news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Trah Sultan HB II Minta Inggris Kembalikan Rampasan Emas 57.000 Ton

Konten Media Partner
26 Juli 2020 8:16 WIB
Ilustrasi emas. Foto: shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi emas. Foto: shutterstock
ADVERTISEMENT
Keturunan Sri Sultan Hamengku Buwono II menuntut melalui pemerintah agar Inggris mengembalikan rampasan harta. Aset yang dimaksud tersebut merupakan harta yang dijarah oleh pemerintahan Inggris pada tahun 1812. Penjarahan materi tersebut berlangsung dalam satu periode yang dikenal dengan peristiwa Geger Sepehi.
ADVERTISEMENT
"Kami mengharapkan harta dan benda bersejarah yang dijarah tentara Inggris pada Perang Sepehi tahun 1812 untuk dikembalikan. Barang-barang tersebut merupakan salah satu bagian dari milik Keraton Yogyakarta di masa Raja Sri Sultan Hamengkubuwono II," kata Fajar Bagoes Poetranto selaku Sekretaris Pengusul Pahlawan Nasional HB II dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (25/7/2020).
Dia menyebutkan bahwa jumlah total jarahan pemerintah Inggris dari informasi yang dia terima yakni 57.000 ton emas. “Kami meminta agar emas tersebut dikembalikan kepada pihak Keraton atau para keturunan dari Sinuwun Sri Sultan Hamengkubuwono II,” tegasnya.
Mengutip dari laman resmi Kraton Jogja, dahulu kerajaan memang pernah mengalami masa penjarahan oleh perintah Inggris. Dampak sari gelombang revolusi industri yang terjadi antara 1802 hingga 1812 dirasakan di banyak daerah berupa perang berkecamuk. Salah satunya di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya di pada 4 Agustus 1811, tentara Inggris menyerbu Batavia dan berakhir Jawa jatuh ke tangan Inggris. Di bawah kepemimpinan Raffles rupanya tak juga jauh berbeda dengan masa ketika pendudukan Belanda di bawah Daendels. Sultan Hamengku Buwono II yang kala itu memimpin Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat tak setuju dengan kebijakan Raffles.
Rentetan perang terjadi antara Juni 1811 hingga puncaknya pada 20 Juni 1812. Tentara Inggris bahkan menembakkan meriam ke arah keraton Yogyakarta.
"Dini hari tanggal 20 Juni 1812, meriam-meriam Inggris kembali menyalak. Serangan meriam ini mengarah ke Alun-alun Utara, tepat ke arah pintu masuk keraton. Serangan besar-besaran kemudian menyusul pada pukul 5 pagi," seperti dikutip dari laman Kraton Jogja.
Dari penyerangan itulah Inggris mencari titik lemah Keraton Yogyakarta dan berhasil menguasai benteng. Sultan akhirnya tunduk dan di masa itulah penjarahan materi dilakukan Inggris. Rupanya tak hanya materi, sejumlah manuskrip juga dirampas mereka.
ADVERTISEMENT
"Ribuan naskah dari perpustakaan keraton dijarah. Raffles kemudian memanfaatkan pengetahuan dan wawasan Pangeran Natakusuma di bidang sastra untuk memilah dan menginventarisasi naskah naskah tersebut sebelum dibawa ke Inggris," tulis laman itu.
Sebagai balas jasa atas hal tersebut, Pangeran Natakusuma akhirnya diberikan wilayah tanah dengan luasan 4.000 cacah di wilayah Yogyakarta. Dari situlah kemudian ia memperoleh gelar Pangeran Pakualam I dengan wilayah dinamakan Pakualaman.
Tak lama berselang, Inggris semakin menjadi hingga akhirnya terjadilah sebuah perjanjian yang merugikan baik bagi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta. Dampaknya, justru memicu Perang Jawa (1825-1830) lantaran ketidak puasan rakyat atas kebijakan.