Haul Gus Dur, Unira Gelar Penelitian Desa Damai di Malang dan Batu

Konten Media Partner
24 Desember 2020 14:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penelitian Desa Damai. Foto: dok
zoom-in-whitePerbesar
Penelitian Desa Damai. Foto: dok
ADVERTISEMENT
MALANG - Sosok Presiden Indonesia ke-4, Dr KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur, adalah sosok bapak bangsa yang kental dengan sifat toleransi dan perdamaian.
ADVERTISEMENT
Melihat suri tauladan tersebut, Universitas Islam Raden Rahmat (Unira) Malang bersama Wahid Foundation melaksanakan kerjasama menciptakan Desa Damai di Kabupaten Malang dan Kota Batu.
"Ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh para dosen yang diselenggarakan oleh Yayasan Gus Dur yang sekarang namanya Wahid Foundation," terang Kepala LPPM Unira Malang, Muhammad Imron SAP MAP, pada Kamis (24/12/2020).
Penelitian Desa Damai. Foto: dok
"Kita juga bekerjasama dengan UN (United Nations) Women dengan awalnya membuat proposal yang diserahkan ke berbagai stakeholder di Jawa Timur dan Madura," imbuhnya.
Dia melanjutkan, kebetulan proposal yang dibuat Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM) Unira Malang ini, diterima oleh Wahid Foundation. "Dan kami dipilih untuk menjadi peneliti Desa Damai," sambungnya.
Imron mengatakan, sebenarnya Wahid Foundation sudah menginisiasikan Desa Damai sejak 2017 lalu.
Penelitian Desa Damai. Foto: dok
"Sebenarnya Wahid Foundation sudah mencanangkan desa damai sejak 2017. Kalau di Malang ada di Desa Sidomulyo Kota Batu dan di Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang," bebernya.
ADVERTISEMENT
Dalam program yang dilaksanakan sejak November 2020 ini, para dosen/peneliti memberikan bantuan permodalan wirausaha untuk pengembangan potensi perempuan. Juga pelatihan melihat potensi konflik untuk melawan intoleransi dan ekstrimisme.
Penelitian ini diketuai oleh Muhammad Imron SAP MAP. Beranggotakan Farahdilla Andhika YF MSi, Adita Nafisa SE MM, Isna Nurul Inayati SPdI MPdI, dan Mohamad Mambaus Su'ud MSc. Mereka mengambil tema Penyelesaian Konflik berbasis Pencegahan melalui Deteksi dan Respon Dini di Sidomulyo dan Candirenggo.
"1 desa dan 1 kelurahan ini menjadi percontohan Desa Damai atau desa yang memiliki instrumen-instrumen tertentu untuk mengatasi konflik yang muncul. Misalnya di Kelurahan Candirenggo itu di desa sebelahnya memiliki potensi konflik dan ekstrimisme agama. Karena dulu Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pernah membuat kantor di sana," sebutnya.
ADVERTISEMENT
Imron mengatakan, hasil penelitian yang mereka dapatkan sangatlah menarik. Karena setiap desa memiliki cara masing-masing untuk mencegah konflik dan potensi ekstrimisme.
"Dan hasilnya menarik, karena misalnya di Candirenggo ini, mereka memiliki sistem deteksi yang bersifat struktural. Jadi, ketika ada potensi ekstrimisme yang mengancam kedamaian, mereka memadukan kekuatan struktural dan kultural," bebernya.
Bahkan, di Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, mereka memiliki Forum Beda tapi Mesra untuk merangkul setiap orang yang memiliki beda keyakinan.
"Kalau struktur masih normatif seperti melaporkan pada Ketua RT/RW. Dan secara kultural yang menarik itu ada FBM (Forum Beda tapi Mesra) yang isinya banyak tokoh-tokoh di Singosari yang mewakili agama Islam, Katholik, Hindu, sampai aliran kepercayaan," ucapnya.
ADVERTISEMENT
"Forum Beda tapi Mesra ini sering menekankan pentingnya kesatuan dan persatuan. Jadi forum ini banyak memberikan peran nyata untuk terbentuknya Desa Damai di Singosari," imbuhnya.
Berbeda dengan Kelurahan Candirenggo, Desa Sidomulyo, Kota Batu, yang memanfaatkan perkumpulan jamaah tahlil dan yasin. "Sementara untuk di Desa Sidomulyo ini memiliki metode kultural melalui jamaah tahlil dan yasin yang memiliki dampak dahsyat untuk menghalau potensi konflik maupun ekstrimisme," ungkapnya.
Salah satu contoh potensi konflik yang pernah terjadi di Desa Sidomulyo adalah saat ada seorang jamaah luar desa yang tiba-tiba memberikan ceramah dengan gaya yang berbeda dari mayoritas masyarakat di sana.
"Dulu pernah terjadi kejadian seorang jamaah jauh yang datang ke masjid tiba-tiba menginap dan ceramah dengan gaya mereka. Ternyata potensi konflik ini bisa diatasi dengan metode kultural dengan jamaah tahlil ini," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Imron mengatakan, jika ternyata jamaah tahlil ini memiliki fungsi strategis dalam mendeteksi dan menangkal potensi konflik sampai ekstrimisme.
"Ternyata jamaah tahlil ini bukan soal ritual keagamaan saja, tapi juga sebagai wadah-wadah untuk menyelesaikan potensi konflik. Termasuk konflik keamanan di masa pandemi saat ini, karena pencurian bunga di Sidomulyo ini sedang gencar-gencarnya," ujarnya.
Metode-metode inilah yang menurutnya bisa menjadi role model penerapan Desa Damai di Indonesia. "Ini bisa menjadi role model untuk penerapan secara nasional, dan Wahid Foundation saat ini tengah bekerja sama dengan Kementerian Desa. Apalagi dari bukunya Gus Menteri (Halim Iskandar) itu yang ditawarkan Desa Damai juga," tandasnya.
"Jadi harapannya penelitian ini bisa menjadi blue print dan diterapkan secara meluas di Indonesia," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Kegiatan penelitian tersebut diakhiri dengan diskusi Zoom Meeting, pada 09 Desember 2020, pukul 10.00-12.30 WIB. Dihadiri oleh Prof Greg Barton dari Alfred Deakin Institute-Deakin University, Ahmad Suaedy dari Ombudsman RI, dan Riri Khoriroh dari Peneliti Aliansi Indonesia Damai.