Chandrawati Cahyani, Guru Besar UB yang Fokus Biokonversi Limbah

Konten Media Partner
1 Desember 2020 11:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S, salah satu Guru Besar Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
zoom-in-whitePerbesar
Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S, salah satu Guru Besar Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
ADVERTISEMENT
MALANG- Dialah Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S, salah satu Guru Besar Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Brawijaya satu ini patut diacungi jempol. Karena kiprahnya yang berkonsentrasi pada lingkungan hidup.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, usia yang sudah mendekati masa purna atau 68 tahun. Sosok ibu dua anak ini tak hanya aktif mengajar namun juga konsisten menggeluti sektor lingkungan. Khususnya, biokonversi limbah.
Chandra mengaku bahwa lingkungan sudah menjadi minatnya sejak menempuh pendidikan di bangku kuliah. Terbukti dengan riwayat pendidikannya, dimulai dari S1 Jurusan Teknik Kimia di Universitas Diponegoro. Kemudian, S2 Jurusan Teknik Lingkungan dan S3 Jurusan Kimia Lingkungan di Institut Teknologi Bandung (ITB).
"Itu sebenarnya masuk minat saya karena kan sekolahnya memang tentang lingkungan. Jadi bagaimana limbah itu ditangani secara biologis jadi ndak dengan bahan kimia," ujarnya .
Kini, ia mengaku banyak mendapatkan tawaran untuk mendesain konservasi limbah dari berbagai perusahaan besar. Seperti Rumah Sakit (RS), Hotel juga rumah potong ayam di dalam maupun luar Kota Malang.
ADVERTISEMENT
Menurut Chandra, metode yang ia gunakan untuk mengelola limbah cukup menarik dan ramah lingkungan, yakni dengan memanfaatkan mikroba dan metode biologis.
"Iya jadi mikroba itu ndak kelihatan ya. Limbah itu kita olah diberi di beri udara dan sebagainya. Saya menggunakan media bak besar yang nanti didalamnya bisa tumbuh mikroba dan akan memecah limbah tadi menjadi bahan yang tidak mengganggu lingkungan. Makanya namanya biokonversi mengubah limbah dengan mikroba makhluk boologis supaya tak jadi limbah berbahaya," sambungnya.
Kendati demikian, rupanya Chandra juga turut andil dalam terbentuknya Institut Atsiri di Universitas Brawijaya. Minyak Atsiri, lanjutnya, merupakan bagian dari penelitiannya sejak lebih dari lebih dari 10 tahun yang lalu.
Tahun 2008, ia bersama rekan lintas jurusannya juga berhasil bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Blitar untuk pengembangan komoditas minyak atsiri. Bahkan berhasil menjadi Pusat Unggulan IPTEK (PUI) ke 26 tingkat Nasional dan menjadi satu-satunya PUI di Universitas Brawijaya.
ADVERTISEMENT
"Kenapa kok itu jadi konsen saya juga karena disitu saya lihat di kalangan masyarakat yang menanam atsiri banyak yang rugi. Jadi waktu nanam dan panennya ndak bagus. Akhirnya kami prihatin dan ingin membantu masyarakat di aspek teknologi dan kimia," jelasnya.
Disamping itu, Institut Atsiri juga punya teaching industry di Ngijo, Malang diatas lahan milik UB. Lokasi tersebut yang akan mengolah minyak atsiri crude menjadi komponen-komponen fungsionlnya dengan nilai tambah. Menggunakan alat fraksinasi yang khusus dirancang oleh kawan-kawan institut atsiri itu sendiri.
"Harapannya adalah dengan diolah secara berkelanjutan maka harga minyak atsiri crude dari masyarakat tidak terlalu berfluktuasi karena terjadi hilirisasi," imbuh Chandra.
Menurutnya, kedua hal tersebut mempunyai tantangannya sendiri. Jika biokonversi limbah cenderung ke masalah teknis dengan pihak atau lembaga terkait, maka untuk komoditas atsiri lebih kepada upaya untuk meyakinkan masyarakat dalam berfikir jangka panjang.
ADVERTISEMENT
"Sulitnya masyarakat kita itu saat ini orientasinya proyek, misal setahun selesai, ya sudah. Kerjasama itu yang sulit untuk meyakinkan. Padahal harapan kita, itu bisa membangun perekonomian jangka panjang," tandasnya. Ke depan, dengan keahlian tersebut Chandra berencana akan terus untuk berusaha membantu masyarakat yang membutuhkan melalui inovasi-inovasi teknologi lingkungan.
"Saya akan jalankan terus kepedulian saya bantu mereka yang membutuhkan untuk mengolah limbah dan mengembangkan komoditas. Mungkin ada krisis mengenai dampak lingkungan atau lainnya. Dulu, pernah saya ikut membantu di pindad, lagi waktu lapindo juga ikut kerjasama dengan nasional, saya senang menjalani nya. Ya karena real membantu mereka yang membutuhkan," pungkasnya.