Mei 1998, Ada Penembakan di Kampus UMM dan UB

Konten Media Partner
21 Mei 2019 14:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Universitas Brawijaya Malang Foto: Flickr/Universitas Brawijaya Malang
TUGUMALANG-Meskipun tergolong aman, kondisi Reformasi Mei 1998 di Kota Malang terbilang mencekam. Pengakuan ini keluar dari Eko Sigit Rukminto Kurniawan, aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Malang kepada tim lapsus tugumalang.id, media online partner resmi kumparan.
ADVERTISEMENT
Dalam ingatannya, hal yang paling mencekam itu masih memberkas diingatan Eko. Kejadian ini bermula ketika mendekati turun Soeharto.”Kami seminggu full aksi di Boulevard antara IKIP, Brawijaya, ITN, IAIN (sekarang UIN Malang,red), Unisma dan UMM,” kata Eko saat dihubungi via telepon.
Dia melakukan aksi di Jalan Veteran itu bersama gabungan massa dari berbagai kampus tersebut. Akan tetapi, ia tidak menyangka jika akan ada peluru nyasar ke dua kampus. Yakni, Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Sumbersari dan gedung Universitas Brawijaya.
Eko Sigit Rukminto Kurniawan, aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Malang.
Sedangkan tembakan nyasar itu, kata Eko, sempat mengundang perhatian Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Djoko Sugianto. Dia turun langsung untuk melihat kondisi kampus dan mahasiswa yang terluka.
ADVERTISEMENT
”Pak ketua langsung yang ke Malang, saya sempat mendampingi ketika melihat kondisi yang terjadi,” imbuh pria yang akrab disapa Kojeng ini.
Gerakan mahasiswa di Malang semakin solid karena meninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti. Eko alias Kojeng menambahkan jika kabar tewsanya membuat aksi ingin bergerak ke Balai Kota Malang. Akan tetapi, karena penjagaan yang ketat, maka massa baru bisa sampai ke lokasi pada 20 Mei 1998.
Namun, jika menarik historik, maka GMNI Malang pada tahun sebelum sudah pernah melakukan rangkaian aksi dengan isu turunkan Soeharto. Aksi tersebut pada medio awal 1990-an. Mereka melakukan aksi mogok makan di Balai Kota sekitar 2 minggu. Sehingga, wajar jika banyak massa yang jatuh sakit dan dilarikan ke rumah sakit. “Jadi sebelum adanya 98, kami (GMNI,red) sudah pernah aksi dengan menjahit mulut,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Saat melakukan penyadaran kepada mahasiswa intra kampus, Eko secara terang-terangan jika GMNI Malang mengambil langkah untuk masuk ke organisasi teater kampus dan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM). Sehingga, dengan demikian kritik terhadap Soeharto bisa dengan lancar dibahas diinternal kampus. Bahkan buletin atau majalah kampus yang terbit tiap bulan itu diposisikan sebagai media propaganda untuk memberikan kesadaran terhadap kondisi mahasiswa masing-masing kampus.”Lingkar studi itu berlanjut hingga kita sempat membuat Forum Pers Mahasiswa Indonesia (FPMI,red) dan berlanjut menjadi Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI,red) di daerah Ketawang Gede Malang,” pungkasnya.
Baca story lain tentang liputan khusus 21 Tahun Reformasi hanya di tugumalang.id atau kumparan.com/tugumalang
Reporter : Rino Hayyu Setyo
ADVERTISEMENT
Editor : Irham Thoriq