Jaksa Tetap Yakin Bos SPI Kota Batu Bersalah Terkait Dugaan Kekerasan Seksual

Konten Media Partner
10 Agustus 2022 15:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Sidang ke-23 Kasus SMA SPI Kota Batu

Jaksa Penuntut Umum, Yogi Sudarsono menyatakan kayakinannya bahwa terdakwa bersalah usai persidangan replik di PN Malang (M Sholeh)
zoom-in-whitePerbesar
Jaksa Penuntut Umum, Yogi Sudarsono menyatakan kayakinannya bahwa terdakwa bersalah usai persidangan replik di PN Malang (M Sholeh)
ADVERTISEMENT
MALANG - Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus dugaan kekerasan seksual yang menjerat Bos SMA SPI Kota Batu tetap berkeyakinan bahwa terdakwa JEP bersalah.
ADVERTISEMENT
Penegasana itu disampaikannya pada persidangan ke-23 dengan agenda replik atau jawaban Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas pledoi terdakwa, Rabu (10/8/2022).
Sebelumnya, JPU menuntut terdakwa dengan tuntutan 15 tahun penjara. JPU menjerat terdakwa dengan Pasal 81 ayat 2 UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. JPU juga menyebut bahwa terdakwa memenuhi unsur tindak pidana, membujuk anak untuk melakukan persetubuhan.
Namun pada sidang pledoi, tim kuasa hukum terdakwa menuding bahwa kasus kekerasan seksual tersebut diduga merupakan rekayasa belaka untuk menggulingkan JEP.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Yogi Sudarsono yang juga sebagai Kasi Pidum Kejari Kota Batu itu mengatakan, telah menjawab tudingan adanya rekasaya kekerasan seksual tersebut dalam persidangan replik. Pihaknya telah menunjukkan sejumlah alat bukti penguat dakwaan.
ADVERTISEMENT
"Berdasarkan alat bukti yang kami hadirkan di persidangan baik itu keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk maupun keterangan terdakwa sudah kami hadirkan di persidangan replik. Kami tetap meyakini bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana seperti yang dituduhkan," kata Yogi.
Dalam persidangan replik itu, Yogi mengaku hanya mengulas kembali alat bukti yang pernah disampaikan dalam persidangan sebelumnya sebagai jawaban atas tudingan pihak terdakwa.
"Intinya kami mengulas kembali apa yang pernah kami sampaikan di persidangan sebelumnya," ucapnya.
"Semua sudah kami sampaikan dalam replik itu, di dalam surat tuntutan kami sudah menunjukkan keterangan saksi, ahli, petunjuk hingga keterangan terdakwa, semua sudah kami hadirkan. Kami tetap yakin dalam perkara ini, terdakwa bersalah," imbuhnya.
Sebagai informasi, persidangan replik yang digelar di Ruang Sidang Cakra, PN Malang itu berlangsung mulai pukul 10.00 WIB hingga sekitar pukul 12.00 WIB. Persidangan itu dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Herlina Reyes.
ADVERTISEMENT
Kemudian pihak terdakwa diwakili oleh tim penasehat hukum yang dipimpin oleh Jeffry Simatupang. Terpantau, kuasa hukum terdakwa, Hotma Sitompul dan pihak pendukung korban dari Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait tak tampak hadir dalam persidangan ini.
Persidangan ini kemudian akan dilanjutkan dua pekan kedepan, yakni pada Rabu (24/8/2022) dengan agenda sidang duplik atau jawaban pihak kuasa hukum terdakwa atas replik dari JPU.
Kuasa Hukum Terdakwa Sebut Tuntutan Jaksa Hanya Asumsi
Sementara itu Tim Kuasa Hukum terdakwa menuding tuntutan JPU hanya berdasar pada asumsi publik. Tak memiliki bukti kuat terjadinya kekerasan seksual.
"Jaksa mengulang ngulang dakwaan dan tetap bertumpu kepada asumsi bukan pembuktian," kata Jeffry Simatupang, kuasa hukum JEP usai sidang agenda replik di Pengadilan Negeri Malang pada Rabu (10/8/2022).
ADVERTISEMENT
Dia juga menegaskan bahwa pelapor atau terduga korban hanya ada satu orang dalam perkara kasus kekerasan seksual yang menjerat Bos SMA SPI Kota Batu itu. Dia menyakini, fakta persidangan tak menunjukkan adanya bukti kekerasan seksual seperti yang dituduhkan kepada terdakwa.
Kuasa Hukum JEP, Jeffry Simatupang menuding tuntutan jaksa hanya berdasar asumsi dan tak memiliki bukti kekerasan seksual (M Sholeh)
"Bagi kami, perkara ini sudah selesai pembuktiannya dan kami menyatakan perkara ini adalah perkara (yang didasari) asumsi dan perkara ini tidak ada alat bukti yang mendukung bahwa terdakwa melakukan tindak pidana pelecehan seksual dan kekerasan seksual," bebernya.
Untuk itu, dia meminta majelis hakim untuk membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum. Dia juga meminta majelis hakim menegakkan keadilan dengan mempertimbangkan alat bukti dan fakta persidangan, bukan asumsi publik.
"Tidak boleh ada penyelundupan hukum atau penghilangan fakta persidangan. Banyak fakta hukum yang tak tercantum dalam tuntutan dan replik. Jaksa tetap bertumpu pada asumsi," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Jeefry juga mengatakan bahwa berdasarkan fakta persidangan, perkara tersebut diduga adalah sebuah rekayasa kasus kekerasan seksual. Sebab menurutnya, tak ada bukti yang menguatkan bahwa terdakwa melakukan tindak kekerasan seksual.
"Laporan ini adalah bohong, kami (berani) mengatakan laporan ini ada yang merekayasa, bohong dan fitnah, itu berdasarkan pembuktian di pengadilan, itu bukan asumsi," tandasnya.