Jiwa Muda sang 'Binatang Jalang'

Konten Media Partner
28 April 2019 16:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Chairil Anwar Foto: Muhammad Faisal/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Chairil Anwar Foto: Muhammad Faisal/kumparan
ADVERTISEMENT
TUGUMALANG.ID - Sosok pemberontak dan pendobrak memang tidak bisa dilepaskan dari diri Chairil Anwar. Penulis puisi ‘Aku’ tersebut lekat tentang penggambaran idealisme dan egoismenya. Hal tersebut disampaikan Yusri Fajar, dosen sastra Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya, Malang.
ADVERTISEMENT
Yusri menyebut, dirinya tidak bisa lepas dari jiwa kemerdekaan. Bukan hanya merdeka dalam artian karena Chairil hidup dalam masa penjajahan, tetapi Chairil tak bisa diabsenkan dari rasa pencarian jati diri seorang pemuda.
"Itu khas Chairil, dia itu seperti dekat jiwa aktivis,” tutur Yusri, Minggu (28/4).
Pencarian jati diri anak muda, lanjut Yusri, bisa menjadi konstruksi identitas yang diekspresikan Chairil melalui puisinya ‘Aku’. Gaya puisi tersebut menjadi bukti bahwa ada sesuatu yang disimpan lalu 'meledak'.
Tak hanya itu, Denny Mizhar dari Komunitas Pelangi Sastra Malang mengungkapkan pendapatnya tentang gairah puisi Chairil. Denny menilai, sosok Chairil yang menggelora dan penuh semangat ini menjadi kekuatan baru komunitas sastra di Malang.
ADVERTISEMENT
Meskipun Chairil, imbuh Denny, diketahui lahir dari semangat modernitas yang individualis tapi Chairil tak melupakan khazanah lokalitasnya. Saat ditanya tentang gaya puisi Chairil, Deni menilainya sebagai jejak puitis yang sulit dicari di Malang. Sebab, bentuk lama puisi yang ketat, bisa lebih cair karena gaya puisi modern Chairil.
"Saya kira Chairil tidak menggunakan bahasa keseharian, tapi dia lebih pada kata harus efektif dan bertenaga," terang Denny.
Bagaimana efek Chairil Anwar untuk menghidupkan dunia sastra di Malang?
Mendapatkan pertanyaan ini, Denny menilai bahwa saat ini tak banyak yang mengenal lebih dalam sosok Chairil.
Denny menambahkan, jika ada perbedaan kerja menulis secara individu dan komunitas yang sifatnya kolektif. Ia menyebut komunitas sebagai ruang bertemu dan bertukar pikiran.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, jika yang dimaksud ialah adanya patung Chairil di Kota Malang, Denny berpandangan bahwa spirit tersebut bisa diambil untuk menghidupkan komunitas sastra.
"Lagi-lagi belum, dan mungkin spirit itu yang bisa kita ambil untuk menghidupkan komunitas sastra di Malang," kata Deni.
"Aku ingin hidup seribu tahun lagi,” pungkas Denny mengutip puisi Chairil.
Reporter: Rino Hayyu S
Editor: Irham Thoriq