BRI Berencana Akuisisi Pegadaian dan PNM, Pesantren Jombang Beri Komentar

Konten Media Partner
16 Januari 2021 17:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
KH Mustain Hasan SH MHum (tengah). Foto diambil sebelum pandemi COVID-19. Foto: dok
zoom-in-whitePerbesar
KH Mustain Hasan SH MHum (tengah). Foto diambil sebelum pandemi COVID-19. Foto: dok
ADVERTISEMENT
JOMBANG - Rencana Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menggabungkan 3 BUMN yang akan difokuskan pada sektor UMKM dan Ultra Mikro dengan cara PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) melakukan akuisisi atas PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM), mendapat tanggapan dari KH Mustain Hasan SH MHum.
ADVERTISEMENT
Pengasuh Ponpes Darul Ulum Kepuhdoko, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang ini, memberikan pendapat yang berbeda. Dia melihat, akusisi tersebut justru akan merugikan masyarakat kalangan bawah. Pasalnya, sistem perbankan cukup menyulitkan dan memiliki bunga yang terlampau tinggi.
"Secara tidak langsung, dengan diakuisisinya Pegadaian oleh perbankan, maka akan menyuburkan praktek rentenir yang selama ini menjamur di pasar tradisional dan akan sangat merugikan pelaku usaha kecil dan mikro," ungkapnya, pada Jumat (15/01/2021).
KH Mustain Hasan SH MHum. Foto: dok
Dalam hukum Islam, dia menyebutkan jika Rasulullah pernah menggadaikan pakaian perangnya. "Dulu nabi juga pernah menggadaikan baju perangnya. Itu berarti tidak ada yang salah dari sistem pegadaian," beber Kyai yang memiliki lebih dari 3 ribu santri ini.
Dan secara hukum, lanjut dia, Pegadaian sejak dulu sudah memiliki badan hukum yang jelas. Bahkan, sejak zaman penjajahan Belanda, Pegadaian sudah ada saat VOC mendirikan Bank Van Leening yaitu lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai yang didirikan di Batavia, 20 Agustus 1746.
ADVERTISEMENT
"Setelah itu masuk Inggris pada tahun 1811-1816 membubarkan itu, dan masyarakat diberi keleluasaan untuk mendirikan usaha pegadaian sendiri asal punya lisensi dari pemerintah setempat," tuturnya.
Lalu, lanjut dia, ketika Belanda kembali berkuasa, mereka mengesahkan Staatblad (Stbl) No 131, pada 12 Maret 1901 dan mendirikan pegadaian pertama di Sukabumi, Jawa Barat. Selanjutnya setiap 1 April, diperingati sebagai ulang tahun pegadaian.
Dan saat Indonesia merdeka, peran pegadaian tetap dipertahankan dengan pendirian Perusahaan Negara (PN) pada tanggal 1 Januari 1961. Kemudian berdasarkan PP Nomor 7/1969 berubah menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan) serta berdasarkan PP Nomor 10/1990 yang diperbarui PP Nomor 103/2000 yang telah resmi menjadi Perusahaan Umum (Perum) hingga saat ini.
Belum lagi, dia melanjutkan, pada tahun 2013 pegadaian pernah menjadi juara dalam pembiayaan mikro dan kecil berbasis gadai dan fiducia bagi masyarakat menengah ke bawah.
ADVERTISEMENT
"Maka dari itu saya sebagai pengasuh pesantren juga tidak memberatkan santri yang belajar disini. Banyak dari santri bahkan yang gratis tanpa dipungut biaya apa pun untuk bisa belajar di sini. Wali santri juga banyak yang menggunakan jasa pegadaian, saya jadi berpikir apa jadinya jika pegadaian diakuisisi oleh Bank," ucap pria yang juga Dosen Hukum di salah satu Universitas di Jombang ini.
Terakhir, dia menyarankan agar tiap-tiap lembaga ini bisa memberikan pelayanan yang lebih baik dan lebih mudah untuk kesejahteraan masyarakat sesuai peran dan fungsi mereka masing-masing.
"Lebih baik bank mengurusi masyarakat menengah ke atas dan Pegadaian mengurusi masyarakat ke bawah. Toh sinergi antar BUMN tersebut tetap bisa dilakukan meski tanpa harus melalui jalan akuisi," pungkasnya.(ads)
ADVERTISEMENT