Mengulik Lebih Jauh Boso Walikan Malang

Konten Media Partner
27 Agustus 2020 10:23 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nurenzia Yannuar. Foto: dok
zoom-in-whitePerbesar
Nurenzia Yannuar. Foto: dok
ADVERTISEMENT
MALANG – Lahir di Malang dan hidup diantara para penutur Boso Walikan, membuat Dr Nurenzia Yannuar MA, salah satu dosen jurusan Sastra Inggris Universitas Negeri Malang (UM), mengulik lebih jauh terkait struktur dan perkembangan Boso Walikan.
ADVERTISEMENT
Penelitian terkait Boso Walikan Malangan yang merupakan salah satu fenomena linguistik dan tentu khas dengan pengucapan kata yang dibalik ini, menjadi topik disertasinya saat menempuh pendidikan S3 di Universitas Leiden, Belanda.
Meskipun terkesan tidak beraturan dan hanya asal membalik kata, Boso Walikan juga memiliki pola dan struktur tersendiri. Satu pola yang paling mendominasi yaitu adanya pembalikan segmen secara total (total segment reversal).
“Memang ada juga pola yang tidak beraturan namun sekitar 95 persen data yang ditemukan di penelitian saya menggunakan pembalikan secara total," ujarnya.
"Misalnya seperti kata ‘saya’ menjadi ‘ayas’. Satu hal yang juga perlu diketahui kalau pembalikannya berdasarkan pada segi segmen yang ada di setiap kata. Oleh karena itu kata Malang kalau dibalik menjadi ‘Ngalam’ bukan ‘Gnalam’,” jelas perempuan yang akrab disapa Renzi ini.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kehadiran Boso Walikan juga tidak terlepas dari pengaruh bahasa lain dalam stukturnya untuk membalik kata seperti bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahkan bahasa Inggris.
Sejumlah kata didasarkan pada fonologi dan fonotaktik yang ada di bahasa Jawa seperti kata ‘wedok’ yang diubah menjadi ‘kode’. Hal ini dikarenakan akhiran ‘w’ dalam bahasa Jawa itu tidak diperkenankan.
"Sehingga oleh penutur Walikan bunyi ‘w’ ini dihilangkan dan diucapkan menjadi ‘kode’ begitu saja. Jadi tidak hanya semata pokoknya dibalik, tapi ada penyesuaian sesuai kaidah bahasa Jawa juga,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Renzi juga mengungkapkan temuan perkembangan dari Boso Walikan yang mulai muncul sejak tahun 1950-an ini.
Dari setiap dekadenya, Boso Walikan mengalami sejumlah perubahan fungsi sampai pada saat ini yang lebih banyak digunakan sebagai bahasa gaul dan identitas Malang.
ADVERTISEMENT
“Di sekitar tahun 50-an itu muncul sebagai bahasa yang digunakan untuk melakukan transaksi kriminal dan ini dapat dibuktikan dengan adanya sejumlah kosa kata Walikan yang mengandung pembicaraan kriminal," sebutnya.
Lalu tahun 60-70 an, mulai masuk ke kalangan anak SMA. "Sampai di tahun 80-an itu lebih banyak digunakan di kalangan klub AREMA (Arek Malang)," terangnya.
Akhirnya, di tahun 90-an hingga saat ini, Boso Walikan menjadi fenomena bahasa gaul (urban language) yang umum digunakan sebagai identitas dan bahasa komersial di nama produk atau usaha.
Fenomena Boso Walikan sebagai ragam bahasa informal dan identitas di kalangan anak muda Malang inilah yang masih terus berkembang hingga saat ini, melalui penambahan kosa katanya.
ADVERTISEMENT
Dapat dikatakan, Boso Walikan merupakan kombinasi dari urban language, reversal language, dan play language akibat dari permainan struktur kata di dalamnya.
“Secara umum dapat dikatakan kalau Boso Walikan ini muncul dari adanya sifat egaliter di kalangan masyarakat Malang. Jadi kita sudah terbiasa untuk saling menciptakan solidaritasme bahkan antar generasi melalui Boso Walikan dan tidak bisa dipungkiri budaya nongkrong di kalangan masyarakat Malang semakin menambah perkembangan kata oral di bahasa ini,” tuturnya.
Reporter: Andita Eka