Eko Baskoro, Sosok Dibalik Masifnya Kampanye Anti Sedotan Plastik

Konten Media Partner
6 April 2019 10:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Eko Baskoro saat menjadi pembicara soal Perlindungan Hutan Indonesia di PIER, Pasuruan.(foto dok eko baskoro).
TUGUMALANG.ID-Sampah plastik tampaknya sudah menjadi masalah akut, yang sulit dituntaskan. Tapi, Climate Change Frontier (CCF) tidak ingin hanya mengutuk kegelapan. Tapi, mereka ingin menyalakan ‘lilin’ yang membuat terang, meski itu hanya sedikit.
ADVERTISEMENT
Sudah beberapa tahun ini CCF aktif melakukan kampanye anti sedotan plastik. Nah, di balik peran CCF itu, ada peran sang pendiri CCF yang sangat besar yakni Eko Baskoro. Berkat tangan dingin dan jaringan Eko Baskoro, banyak hotel, restoran, maupun kafe di Malang Raya, Surabaya, Bojonegoro, hingga Bali telah meninggalkan sedotan plastik untuk para pelanggan mereka. Itulah langkah dari CCF untuk mengkampanyekan pengurangan sedotan plastik.
”Kalau saat ini mungkin sudah sekitar 40-an rekan kami yang telah meninggalkan sedotan plastik,” terang Founder CCF Eko Baskoro. Ia melanjutkan bahwa banyak hotel, restoran, ataupun kafe yang telah sepakat dengan CCF untuk menghentikan penggunaan sedotan plastik ini. Yakni seperti di Malang, Batu, Surabaya, Kediri, Ponorogo, Bojonegoro, Bondowoso, Banyuwangi, bahkan merambah hingga luar negeri seperti Hongkong, Thailand, dan Malaysia.
ADVERTISEMENT
“Tidak hanya itu kami juga menggandeng 350-an UMKM yang ada di Malang Raya (untuk pengurangan sampah plastik),” imbuh suami dari Novriyanti Asriyah itu.
Ia menjelaskan bahwa sebenarnya target dari CCF sendiri adalah global ke seluruh masyarakat. Hanya saja, menurutnya saat ini menggandeng kampanye dengan hotel ataupun restoran adalah cara yang paling efektif.
Eko Baskoro (tengah) saat menjadi pembicara masalah lingkungan di event Among Tani Run 5K, Kota Batu.(foto dok eko baskoro).
“Kalau target sebenarnya masyarakat umum. Tapi karena sampah plastik paling banyak itu di kafe dan restoran, target kami bukan ke masyarakat umum dulu, tapi pelaku usaha (kafe dan resto),” imbuh alumnus SMAN 2 Bondowoso tersebut.
Bahkan ke depan ia berharap gerakan kampanye tersebut bisa menekan pemerintah untuk membuat aturan terkait penggunaan plastik. “Jadi harapan kami tahun 2020 itu pemerintah sudah ada aturan terkait hal itu (untuk mengurangi sampah plastik),” terang pria kelahiran Jember, 44 tahun silam itu.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, langkah kampanye CCF saat ini hanyalah bukti bahwa masyarakat juga bisa bergerak dan sadar akan banyaknya sampah plastik, dan mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan.
Awal mula Climate Change Frontier
Untuk diketahui, Climate Change Frontier yang didirikan pada 13 Juli 2015 silam ini sebenarnya merupakan nama kedua. Sebelumnya CCF ini merupakan kependekan dari Climate Change Festival.
“Jadi pada tahun 2016 itu kita ubah. Logo, nama, maupun tujuannya kita ubah. Jika sebelumnya hanya concent di lingkungan, kali ini juga fokus di kemanusiaan,” imbuh pria yang bekerja di Great Dynamic Investment, sebuah perusahaan investasi tentang manajemen prooyek di Hong Kong tersebut.
“Jadi CCF ini dulu idenya berawal dari kumpul. Iseng ngobrol dengan DJ (disk jockey) terkait isu lingkungan. Dan dari sana kami memulai kampanye pengurangan sampah plastik dengan konsep enterteinment,” ujarnya. Ia menuturkan bahwa banyak temannya yang seorang musisi atau yang terjun di dunia musik, sehingga kampanye awal banyak disuarakan melalui dunia hiburan.
ADVERTISEMENT
Ia menuturkan bahwa CCF saat ini tidak hanya fokus di lingkungan saja, melainkan juga kemanusiaan. Kegiatan mereka meliputi turut membantu bencana gempa Lombok, sosialisasi ke masyarakat tentang bahaya sampah plastik, seminar, membagikan tote bag (tas belanja) secaragratis, hingga penanaman pohon atau reboisasi.
Terkait suka dan duka dalam mengembangakan CCF, menurut Baskoro dirinya memang banyak berkorban dalam hal pendanaan.”Ini CCF dalam setahun berdiri, pendanaan murni dari saya, baru setelah setahun kami menghimpun dana donasi,” katanya.
Hanya saja, sampai saat ini, dana dari donatur tersebut belum mencukupi sepenuhnya biaya operasional CCF.”Dari donatur mungkin bisa menghandel 80 persen, selebihnya dari dana lain ada yang dari saya, ada yang dari sumber lain,” imbuhnya.
Meski penuh dengan perjuangan, tapi Baskoro senang berkecipung di CCF. Apalagi, tim CCF selama ini sangat kompak.”Kebersamaan itu yang bikin senang, sisi lain yang bikin senang ketika yang kita lakukan berdampak bagi orang lain, itu yang memberi kita spirit untuk terus berjuang,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Reporter : Gigih Mazda
Editor : Irham Thoriq