Kisah Hidup Pembunuh Rudi Jauhari: Orang Tua Bercerai dan Putus Sekolah

Konten Media Partner
20 Maret 2021 11:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kakek AP. Foto: Rizal Adhi
zoom-in-whitePerbesar
Kakek AP. Foto: Rizal Adhi
ADVERTISEMENT
MALANG - Kasus perampokan dan pembunuh terhadap Rudi Jauhari (48), pengusaha ATK di Kelurahan Turen, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, cukup menggemparkan masyarakat Malang.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, pembunuhan dilakukan oleh AP (17) yang tergolong masih anak-anak. Dia menyayat sekujur tubuh Rudi menggunakan cutter hingga kehabisan darah.
Nenek AP, R (60), menceritakan bahwa sejak bayi AP dititipkan kepadanya karena orang tuanya bercerai. "AP mulai bayi disini semenjak ayah sama ibunya pisah. Ibunya AP membawa adik-adiknya dan dia bersama saya di sini," terangnya, di kediamannya, pada Jumat (19/03/2021).
Sejak kecil, AP menempuh pendidikan di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Dampit. Di sana, dia belajar pendidikan agama sekaligus pendidikan umum di SMP.
"Dia saya pondokkan di Dampit, jadi di sana kan ada pondok pesantren yang juga ada sekolahnya. Saya gak punya uang buat sekolahkan dia di sekolah umum, makanya saya bawa ke sana," ungkap R.
ADVERTISEMENT
Setelah keluar dari pondok pesantren, AP ingin bersekolah di SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi, namun tidak memiliki uang. Oleh karena itu, dia melamar kerja di Toko ATK milik Rudi Jauhari.
"Dia itu sebenarnya ingin sekolah di Mutu (SMK Muhammadiyah Tujuh), tapi tidak ada uang dan harus punya motor sendiri (untuk transportasi). Makanya saya antar sendiri melamar di tokonya Pak Rudi buat ngelamar kerja dulu," ungkapnya.
"Uang gaji di Pak Rudi ini dia buat kredit sepeda motor sendiri. Dan kerja di fotocopy itu dua tahunan, karena tidak tetap disana," sambungnya.
Di tempat yang sama, Kakek AP, FH (65), menuturkan bahwa selama bekerja di Toko ATK tersebut, AP sering mengeluhkan kredit motor. "Ketika kerja kadang juga mengeluh karena ambil sepeda di showroom dengan angsuran itu Rp 560 ribu setiap bulan. Tapi dia kadang gak bisa bayar, jadi kadang saya yang bayar meskipun saya hanya kerja jadi tukang cetak batu bata," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Namanya cucu ya, jadi saya bela-belain meski gimanapun dia," imbuhnya.
FH menceritakan, sebelum bekerja di Toko ATK, AP pernah dia ajak bekerja sebagai tukang cetak batu bata. Namun, fisik AP tidak kuat. "Dulu pernah saya ajak bekerja sebagai cetak batu bata, tapi dia gak kuat. Pernah juga kerja jual bakso, sama sekolah juga," ungkapnya.
Dia mengatakan, terpaksa membuat AP bekerja karena tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. "Karena saya juga keluarga gak mampu, tenaga juga sudah tua," pungkasnya.