Mengunjungi Ndalem Pojok, Rumah Kedua Sukarno di Kediri

Konten Media Partner
6 Juni 2019 8:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Ndalem Pojok di Kediri, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. (foto: Rino Hayyu S/Tugu Malang).
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Ndalem Pojok di Kediri, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. (foto: Rino Hayyu S/Tugu Malang).
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
TUGUMALANG.ID- Seandainya sang proklamator Republik Indonesia (RI) berumur panjang, maka ’putra sang fajar’ itu genap berumur 118 tahun pada Kamis (6/6). Ya, Presiden Republik Indonesia (RI) pertama, Sukarno, dilahirkan 6 Juni 1901 di Surabaya.
ADVERTISEMENT
Untuk mengenang secuil perjalanan kehidupan pria yang akrab disapa Bung Karno tersebut, wartawan tugumalang.id berkunjung ke Situs Ndalem Pojok di Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, beberapa hari lalu.
Rumah tersebut adalah rumah kedua Sukarno. Di tempat inilah, Sukarno diasuh oleh ayah angkatnya yang bernama Sumosewojo. Di tempat ini juga ada kisah asmara Sukarno dengan istri keduanya, Inggit Garnasih.
Kushartono, pemilik Ndalem Pojok berada di ruang tamu. (foto: Rino Hayyu S/Tugu Malang).
Ketika Soekarno ingin menikahi Inggit, awalnya sempat mendapat pertentangan dari Sukeni, ayah kandung Sukarno. Sebab, saat itu Sukarno masih beristrikan Utari yang tidak lain ialah anak H.O.S Cokroaminoto, gurunya di Peneleh, Surabaya. Namun, akhirnya ia mendapatkan restu untuk menikahi Inggit setelah bercerai dengan Utari.
Hal tersebut tidak lain ada peran Sumosewojo."Keluarga Kedirilah yang menikahkan Bung Karno dengan Bu Inggit," ucap Kushartono, pemilik Ndalem Pojok.
ADVERTISEMENT
Pria ini menuturkan jika cerita tentang Sukarno telah didengarkan sejak ia masih kecil. Sebab kakeknya, Raden Mas Sajid Sumodiharjo, merupakan kepala rumah tangga istana kepresidenan zaman Sukarno menjabat. Yang merupakan adik dari Raden Sumosewojo.
Tidak hanya memberikan pertimbangan, Sumosewojo dan rombongan keluarga Kediri yang tinggal di Ndalem Pojok, juga mengantar Bung Karno untuk menikahi Inggit di Bandung. Sebab, orang tua kandung Sukarno, yakni Sukeni dan Nyoman Ida, merasa tidak enak hati dengan Cokroaminoto.
"Kemungkinan ada rasa (tidak enak) seperti itu di keluarga Blitar (Sukeni)," imbuh Kushartanto.
Kamar massa kecil Sukarno di Ndalem Pojok, Kediri, Jawa Timur. (Foto: Rino Hayyu S/Tugu Malang)
Hal ini diperkuat juga buku karya Ramadan K.H berjudul 'Ku Antar Ke Gerbang Kemerdekaan' yang menceritakan bagaimana pernikahan dan kehidupan Inggit selama mendampingi Sukarno muda kala itu. Dalam buku tersebut, Inggit menyatakan jika pernikahannya dengan Sukarno sangat sederhana. Sebab, Inggit berasal dari keluarga biasa.
ADVERTISEMENT
"Kusno (panggilan kecil Sukarno) menggunakan baju putih dan jas beludru hitam," terang Inggit dalam buku itu.
Kushartono menambahkan, jika Inggit diantar Sajid Sumodiharjo ke Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya oleh keluarga Ndalem Pojok ketika Sukarno akan diberangkatkan ke Ende, Nusa Tenggara Timur. Kapal laut Sukarno dari Jakarta sempat berlabuh di Perak, Surabaya.
Hal ini diperkuat oleh ilustrasi gambar dalam buku 'Di Bawah Bendera Revolusi'. Ilustrasi tersebut menerangkan jika Bung Karno serta keluarga naik Kapal Van Riebeeck dari Pelabuhan Surabaya menuju tempat pembuangan Ende, Flores pada 1933.
Ada pun kondisi Ndalem Pojok sangat berbeda dengan deretan rumah di kawasan rumah sekitar. Di sana mempunyai halaman luas. Ada sebuah pohon kantil yang usianya ratusan tahun. Udara yang sejuk dan keheningan kampung membuat orang yang singgah di sana merasa nyaman.
ADVERTISEMENT
Mungkin, hal ini yang dirasakan Sukarno kecil alias Kusno. Sehingga, semasa mendapatkan perawatan dari Sumosewojo, ayah angkat Koesno pada umur 2-5 tahun, yakni sekitar tahun 1903 - 1906.
Menurut Kushartono, yang juga cucu dari Sumosewojo ini, Ndalem Pojok memiliki nuansa tempo dulu yang kental. Terdapat lampu gantung yang sudah dimodifikasi dengan dop listrik, juga banyak foto-foto BK terpajang di dinding. Di ruang tamu itu pula terdapat sebuah etalase yang memajang koleksi Bung Karno.
Beberapa koleksi itu di antaranya tongkat, tasbih, wayang, dan buku-buku yang pernah dibaca serta buku-buku tentang diri Bung Karno. Lalu rumah bagian belakang berdinding kayu, dengan atapnya yang tinggi dan jendela besar yang menjadi ciri khas rumah era abad-18. Di tempat ini juga ada sebuah kamar yang diyakini pernah ditiduri oleh Bung Karno.
ADVERTISEMENT
Reporter : Rino Hayyu S
Editor : Irham Thoriq