Nyaris Dijual Semua, Duka Rental Sepeda di Kampung Inggris Kediri Karena Pandemi

Konten Media Partner
21 Juli 2020 10:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Jalanan nama-nama bunga di Pare lengang. Tak seperti tahun-tahun biasanya, jalanan bernama aneka ragam bunga mulai dari Anyelir, Dahlia, Seuni, Asparaga, dan Aster kini sepi. Di sinilah masyarakat biasa menyebut kawasan itu dengan Kampung Inggris di Desa Tulungrejo, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. Bagaimanakah kondisi perekonomian kampung dengan ribuan kursus bahasa menghadapi pandemi COVID-19 ini?
Dwiky Kurnia Ardhani, pemilik rental sepeda Griya Rolas di Pare, Kediri.
“Pedal sepedanya berapa ini, kalau boleh saya beli,” seloroh seorang pemuda berjaket merah kepada Dwiky Kurnia Ardhani. Tak bersuara, Dwiky hanya tersenyum dan terus membenahi gir dan rantai sepeda. Sedangkan matanya mengernyit dan memelototi satu persatu bagian pada sekitar roda belakang.
ADVERTISEMENT
Peralatan pun terlihat bercecer di kanan kiri Dwiky. Mulai dari tang, gunting, engkol, obeng, hingga pompa angin. “Sudah tiga bulan nggak saya bersihkan sama sekali,” terangnya, Senin (20/7). Sesekali, ia menikmati kopi manis yang sudah disiapkannya sejak siang saat membersihkan puluhan sepedanya.
Dwiky sedang membersihkan sepedanya.
Raut wajahnya memang sedikit tegang. Entah lelah karena membersihkan sepeda atau merasakan kondisi ekonomi yang tak kunjung membaik. Selama lima tahun menjalani bisnis rental sepeda di Kampung Inggris tak pernah merasakan kondisi semiris sekarang. Ia menyadari, situasi yang sulit yang disebabkan COVID-19 telah mengganggu putaran ekonominya. Selama empat bulan, Kampung Inggris seakan menjadi kampung mati. Tak ada lagi pelajar yang cas cis cus belajar bahasa Inggris di pinggir jalan dan di warung-warung masyarakat sekitar.
Jajaran sepeda yang ada di halaman parkir rumah Dwiky.
“Bulan lalu saya sudah bertekad untuk menjual semua sepeda yang ada secara borongan,” terang bapak dua anak ini. Alasannya simpel, karena tak ada sumber penghasilan lain dari rental sepedanya. Tak hanya rental sepeda, tapi kamar kos di rumahnya pun tak lagi berpenghuni. Hanya tinggal dua pasang sepatu milik pelajar kursus di depan kamar. Kasur pun tak lagi berbaring, Dwiky menyandarkan kasurnya di tembok agar tak kotor karena penuh debu tebal yang menempel di lantai. Dwiky hanyalah satu dari ribuan masyarakat yang bersandar pada perputaran ekonomi ketika Kampung Inggris dipenuhi oleh pelajar yang ingin belajar ragam bahasa di sana. “Sempat saya sudah deal agar diborong saja sepedanya, tapi setelah saya pikir ulang, hanya beberapa saja yang dijual,” imbuh Dwiky dengan tenang.
ADVERTISEMENT
Ia masih yakin jika Kampung Inggris akan bangkit lagi setelah pandemi COVID-19. Entah kapan, keputusan pria kelahiran Bojonegoro ini akhirnya tidak jadi menjual semua sepeda. Sekitar seminggu, ia gunakan waktu luangnya untuk membersihkan sepedanya. Termasuk mengganti karet pada ban sepeda yang rusak karena berbulan tidak dipakai. “Pasti bocor, karena karetnya rusak. Kalau yang terparah ya mengganti ban dalam maupun luar,” terangnya.
Kamar kos milik Dwiky yang kosong.
Apabila ia mengambil keputusan pragmatis, sebenarnya Dwiky masih bisa mendapatkan keuntungan dari menjual sepedanya. Dikarenakan, sekarang banyak masyarakat yang sedang mencari sepeda bekas. Tren naik sepeda memang meningkat, sehingga ia kerap dikunjungi orang yang ingin membeli sepeda. Dwiky hanya menjual beberapa saja untuk memenuhi kebutuhan dapur keluarganya. Apalagi, pemilik rental sepeda Griya Rolas ini mempunyai anak yang masih berumur 6 bulan. Sehingga, membutuhkan banyak asupan gizi.
ADVERTISEMENT
Jika dibandingkan, kata Dwiky, sebelum pandemi terjadi, pemasukan bersih yang ia terima dari rental sepeda saja bisa mencapai Rp 4 juta. Belum lagi, pada musim liburan sekolah seperti Juni, Juli, dan Desember, penghasilan Dwiky dari rental sepeda itu bisa sampai Rp 6 juta tiap bulan. “Bulan-bulan waktunya liburan begini, 200 sepeda itu bisa kurang malahan. Ya dari 200-an sepeda itu ya dapatnya Rp 18 jutaan kan dihitung rata-rata mereka kursus tiga bulan,” kata Dwiky.
Dwiky sedang membersihkan kipas angin di kamar kos.
Mau bagaimana lagi, sejak 16 Maret Kampung Inggris dinonaktifkan sementara karena di Kecamatan Pare ada warga yang terkonfirmasi COVID-19. Dwiky hanya salah seorang dari ribuan warga yang menggantung dari roda perekonomian Kampung Inggris.
Budidaya madu klanceng Dwiky.
Tanaman bunga untuk menunjang budidaya madu klanceng.
Selama sebulan terakhir, selain menjual sepeda, Dwiky juga menanam tanaman berbunga untuk mencoba berbudidaya madu klanceng. Hal ini dilakukan untuk menopang pemasukan pada bulan mendatang. “Itu pun masih spekulasi ya, soalnya saya belum pernah budidaya madu seperti ini,” ungkapnya. Tak ada harapan lain, pria 30 tahun ini berharap ada solusi dari pemerintah untuk menggerakkan roda perekonomian lagi. Ia menyadari tidak hanya bisnis rental sepeda saja yang terancam gulung tikar. Tetapi seperti kuliner, laundry, kos, dan toko buku juga merasakan kondisi yang sama.
ADVERTISEMENT
Reporter: Rino Hayyu Setyo