Menyambangi Desa Kerukunan Beragama di Malang
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
TUGUMALANG.ID- "Saya beragama Hindu,” kata Sidik Pramono (55). "Saya beragama Islam,” sahut Simbul Mujadi (60). Keduanya terlihat asyik mengobrol sambil menyulut sebatang merokok dan sesekali menyeruput secangkir kopi.
ADVERTISEMENT
Siang itu keduanya sedang beristirahat usai bekerja bakti di desa mereka tinggal, Desa Wirotaman, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Diperlukan waktu tempuh sekitar satu jam dari Kota Malang untuk mencapai desa ini.
Desa Wirotaman dinobatkan sebagai desa keberagaman oleh Polres Malang pada akhir 2017. Gelar itu diberikan lantaran ada tiga agama yang hidup di desa yang dihuni sekitar lima ribu jiwa itu, yakni 80 persen penduduk pemeluk Islam, 10 persen pemeluk Hindu, dan 10 persen pemeluk Kristen.
"Hanya di desa ini, tidak hanya orang hidup antarumat beragama yang rukun, orang mati saja rukun karena dikubur di satu makam,” kata Sidik, Rabu (3/7).
Menurut Sidik, desanya merupakan satu-satunya di Jawa Timur atau bahkan di Indonesia yang memiliki pemakaman di mana pemeluk dari berbagai agama ada di satu kompleks, tidak dipisahkan.
ADVERTISEMENT
"Kalau di tempat lain ada makam untuk muslim sendiri, makam untuk kristiani sendiri. Kalau (di desa) kita jadi satu dan berdempetan semua makamnya,” ujar Sidik.
Kemudian tugumalang.id beserta Sidik dan Simbul beranjak dari tempat istirahat itu ke pemakaman di desa tersebut. Semua yang dikatakan Sidik soal pemakaman untuk semua umat beragama ternyata benar adanya. Di pemakaman itu tidak ada pemisahan antara makam umat Islam, Kristen, dan Hindu.
Tampak makam umat Kristen dengan simbol salib bersebelahan dengan makam umat Islam dan makam umat Hindu yang memiliki lambang swastika--lambang yang disucikan dalam Hindu.
"Jadi kita memakamkan orang tidak melihat agamanya. Jadi lokasinya dicampur, tergantung orang itu mati kapan dan tempat yang tersedia di sebelah mana,” imbuh Sidik.
ADVERTISEMENT
Kerukunan antarumat beragama tidak hanya terlihat dari pemakaman, tetapi juga letak rumah ibadah. Di desa itu, jarak rumah ibadah antara Masjid Miftahul Athfal, Gereja Kristen Jawi Wetan, dan Pura Siwa Lingga hanya sekitar 50 meter.
Sidik menceritakan bahwa warga desa juga memiliki tradisi saling mengunjungi saat hari raya keagamaan masing-masing. Contohnya, saat Sidik merayakan hari raya umat Hindu, maka dia akan berkunjung ke rumah warga yang beragama Islam.
"Seratus rumah lebih saya berkunjung. Saya berkunjung ke rumah teman dan saudara yang muslim,” kata Sidik.
Sementara itu, Simbul Mujadi, mengungkapkan kerukunan antarumat beragama di Desa Wirotaman sudah ada secara turun-menurun.
"Sejak kapannya saya tidak tahu, tapi yang jelas selalu rukun di desa ini, tidak hanya dalam beragama, dalam politik juga rukun. Bayangkan, pemilihan kepala desa kemarin di sini hanya selisih satu suara, sampai dihitung tiga kali, tapi tetap saja warga rukun,” ucap Simbul.
ADVERTISEMENT
Reporter : Irham Thoriq