Guru TK di Malang Nyaris Bunuh Diri Gegara Teror Pinjaman Online

Konten Media Partner
17 Mei 2021 18:33 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi depresi karena pinjaman online. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi depresi karena pinjaman online. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
MALANG - Seorang guru TK di Malang nyaris bunuh diri karena terjebak di lingkaran setan kredit pinjaman online (pinjol). Sebut saja Melati (40), menjadi korban teror tak manusiawi dari para debt collector belasan pinjol yang dia utangi di tahun 2020 lalu.
ADVERTISEMENT
Dari utang awal Rp 2,5 juta hingga berlipat ganda jadi Rp 30-40 juta. Di tengah kondisi krisisnya, dia diteror dengan berbagai cara. Mulai ancaman dibunuh, nama baiknya dicemarkan, hingga kini dia dipecat dari sekolah tempatnya mengabdi selama 13 tahun.
Hal ini diceritakan oleh kuasa hukumya, Slamet Yuono, dari 99 and Partners Law Firm, utang awal sebanyak Rp 2,5 juta itu terpaksa dia ambil di pinjol lantaran terdesak untuk membayar kebutuhan kuliah semester akhirnya.
Kenapa kuliah? Ijazah S1 menjadi syarat wajib di lembaga sekolahnya untuk bekerja. Namun, uang yang diterimanya dari pinjol itu hanya sebesar Rp 1,2 juta. Sisa potongan itu diakui penyelenggara pinjol untuk biaya administrasi dan bunga.
''Tentu jumlah itu sangat mencekik leher peminjam. Tapi berhubung korban terdesak akhirnya dia menyetujui sejumlah syarat dan ketentuan yang berlembar-lembar itu,'' kata Slamet, pada Senin (17/5/2021).
ADVERTISEMENT
Lalu, saat masa jatuh tempo, Melati masih tidak punya uang. Akhirnya, dia kembali mengajukan pinjaman ke 2-4 pinjol lain berbeda untuk gali lubang tutup lubang, untuk bayar tagihan sebelumnya.
Sampai pada akhirnya, tagihannya tembus Rp 30-40 juta di 24 pinjol berbeda-beda. Dihadapkan dengan tagihan segunung, dia juga diteror terus-menerus, bahkan dengan cara yang tidak manusiawi.
Bahkan, pihak sekolah juga tersangkut urusan ini dan memecat Melati per 5 November 2020 lalu.
''Mulai diancam dibunuh hingga doxing di medsos. Nama korban juga dicemarkan di mata teman-teman dan keluarganya bahkan sampai dipecat di sekolah,'' jelas Slamet.
''Korban sampai depresi dan hendak bunuh diri dan sempat bilang ke saya. Kebetulan korban ini adalah guru anak saya disitu,'' tambahnya.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, debt collector pinjol ternyata juga bisa mengakses kontak data di ponsel nasabah dan mencemarkan nama baik nasabah. Bahkan, salah satu pinjol membuat grup WhatsApp berisi kontak tetangga dan keluarga korban dengan tajuk 'Peduli Hutang (nama korban)' atau dicari 'Maling/Penipu/Buron'.
Dari penelusuran Slamet, dari 24 pinjol yang diutangi korban, 19 diantaranya merupakan pinjol ilegal yang tak diakui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hingga saat ini, korban bersama kuasa hukumnya terus melakukan langkah advokasi terkait hal ini.
''Kita lapor ke Satgas Waspada Investasi, OJK, hingga polisi. Kini, dia perlahan sudah bangkit dan bisa menyelesaikan pinjaman di 5 penyelenggara pinjol,'' pungkasnya.