat menyesalkan bagaimana masyarakat kini memandang tenaga kesehatan. "Ini ibarat tentara disuruh perang, disuruh berdarah-darah dan mungkin akan akan tersakiti akan perlawanan dan ketika pulang akan diusir," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Harapannya tak muluk-muluk hanya dapat diterima di masyarakat dan bukan dikucilkan apalagi 'dibuang' saja sudah cukup. Menurutnya sudah selayaknya jika para petugas garda terdepan ini lebih dihargai mengingat perannya dalam misi kemanusiaan menyelamatkan nyawa.
"Kita seharusnya menjadi garda terdepan, kita kayaknya layak deh mendapatkan penghormatan bukan diusir seperti itu," harapnya.
--------------------------------------------
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!