Ancaman Tak Naik Kelas karena Telat Ambil Rapor Diklaim Hanya Gertakan

Konten Media Partner
18 Juni 2019 19:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
 Ilustrasi anak sekolah.  Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak sekolah. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
TUGUMALANG.ID- Mencuatnya surat edaran bernada ancaman tidak naik kelas jika telat mengambil rapor memang meresahkan. Namun, ada banyak cerita di balik surat yang dikeluarkan SDN Kepanjen 7 untuk wali murid tersebut.
ADVERTISEMENT
Cerita tersebut diungkapkan Saiful Bakhri, pengawas SD Korwil Dinas Pendidikan Kecamatan Kepanjen. Saat ditemui di rumahnya, Selasa (18/6), Saiful menceritakan surat edaran itu mulai ramai diperbincangkan sejak Senin (17/6).
Dia pertama kali mendapatkan foto surat tersebut dari Kepala Korwil Diknas. Setelah itu langsung dilakukan pemanggilan kepada Kepala SDN Kepanjen 7. Sebab dalam surat ada kejanggalan karena tidak biasanya ada surat edaran seperti itu.
"Senin pagi dapat, siangnya langsung dipanggil. Kami konfirmasi kebenarannya, termasuk menanyakan alasannya," katanya.
Surat yang tersebar di media sosial tentang ancaman tidak naik kelas jika tidak mengambil rapor tepat waktu. Surat ini kemudian direvisi oleh pihak sekolah. Foto dokumen.
Dalam penuturannya, Kepala SDN Kepanjen 7 membuat surat edaran tersebut untuk menertibkan wali murid agar saat penyerahan rapor bisa hadir secara langsung. Hal ini dilakukan karena ada beberapa kejadian wali murid tidak mengambil rapor. Namun, meski wali murid tidak mengambil rapor, biasanya siswa di sekolah tersebut langsung masuk ketika ajaran baru.
ADVERTISEMENT
"Niatnya cuma menertibkan saja, biar wali murid takut dan akhirnya datang. Cuma bahasanya yang kurang tepat seperti mengancam," jelasnya.
Untuk itu pihaknya langsung melakukan pendampingan dan merevisi surat tersebut. Selain masalah ancaman tidak naik kelas, poin lainnya terkait iuran bulanan. Memang tidak diperbolehkan SD melakukan pungutan, namun Kepala SDN Kepanjen 7 mengaku iuran itu sudah berjalan. Tujuannya untuk membantu guru tidak tetap (GTT), sebab dana BOS tidak mencukupi.
"Inisiatif ya bagus karena niatnya membantu. Cuma jadi kurang pas," terangnya.
Memang masalah GTT hingga saat ini belum menemui titik temu, terlebih untuk urusan kesejahteraan. Akibat masalah ini, sekolah kerap mencari cara lain untuk membantu operasional GTT.
"Ya, hampir semua sekolah merasakan keadaan yang sama. Masak GTT cuma gajian Rp 200 ribu, tapi kalau seperti ini kan jadi kasihan," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu pihaknya tetap memberi teguran dan arahan, sebab cara yang diambil melalui surat edaran juga kurang pas. Bisa menimbulkan keresahan nantinya di masyarakat. "Kejadian ini menjadi pelajaran bersama. Yang jelas ke depan jangan sampai terjadi yang seperti ini," tutupnya.
Reporter : Hafis Iqbal
Editor : Irham Thoriq