CEO Paragon Bilang Inovasi Diperlukan Bagi Ekosistem Pendidikan Indonesia

Konten Media Partner
27 Juli 2021 22:23 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
CEO PT Paragon Technology and Innovation, Salman Subakat, saat memberikan materi dalam Fellowship Jurnalisme Pendidikan Batch 2 yang digagas oleh Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP).
zoom-in-whitePerbesar
CEO PT Paragon Technology and Innovation, Salman Subakat, saat memberikan materi dalam Fellowship Jurnalisme Pendidikan Batch 2 yang digagas oleh Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP).
ADVERTISEMENT
MALANG - Indonesia masih berjuang untuk mengembangkan dunia pendidikan menjadi lebih efektif relevan dengan kondisi masyarakat saat ini. Oleh karena itu, ekosistem pendidikan sangatlah penting untuk mencapai level tersebut dan inovasi sangat diperlukan untuk membentuk ekosistem pendidikan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Dalam perusahaan besar, semua elemen haris bergerak menjadi sebuah ekosistem. Karena inovasi ini adalah guru, karena inovasi ini buka solo genius tapi kolektif jenius," terang CEO PT Paragon Technology and Innovation, Salman Subakat, saat memberikan materi dalam Fellowship Jurnalisme Pendidikan Batch 2 yang digagas oleh Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP).
"Memang inovasi dan enterpreunership itu dekat. Entrepreneurship itu berangkat dari keresahan, pingin merubah ekosistem, memikirkan Indonesia 10 tahun bahkan sampai 100 tahun kedepan, lalu gak seneng frontline dan gak seneng birokrasi. Makanya saya seneng ketemu jurnalis karena jurnalis itu garda terdepan," sambungnya.
Ia mencontohkan bahwa industri media adalah industri yang sangat lekat dengan yang namanya inovasi.
"karena gak ada industri yang lebih gila dan inovatif dari media, karena beritanya telat sehari maka selesai. Karena gak ada yang lebih mati daripada koran kemarin," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi, definisi inovasi inovasi adalah sesuatu yang baru dan berguna. Sehingga maksudnya kesadaran yang baru, ketemu hal-hal baru, kemudian ada yang menemukan dan ada yang melakukan komersialisasi," sambungnya.
CEO Paragon, Salman Subakat bersama para pembicara lainnya.
Ia juga mencontohkan bahwa GWPP adalah salah satu inovasi yang sangat mampu dikembangkan kedepannya.
"Contoh inovasi juga GWPP, tapi berkembang jadi apa nih? Apakah nanti yayasan GWPP ini jadi semacam social impack agency atau jadi melting pot. Tempat dan fasilitas sidah tersedia, yang paling mahal di inovasi ide dan orangnya juga udah ada. Jadi, ini masih bisa bergerak terus nih, ikut leader fest atau ikut partnership yang lain. Makanya saya selaku berpikir di GWPP ini menjadi salah satu elemen aja," bebernya.
ADVERTISEMENT
Lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengatakan bahwa inovasi juga merupakan sebuah kultur, dimana diskusi yang dilakukan tidak satu arah. Kemudian diskusi tersebut terus menerus diulang-ulang, kemudian muncul perasaan saling percaya.
"Kemudian inovasi juga memakan waktu yang lama, kalau gak lama bukan inovasi namanya. Inovasi bahkan datang ketika orang gak butuh, jadi seolah-olah kita menulis sesuatu yang baru akan populer 2-3 tahun lagi. Tapi karena kita lakukan lebih awal, maka yang harusnya 3 tahun lagi maka 1 tahun aja sudah ngetrend," tandasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa jika terkait inovasi bisa belajar dari Steve Jobs yang mengatakan innovation is the ability to see change as and opportunity, not a thread. Kemudian juga innovation distinguishes betwen a leader and a follower.
ADVERTISEMENT
"Inovasi kan dimana ada kesulitan, maka di situ ada kesempatan, ternyata itu juga perubahan yang sangat lama di China," paparnya.
Ia juga mengatakan bahwa bangsa Indonesia memiliki aset yang luar biasa melimpah, tapi aset ini baru bisa hidup kalau terjadi komunikasi atau human connectiion. Kemudian juga harus ada disiplin dan harus ada karya.
"Aset itu apa? Misalnya, 450 kabupaten/kota di Indonesia beda-beda, habis itu setiap tempat itu ada ekosistem ada pengusaha sukses, kemudian ada juga pengusaha gak berhasil masalahnya apa. Ada juga artikel, ada media, dapam media ini ada informasi terkait daerah tersebut tersusun rapi, tapi media itu oalau gak ada yang baca kan gak bisa, jadi media ini harus dongengkan untuk mencapai mimpi yang lebih besar. Ini sebetulnya yang hisa kita lihat di sini bahwa untuk berinovasi diperlukan kemampuan yang berbeda, jadi memicu diskusi, perlu ability semua pihak, bisa tetap berjalan walau berbeda-beda, kemudian bisa sepakat," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Salman juga mengungkapkan waktu yang dibutuhkan agar ekosistem itu bisa terbentuk.
