Hariman Siregar, Ingatkan Peristiwa Malari '74

Konten Media Partner
14 Maret 2020 12:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
MALANG- Melihat kondisi investasi Indonesia, Hariman Siregar angkat bicara. Kehadirannya di Universitas Negeri Malang (UM) Jumat (13/03) malam membagi pelajaran masa lalu, yakni tentang aksi demonstrasi mahasiswa pada 15 Januari 1974 atau yang biasa dikenal peristiwa Malari '74.
ADVERTISEMENT
Hariman Siregar saat bedah bukunya berjudul 'Menjadi Benih Perlawanan Rakyat'.
Ia menyatakan kondisi bangsa Indonesia kini merupakan akumulasi dari kebijakan investasi masa lalu yang berlebihan. Khususnya, awal pemerintahan orde baru (Orba) yang dikomandoi Presiden Soeharto. Hariman Siregar adalah ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia (Dema UI) sekaligus pimpinan aksi massa pada saat itu. Ia melihat gejala investasi berlebihan ketika Perdana Menteri (PM) Jepang Tanaka datang ke Indonesia.
"Kenapa dulu kami tolak itu, karena akan berdampak panjang seperti sekarang ada ditahun-tahun ini," tegas Hariman. Menurutnya, penolakan kedatangan PM Jepang Tanaka karena adanya kerjasama asing yang sebenarnya justru membuat Indonesia terlalu ketergantungan dengan negara Sakura itu.
Khususnya, dalam sektor industri, Hariman menyebutkan jika Indonesia menginginkan pembangunan. Maka, kerjasama tersebut disambut oleh Soeharto. Hal itulah yang menggerakan mahasiswa untuk melakukan aksi yang berujung kerusuhan luar biasa. "Saya sampai dipenjara bertahun-tahun," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Apakah kondisi Indonesia saat ini persis dengan pandangan Andre Gunder Frank tentang teori dependensia? Mendapatkan pertanyaan ini, Hariman membenarkan hal tersebut. Menurutnya sudah terlalu banyak kekayaan Indonesia dimiliki asing.
Kondisi inilah yang membuatnya akhirnya mau turun gurun bertemu dengan mahasiswa lagi. Ia berharap ada perubahan kondisi yang diawali oleh mahasiswa. "Sejarah anak muda itu tentang kemenangan," Hariman saat ditemui tugumalang.id. Ia menegaskan anak muda harus menerapkan keilmuannya untuk menyadarkan masyarakat. Artinya, ada pikiran alternatif dan aksi nyata untuk mengedukasi tentang kondisi bangsa.
Terakhir, ia mewanti-wanti mahasiswa agar jangan sampai suka menutupi kenyataan. Karena, hal itu akan membuat masyarakat semakin bisu. "Jangan ditutupi, itu budaya dari dulu harus diubah," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Reporter: Rino Hayyu Setyo