Aremania Cilik Ini Gambar Dirinya Hitam Separuh sebelum Gugur di Kanjuruhan

Konten Media Partner
6 Oktober 2022 13:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lukisan terakhir Anggara Putra Pratama sehari sebelum tragedi Kanjuruhan. Foto/Irham Thoriq
zoom-in-whitePerbesar
Lukisan terakhir Anggara Putra Pratama sehari sebelum tragedi Kanjuruhan. Foto/Irham Thoriq
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
MALANG – Umumnya menjadi Aremania dimulai ketika remaja. Lalu, ketagihan sampai dewasa. Tapi, tidak dengan Anggara Putra Pratama. Bocah 13 tahun itu sudah Aremania sejak kecil. Dia meninggal dunia saat baru pertama kali menonton Arema FC. Berikut ceritanya yang menyayat hati.
ADVERTISEMENT
Ibu Anggara, Sholehatun Romla, 33 tahun, awalnya melarang anaknya untuk menonton Arema FC melawan Persebaya, Sabtu (1/10/2022). Dia khawatir karena laga itu adalah laga besar dan digelar pada malam hari.
Tapi, Romla tidak bisa lagi melarangnya, terlebih saat Angga bilang bahwa dia menabung selama sekitar 15 hari untuk bisa memberi tiket. “Saat dilarang, anaknya juga marah-marah, karena katanya sudah menabung,” kata Romla saat ditemui di rumah duka di Desa Blayu 2, RT 31 RW 09, Wajak, Kabupaten Malang, Rabu sore (5/10/2022).
Foto Anggara Putra Pratama semasa hidup. Foto/Irham Thoriq
Romla mengatakan kalau Angga menabung dari hasil uang jajan di sekolahnya. Dia menabung sekitar Rp5 ribu setiap harinya. Uang tabungan itu lalu dibelikan tiket ekonomi seharga Rp65 ribu.
“Lalu ada uang sisa dua puluh ribu, saya tambahi sepuluh ribu buat uang saku ke stadion, jadi dia bawa uang saku tiga puluh ribu ke Stadion,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Angga menonton Arema FC bersama tiga orang temannya yang lain dari desa tersebut. Mereka berangkat bersama-sama. Empat orang tersebut adalah teman ngaji di kampung. “Angga baru pertama kali ini nonton Arema FC di Stadion, diajak teman-teman mengajinya,” katanya.
Selain Angga, yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan ini adalah M Ali Mukhtar,17 tahun. “Dua temannya yang lain itu yang menjaga jenazah Angga dan Ali di RS Wafa Husada,” katanya.
Saat kejadian, Romla mengaku tidak punya firasat apapun. Waktu itu, dia sudah tidur sebelum tragedi itu terjadi. “Jam tiga pagi saya dan suami dibangunan guru ngajinya, disebutkan kalau Angga sudah wafat,” katanya.
Suasana duka rumah Anggara Putra Pratama di Wajak, Kabupaten Malang, rabu sore (5/10/2022). Foto/Irham Thoriq
Sehari sebelum kejadian, Angga melakukan aktivitas yang tidak biasa. Dia melukis dengan pensil gambar dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Dalam lukisan itu, separuh badannya dibuat hitam. Mungkin ini pertanda. “Dan, jenazah dia seperti lukisannya itu, separuh badannya hitam saat ditemukan,” katanya.
Angga juga yang menaruh lukisan itu ke dalam pigura. Karena tidak punya pigura lain, maka yang dipakai yang berisi foto ayahnya. Karya ini adalah karya terakhir Angga dan juga menjadi kenang-kenangan bagi Romla beserta keluarga.
Angga adalah pribadi yang rajin dan pendiam. “Dia ingin menjadi orang baik ke depannya, ingin menjadi santri,” kata Zuliati, 51, tante Anggara.
Zuliati menyebutkan bahwa kepergian Anggara yang merupakan anak pertama merupakan pukulan yang luar biasa bagi Romla dan suaminya Imam Syafi’i, 38 tahun. “Ibunya pingsan terus, bahkan saat jenazah diberangkatkan, masih pingsan,” kata Zuliati.
ADVERTISEMENT