"Untuk penulisan suatu topik memungkinkan dibutuhkan satu tahun setengah, kalau untuk bisnis model media baru mungkin tiga tahun. Paragon sendiri membuat lab research gak bisa hanya sepuluh tahun karena ada basic-basic risearchnya dulu nih mulai dari infrastruktur, hubungan, dan lainnya. Jadi memang lama, apalagi kalau bibit-bibit itu setahu saya 20 tahun lebih," ungkapnya.
"Tapi, kalau membangun (ekosistem) pabrik itu 2 tahun menurut saya, karena sifatnya menginstal. Contohnya pabrik handphone itu 3-4 tahun kalau kita lihat dari industri. Kadang lebih lama dari yang kita bayangkan, tapi juga hisa sebentar. Misalnya ada pabrik yang ingin membangun di Indonesia, etos kerja masyarakat kita yang akan jadi game changernya," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Ia juga mengatakan bahwa patokan terbentuknya ekosistem di dunia pendidikan adalah dari sisi emosional secara psikologis. Salman mencontohkan terciptanya diskusi yang enak atau akrab hingga suasana intens.
"Kadang-kadang yang psikologis ini abstrak ya, gimana sih culture itu terbentuk, kalau kampus itu kalau diskusi bisa keterusan atau bisa keasikan. Jadi, passion ketemu passion, ini yang agak susah, kita punya accept tapi seberapa bagus koneksinya, seberapa bagus gayung bersambutnya di medsos," katanya.
Dikala Pandemi COVID-19, membangun sesuatu yang fisik atau infrastruktur adalah sesuatu yang sulit. Membangun laboratorium sampai mempersiapkan manufacturing memerlukan kehadiran fisik dipastikan akan tersendat. Jadi, yang membutuhkan kehadiran fisik dipastikan akan tertunda, tapi yang berbasis digital justru bisa berakselerasi.
"Jadi justru seputar optimalisasi digital bisa tumbuh 2-3 kali lebih cepat, tapi jangan lupakan yang dibutuhkan saat pandemi berakhir seperti bikin pabrik baru sampaikan pariwisata. Dari situ lintas sektor harus bekerja sama, karena ternyata ada yang terdampak dan ada yang tidak tersampak. Terutama yang siap harus mengajari yang belum siap. Contohnya kampus-kampus di Bandung itu belajar ke Telkom, jadi Telkom mengajarkan bagaimana pembelajaran via online," tukasnya.
Direktur GWPP sekaligus Pimpinan Redaksi Tugu Jatim, Nurcholis MA Basyari,
Lebih lanjut, Direktur GWPP sekaligus Pimpinan Redaksi Tugu Jatim, Nurcholis MA Basyari, mengatakan salah satu contoh orang inovatif yang hisa dicontoh menurutnya adalah Salman Subakat.
ADVERTISEMENT
"Kalau saya belajar dari Mas Salman ini ketika beliau berbeda pendapat dengan orang lain, tapi beliau bilang 'saya tidak setuju dengan gagasan anda, saya nilai gagasan anda tidak tepat, tapi atas nama gagasan berekspresi dan hak untuk memberikan ekspresi, maka saya akan membela anda untuk tetap menyampaikan gagasan atau ide-ide,'" tegasnya.
Sementara Direktur Center for Policy and Public Management SBM (Sekolah Bisnis dan Manajemen) ITB, Yudo Anggoro, mengatakan bahwa ekosistem di dunia pendidikan bukan hanya tanggung jawab pelaku pendidikan saja, tapi juga harus merangkul stakeholder yang lain.
Direktur Center for Policy and Public Management SBM (Sekolah Bisnis dan Manajemen) ITB, Yudo Anggoro.
"Jadi ekosistem dunia pendidikan harus dekat dunia industri, harus dekat komunitas atau masyarakat, harus dekat dengan elemen-elemen masyarakat yang lain," paparnya.
Ia mengambil contoh kalau di Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB yang melakukan pendidikan berbasis kasus, artinya dalam melakukan pengajaran atau penelitian SMB ITB harus melihat kondisi realnya di masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Misalnya di masyarakat kami melakukan pendidikan di area bisnis dan manajemen, kita lihat ada inovasi apa sih yang berkembang di masyarakat. Apakah misalkan ini tentang greenlogistic, apakah ini tentang pengembangan startup bisnis, apakah ini tentang konsep manufacturing cerdas. Aspek-aspek inilah yang bisa disediakan dunia industri seperti PT Paragon," tandasnya.
Ia juga menyebutkan bahwa PT Paragon juga seringkali mendukung tumbuhnya komunitas-komunitas agar pembelajaran tidak berdasarkan textbook saja, tapi juga bisa menyelesaikan masalah di masyarakat.
"Itu penting, karena kalau pendidikan berbasis textbook, penelitian berbasis jurnal, maka dia hanya akan seperti di menara gading atau hanya di atas tapi tidak bisa menyelesaikan problem di masyarakat," pungkasnya.