Cerita Sarjana Kembangkan Pertanian Jeruk di Gadingkulo

Konten Media Partner
27 April 2019 20:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jimy Satria saat berada di kebunnya di Desa Gadingkulon, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, sabtu (27/4).(foto: Rino Hayyu S/Tugu Malang).
zoom-in-whitePerbesar
Jimy Satria saat berada di kebunnya di Desa Gadingkulon, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, sabtu (27/4).(foto: Rino Hayyu S/Tugu Malang).
ADVERTISEMENT
TUGUMALANG.ID-Kuliah di kampus ternama, bekerja di perusahaan besar, atau menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Mungkin seperti itulah kehidupan yang ideal bagi sejumlah anak muda.
ADVERTISEMENT
Tapi, tidak bagi Jimy Satria yang memilih menjadi petani usai lulus kuliah. Pria 30 tahun ini bersemangat menjadi petani jeruk di Desa Gadingkulon, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, untuk meneruskan ayahnya yang merupakan petani jeruk.
Kini, ia sudah mengelola sendiri lahan seluas 7 hektare di Desa Gadingkulon, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Alumnus Jurusan Manajemen Pemasaran Universitas Brawijaya ini sudah berniat mengembangkan perkebunan keturunan kakeknya.
“Wah kalau ke sawah sejak kuliah,” terang bapak dua anak ini. Menurutnya, bisnis jeruk ini tidak menjadi membuatnya gengsi lantaran ia memiliki gelar sarjana. Malah pengetahuan dari kampus itu diniati untuk mengembangkan bisnisnya sekarang.
Termasuk dalam menjual obat pertanian, Jimy kini tengah mencobanya. Usaha barunya menjual obat pertanian mulai ramai. Dikarenakan, ia mengetahui persis potensi pertanian apa saja di Desa Gadingkulon ini.
ADVERTISEMENT
Rupanya, Jimy tak hanya mempunyai jeruk saja. Ia juga menceritakan beberapa sayur seperti tomat, cabai dan bawang merah. Sambil duduk dibawah rimbunnya pohon jeruk, Jimy menceritakan jika saat hendak menanam sayur ada trik sendiri yang dilakukan. Yakni, bertanya kepada penjual bibit. Hal ini dilakukan pria berambut klimis agar mengetahui para petani sedang menanam apa saja.
Dengan demikian, saat petani lain panen sayur, satur milik Jimy baru saja kembang atau berbuah awal. Jimy berpikir saat barang di pasar telah habis, maka ia bisa terus mempunyai stok. Sehingga, harganya tidak sempat anjlok seperti waktu panen raya. “Itu jaga-jaga saja biar tetap nyetok sayur, tapi tetap banyak lahan jeruk daripada sayur,” kata Jimy yang mengenakan kaus hijau.
ADVERTISEMENT
Jimy merasa pekerjaan sebagai petani jeruk dan sayur terus mengalami perbaikan. Meskipun, lanjutnya, beberapa hektare kebunnya sempat rusak. Karena pohon jeruk terkena penyakit yang membuat tak dapat berbuah sama sekali.
”Sempat mati, nggak bisa berbuah. Tapi semakin tak biarkan nanti biayanya perawatan malah bengkak. Sudahlah nekat saja diberi obat dan pupuk lagi,” imbuh Jimy.
Saat ini, Jimy tengah mengembang tiga jenis jeruk sekaligus di perkebunannya. Yakni Jeruk Keprok, Sunkiss, dan Siyem. Uniknya, dalam satu pohon jeruk milik Jimy bisa berbuah dua jenis sekaligus. Yakni Sunkis dan Siyem.
Ketika ditanya apa beda jeruk Sunkis dengan Siyem, Jimy menjelaskan jika siyem ialah masih sejenis dengan keprok biasa. Akan tetapi rasanya lebih manis. Masyarakat kota biasa menyebut jeruk Siyem dengan jeruk Pontianak. Karena bibitnya dari Kota Katulistiwa itu.
ADVERTISEMENT
Rencananya, setelah panen raya usai, Jimy akan mencari lahan perkebunan lagi untuk ditanami jeruk.”Uang hasil panen ini nanti pinginnya buat beli lahan mas,” pungkasnya. 
Baca story lain tentang jeruk keprok di Kabupaten Malang:
Reporter : Rino Hayyu S
Editor : Irham Thoriq