Perhutani Akan Evaluasi Perubahan Fungsi Lahan di Hulu Sungai Brantas

Konten Media Partner
9 November 2021 18:40 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Administratur Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Malang, Candra Musi di Pos BPBD Kota Batu. Foto: Ulul Azmy
zoom-in-whitePerbesar
Administratur Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Malang, Candra Musi di Pos BPBD Kota Batu. Foto: Ulul Azmy
ADVERTISEMENT
BATU - Dugaan adanya alih fungsi lahan di hulu Sungai Brantas menjadi sorotan publik pasca banjir bandang yang melanda Kota Batu dan Kota Malang, pada Kamis (4/11/2021) lalu.
ADVERTISEMENT
Enam hari berlalu, Perum Perhutani selaku penanggung jawab hutan lindung di sana akhirnya angkat bicara.
Administratur Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Malang, Candra Musi tidak menampik terkait adanya peralihan fungsi lahan hutan lindung menjadi lahan pertanian. Namun, dia berdalih bahwa itu bukan alih fungsi hutan, namun penggarapan lahan.
Sebelum menjawab dugaan itu, dia memaparkan tiga fungsi hutan lindung sesuai Undang-undang (UU) Pengelolaan Hutan Lindung yaitu fungsi konservasi (perlindungan flora fauna), fungsi lindung (bendung alam, tanah dan iklim), dan fungsi produksi.
Nah, kata dia, fungsi produksi diperuntukan untuk diambil hasil hutannya seperti hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu (getah, rotan). Tak menutup kemungkinan juga untuk menjadi agroforestry atau ditanami buah-buahan.
ADVERTISEMENT
''Itu semua di UU dibolehkan. Jadi memang ada alih fungsi lahan, yaitu perubahan fungsi hutan dari satu fungsi ke fungsi yang lainnya," jelasnya, di Pos BPBD Kota Batu, pada Selasa (9/11/2021).
Diakui Chandra, perubahan fungsi lahan menjadi kawasan pertanian itu nyatanya harus dievaluasi ulang karena menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya banjir bandang. Di salah satu wilayah hutan lindung tersebut, memang dibuka dan ditanami tumbuhan semusim seperti sayur mayur.
''Ini menjadi PR kita untuk berkoordinasi dengan teman-teman kami, masyarakat untuk alih komoditi. Jangan dengan tanaman semusim, tapi tanaman tahunan sehingga bisa mengikat tanah agar tidak terjadi run-off,'' ujarnya.
Chandra mengungkapkan bahwa luasan lahan hutan yang dikelola Perum Perhutani ada sekitar 6 ribuan hektar. Sebanyak 2.900 hektar di antaranya berstatus hutan lindung dan 3 ribu hektarnya adalah hutan produksi.
ADVERTISEMENT
Chandra menambahkan bahwa 600 hektar di antaranya juga dimanfaatkan untuk penggarapan lahan. Dia memperkirakan ada 100 hektar yang dimanfaatkan untuk lahan pertanian, namun bukan berarti tidak ada pohon keras sama sekali,
''Nanti yang 600 hektar ini akan kita identifikasi lagi mana untuk penggarapan lahan pertanian mana yang tidak," ujarnya.
Lebih lanjut, Chandra menepis tudingan banyak pihak terkait kelalaian Perhutani menjaga hutan lindung di mana dari tahun ke tahun deforestasi semakin marak.
Sejak 2005, klaim Chandra, Perhutani tidak pernah melakukan penebangan lagi.
''Kami sadar bahwa kawasan hulu di Kota Batu harus dipertahankan karena tempatnya air. Air itu menjadi perhatian utama kami,'' ujarnya.
Peristiwa banjir bandang ini tentu menjadi pelajaran banyak pihak terkait pentingnya menjaga kawasan resapan air. Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Hikmah Bafaqih sepakat dengan hal itu, bahwa kawasan hijau harus terus diperbanyak.
Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Hikmah Bafaqih. Foto: Ulul Azmy
Terkait dalih Perum Perhutani yang mengklaim tidak melakukan alih fungsi hutan, namun penggarapan lahan ekonomis, tentunya tetap mengecewakan semua pihak.
ADVERTISEMENT
''Apapun istilahnya, mau penggarapan atau apa, tetap saja judulnya alih fungsi. Kalau berbahaya untuk ekosistem ya harus ditangani, harus dicegah,'' tegas dia.
Bafaqih ternyata sudah kali keempat menegaskan bahwa kawasan hulu di Kota Batu harus dijaga. Mengingat potensi dampak bencananya sangat besar jika pengelolanya lalai.
''Harapan kami Perhutani terbuka dan kooperatif. Ya namanya diamanati untuk menjaga hutan ya harus dijaga. Gak papa digarap, tapikan juga harus sadar ekosistem,'' tegasnya lagi.