Islam Punya 'Tempat' di Indonesia, Begini Riset Luthfi Assyaukanie

Konten Media Partner
5 November 2019 21:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemaparan hasil riset Luthfi Assyaukanie di Ruang Sidang Senat UMM, Selasa (4/11). Foto : Rino Hayyu Setyo/tugumalang.id
zoom-in-whitePerbesar
Pemaparan hasil riset Luthfi Assyaukanie di Ruang Sidang Senat UMM, Selasa (4/11). Foto : Rino Hayyu Setyo/tugumalang.id
ADVERTISEMENT
TUGUMALANG- Usai konsentasi pemilihan presiden beberapa bulan lalu membuat salah satu seorang dosen Universitas Paramadina menggelar desiminasi hasil penelitiannya. Dialah, Luthfi Assyaukanie yang tak lagi asing dalam dunia pemikiran islam di Indonesia. Selasa (4/11) siang, ia menyampaikan hasil riset awalnya berjudul Secular and Islamist Role Indonesian Elections di Ruang Senat Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Desiminasi ini turut pula menghadirkan Rektor UIN Sunan Ampel Prof. Masdar Hilmy, M.A, Ph.D dan Wakil Rektor I UMM Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si. Dalam kesempatan ini, Luthfi memaparkan jika aktivitas politik lalu menunjukan sebuah kevulgaran. Khususnya, saat agama menjadi salah satu faktor dalam kontestasi tersebut. “Kedua pasangan calon sama-sama menggunakan simbol agama,” ungkap salah satu pendiri Jaringan Islam Liberal (JIL) ini. Menurutnya, hal tersebut bisa dilihat dari aktivitas selama kampanye yang selalu membawa simbol agama. Mulai dari busana, hingga lokasi-lokasi yang dibuat kampanye. Ia mengambil data exit poll Indikator Politik Indonesia yang menjelaskan jika ada 59,1 % agama menjadi perimbangan terpenting dalam memilih calon presiden. Tak hanya itu, ada 18,4 % mereka mengakui bahwa mempertimbangkan agama dalam keputusan politik masyarakat.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Luthfi menerangkan kedua pasangan calon membawa branding masing-masing. Seperti Prabowo bersama modernis sedangkan Jokowi bersama tradisionalis. “Prabowo dengan kekuatan FPI, PKS, dan HTI-nya, sedangkan Jokowi dari kelompok tradisional terutama NU,” beber Luthfi.
Suasana desiminasi dan seminar nasional hasil riset Luthfi Assyaukanie di Ruang Sidang Senat UMM, Selasa (4/11). Foto : Rino Hayyu Setyo/tugumalang.id
Meskipun demikian, Luthfi membantah para sekelompok orang yang merasa jika saat ini tidak ada tempat untuk umat islam ketika terjadi rekonsiliasi antara Prabowo dan Jokowi. Ia menegaskan pernyataan seperti itu hanya untuk dirasakan orang yang merasa kecewa dan kalah saja. Luthfi menegaskan jika semakin tahun, Indonesia semakin Islam. Hal ini dapat dilihat dari pembangunan dan wacana yang terjadi dalam berbagai sektor. Mulai dari tempat ibadah hingga gaya hidup masyarakat.
Akan tetapi ia menyayangkan jika level keislaman di Indonesia masih dalam tahap artifisial yakni bentuk. Sehingga, belum masuk dalam esensi program dan kemaslahatan masyarakat. Misalnya, dalam pengentasan kemiskinan itu bagian dari nilai Islam. Hal ini menjadi dipandang tidak berbau Islam karena tidak ada istilah ‘syariah’ atau ‘Islam’ dalam nama programnya. “Tempat ibadah banyak tapi dalam pelaksanaan nilai Islam yang belum nampak,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Disisi lain, Rektor UIN Sunan Ampel Prof. Masdar Hilmy, M.A, Ph.D dan Wakil Rektor I UMM Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si menyambut baik riset tersebut. Prof. Masdar Hilmy justru memberikan masukan kepada Luthfi untuk menunjukan dimana letak politik identitas pada pemilu yang lalu. Ia berpendapat jika politik identitas dikemas untuk menunjukan arah pilihan tertentu. “Mungkin nanti bisa ditunjukan dalam temuan selanjutnya, karena ini masih tahun pertama penelitian, masih ada setahun lagi,” terang Prof. Masdar Hilmy, Ph.D.
Selain itu, ia juga menanggapi temuan riset Luthfi, menurutnya, sejak 2014 silam agama menjadi dibuat kekuatan dukungan oleh ‘entrepreneur politics’. Ada tiga fase yang diamatinya pertama 2014, lalu pilkada Jakarta 2017, dan terakhir pada 2019 ini.
ADVERTISEMENT
Reporter : Rino Hayyu Setyo