Kabupaten Malang Berpotensi Gempa Besar dan Tsunami

Konten Media Partner
29 September 2020 14:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Ratusan Tahun Tidak Pernah Terjadi Gempa Besar di Kabupaten Malang

Pengamat Gempa BMKG Karangkates, Agus Purwantono. Foto: Rizal Adhi
zoom-in-whitePerbesar
Pengamat Gempa BMKG Karangkates, Agus Purwantono. Foto: Rizal Adhi
ADVERTISEMENT
MALANG - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Karangkates, Kabupaten Malang, mengkhawatirkan akan terjadi gempa besar disertai tsunami di Malang Selatan.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, selama ratusan tahun kebelakang, tidak pernah terjadi gempa besar di beberapa wilayah di sepanjang Pantai Selatan Pulau Jawa.
"Karena pertemuan lempengnya sekitar situ sekitar 100-150 Km dari bibir pantai selatan Pulau Jawa," jelas Kepala BMKG Karangkates, Musripan, pada Selasa (29/9/2020)
Titik gempa di Indonesia. Foto: Rizal Adhi
"Menengok dari sejarah juga tahun 2006 di Pangandaran terjadi tsunami dan di 1994 juga terjadi tsunami di Banyuwangi. Di semua tempat itu karena terjadi ombak besar," sambungnya.
Dia melanjutkan, dari kajian para ahli menyebut, ada zona gab atau tidak pernah terjadi gempa besar. "Diasumsikan jika energi itu masih dalam taraf pengumpulan karena tidak pernah terjadi gempa besar selama ratusan tahun," jelasnya.
"Nah yang jadi perhatian itu di Pangandaran dan di Banyuwangi pernah terjadi gempa besar, tapi di tengah-tengah itu tidak pernah terjadi gempa besar. Nah, disitu kita khawatirkan adanya potensi gempa besar," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Musripan juga menyebut, Pantai Pangandaran sampai ke Jawa Barat juga sudah lama tidak terjadi gempa besar.
"Maka yang dikhawatirkan adalah jika koplingnya ditarik bersama-sama antara Jawa Timur dan Jawa Barat gempanya bersamaan. Sehingga akan menimbulkan gempa besar yang membawahi tsunami setinggi 20 meter di Jawa Barat dan 12 meter di Jawa Timur," ungkapnya.
Yang jadi masalah, gempa-gempa ini tidak bisa diprediksi kapan akan terjadi. "Karena gempa itu jelas terjadi, tapi kita tidak bisa memprediksi kapannya. Jadi, agar masyarakat bisa selamat itu kita harus memikirkan bagaimana mitigasinya," ujarnya.
BMKG Karangkates hanya bisa mencatat frekuensi dan magnitudo setelah gempa terjadi.
"Kalau untuk frekuensi gempanya diatas 9 maka itu cukup banyak susulannya. Contohnya Kabupaten Malang di bulan Juni itu 35, kalau Juli itu kira-kira 50an dan Agustus kemarin sekitar 80an," bebernya.
ADVERTISEMENT
Untungnya, lanjutnya, Kabupaten Malang sudah memiliki 4 Warning Receiver System untuk mendeteksi lokasi dan kekuatan gempa dengan cepat.
"Dengan Warning Receiver System ini kita bisa melihat 3 menit setelah gempa itu terjadi. Untuk tsunami sudah bisa dideteksi setelah 4 menit terjadi gempa dan ada warning-nya," jelasnya.
Keempat alat ini kini sudah terpasang di Kantor BMKG Karangkates, Kantor BPBD Kepanjen, Pendopo Kabupaten Malang Kepanjen, dan Kantor Wali Kota Malang.
Maka dengan adanya alat ini, diharapkan setelah 5 menit terjadi gempa besar, masyarakat sudah bisa mengungsi sebelum terjadi tsunami.
"Jadi, kalau ada peringatan warna merah atau orange sudah harus meninggalkan lokasi di daerah pantai," tegasnya.
Menurutnya, masyarakat sudah sering dilatih untuk melaksanakan protokol evakuasi saat dibutuhkan. "Kalau untuk warga sudah sering dilatih evakuasi oleh BPBD. Nanti tanggal 6 Oktober 2020 akan kembali dilatih lewat virtual," pungkasnya.
ADVERTISEMENT