Tingkat Literasi Pengaruhi Pemanfaatan Fintech

Konten Media Partner
19 Oktober 2019 23:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Asteria Diantika, Kepala Sub Bagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK DIY (kiri), saat sesi talkshow Festival Inovasi Jogja 2019 di Galeria Mall Yogyakarta, Sabtu (19/10/2019). Foto: Dionysius
zoom-in-whitePerbesar
Asteria Diantika, Kepala Sub Bagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK DIY (kiri), saat sesi talkshow Festival Inovasi Jogja 2019 di Galeria Mall Yogyakarta, Sabtu (19/10/2019). Foto: Dionysius
ADVERTISEMENT
Pada era sekarang, generasi milenial dihadapkan pada aneka kebutuhan. Mulai dari kebutuhan utama seperti untuk pendidikan serta biaya hidup sehari-hari, kemudian kebutuhan berinvestasi untuk masa depan, sampai kebutuhan yang hanya sekadar menuruti keinginan. Kebutuhan yang terakhir ini yang patut diwaspadai oleh para kawula muda.
ADVERTISEMENT
Jika tidak mampu mengendalikan hawa nafsu untuk kesenangan sesaat, kaum muda rawan jatuh ke masalah keuangan. Apalagi untuk kaum pelajar dan mahasiswa yang secara keuangan mayoritas masih bergantung kepada orang tua.
Salah satu fenomena yang muncul di era digital sekarang adalah pinjaman dalam jaringan (online). Pinjaman online dapat dikategorikan sebagai fintech (financial technology) yaitu digitalisasi sistem keuangan. Kita dapat dengan mudah menemukan mereka dengan mengunduh melalui aplikasi penyedia unduhan di telepon pintar kita.
Mereka menawarkan tawaran-tawaran yang sekilas menarik, tetapi perlu dipelajari lebih lanjut sebelum memutuskan meminjam uang. Padahal tidak sedikit generasi milenial memanfaatkan pinjaman daring ini hanya untuk sesuatu yang bersifat konsumtif.
"Ini yang patut menjadi perhatian. Fintech seperti pinjaman daring lebih cocok bagi keperluan yang bersifat produktif, seperti untuk usaha. Jangan untuk keinginan yang bersifat konsumtif," tutur Asteria Diantika, Kepala Sub Bagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK DIY, saat sesi talkshow Festival Inovasi Jogja 2019 di Galeria Mall Yogyakarta, Sabtu (19/10/2019).
Ilustrasi fintech. Foto: Kumparan
Menurut Tika, sapaan akrabnya, kurang tepat bagi generasi milenial, terutama yang belum berpenghasilan tetap, memanfaatkan teknologi ini. Menabung agar memegang uang saku di masa mendatang masih menjadi jalan terbaik. Jika memang ingin meminjam uang, dapat ke bank yang lebih jelas prosedur dan besaran bunganya. Berbeda dengan pinjaman online.
ADVERTISEMENT
"Mereka cenderung menawarkan banyak janji manis di muka. Semisal dengan iming-iming uang langsung cair tanpa menunjukkan identitas seperti KTP. Hati-hati juga dengan besaran bunganya yang tinggi. Tertulis 0,8%, ternyata bunga perjam. Sangat tinggi," imbuh Tika.
Belum lagi lebih banyak fintech yang ilegal ketimbang yang berizin dan terdaftar. Saat ini di laman resmi OJK, terdapat 127 fintech yang mempunyai izin dan terdaftar. Sementara itu OJK telah menutup 1000 fintech ilegal. Namun di era digital ini, fintech-fintech yang telah ditutup itu mempunyai cara mudah untuk kembali, yaitu dengan mengubah nama.
Terkait pemanfaatan digitalisasi sistem keuangan, Tika mengaitkannya dengan tingkat literasi di Indonesia.
"Tingkat literasi kita masih cukup rendah. Sementara itu tingkat inklusi pada produk-produk keuangan mencapai 67%. Artinya masyarakat sebagian besar sudah memanfaatkan, tetapi kurang paham tentang apa yang ia pakai. Semisal prosedur pemakaiannya seperti apa, untung rugi, serta bahayanya," ujarnya. (Dionysius)
ADVERTISEMENT