Pesantren Center soal Penggabungan Pegadaian & PNM: Holding Oke, Akusisi Jangan

Konten Media Partner
23 Januari 2021 19:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Pesantren Center, Dr H Abdurrahman SHI MPd.
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Pesantren Center, Dr H Abdurrahman SHI MPd.
ADVERTISEMENT
MALANG - Kementerian BUMN merencanakan penggabungan 3 (tiga) BUMN melalui aksi korporasi PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk melakukan akuisisi PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) yang akan di khususkan untuk penanganan UMKM dan Ultra Mikro.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal tersebut, Direktur Pesantren Center, Dr H Abdurrahman SHI MPd, menjelaskan jika selama ini pegadaian dekat dengan warga pesantren yang rata-rata adalah masyarakat kalangan bawah.
"Kita kan memiliki pesantren center, di Kabupaten Malang saja ada 600 sekian pesantren, sedangkan yang sudah gabung di pesantren center ada 368 pesantren. Dari pesantren-pesantren ini mulai dari wali santri, santri sampai masyarakat yang tergabung dalam komunitas pesantren ini adalah dari kalangan menengah ke bawah," ujarnya saat ditemui pada Sabtu (23/01/2021). "Dan masih banyak dari mereka yang kami lihat itu terlilit hutang di rentenir.
Saat ini dengan menjamurnya pendidikan SMK yang dimiliki oleh pesantren telah membuat masyarakat yang tidak familiar dengan pesantren pun kini berbondong-bondong memondokkan anaknya karena adanya pendidikan vokasi di pesantren dengan biaya pendidikan yang lebih murah dan ada asramanya," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Pria yang juga Direktur Pascasarjana IAI Al-Qolam ini menjelaskan jika selama ini Pegadaian adalah solusi bagi masyarakat kalangan bawah.
"Saya banyak mengenal teman-teman dari Bank dan pegadaian, dan pegadaian ini adalah solusi masyarakat bawah. Dengan caranya yang merakyat, tidak begitu sulit, persyaratan yang mudah dan difahami masyarakat bawah," ujarnya.
Sementara perbankan masih sangat asing bagi masyarakat kelas bawah atau masyarakat pinggiran. Pasalnya sistemnya lebih berbelit-belit daripada pegadaian.
"Berbeda dengan perbankan, bahkan perbankan syariah yang saya kenal ingin memerangi rentenir, masih belum diterima oleh masyarakat. Karena namanya masih bank, sementara pegadaian sejak lama sudah dipakai masyarakat kalangan bawah," terangnya.
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Gus Rohman ini mengatakan jika di beberapa media yang ia baca, pemerintah ingin menerapkan holding dalam rangka sinergitas antara BRI Pegadaian dan PNM. Ia mengatakan sebelumnya tidak ada instruksi akusisi baik dari presiden atau kementrian BUMN.
ADVERTISEMENT
"Kemudian mencuat isu BRI akan mengakuisisi pegadaian, sejujurnya kami di pesantren yang tau masyarakat bawah ini khawatir jika itu benar-benar diakusisi kemudian caranya adalah cara-cara perbankan," ungkapnya.
"Dan kalau tidak ada sistem seperti pegadaian saat ini, kita khawatir rentenir akan merajalela. Karena sangat banyak wali-wali santri yang tokonya terlilit rentenir," imbuhnya.
Ia menegaskan jika rentenir ini seperti gurita, dan tidak ada yang bisa menghapus keberadaan rentenir ini sampai kapanpun. "Rentenir ini seperti gurita, karena tidak bisa kita hapus, kecuali ada kesadaran dari masyarakatnya. Terus terang saja mohon maaf, rentenir itu seringnya tetangganya sendiri, jadi mereka merasa tidak meminjam dari rentenir tapi meminjam dari tetangganya meskipun sistemnya tetap rentenir," tegasnya. Beberapa pesantren memang sudah ada yang bisa menerangi rentenir ini, namun sayangnya hanya pesantren-pesantren besar atau modern yang mampu melakukannya.
ADVERTISEMENT
"Memang ada beberapa pesantren yang sudah memiliki Baitul Maal wa Tamwil (BMT), tapi yang memiliki BMT hanya pesantren-pesantren besar/modern di Malang. Dimana kebanyakan wali santrinya adalah kalangan menengah ke atas," tuturnya.
Sebenarnya, IAI Al-Qolam sudah pernah bekerjasama dengan salah satu bank syariah untuk membuat program memerangi rentenir ini di pelosok-pelosok desa Kabupaten Malang.
"Kita sebenarnya pernah bekerja sama dengan salah satu bank syariah untuk memerangi rentenir. Waktu itu kita lakukan dalam kegiatan KKN, dan dari data memang masih banyak yang terlilit rentenir," ucapnya
"Tapi saat kita kenalkan dengan bank syariah, karena persyaratan itu rumit menurut masyarakat kalangan bawah, sedangkan pegadaian itu hampir tidak ada persyaratan. Jangankan membuka rekening di bank, mereka masuk bank saja takut," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Ia menilai jika kemungkinan masyarakat masih takut dengan title 'bank' yang dibawa. Pasalnya sebagian masyarakat belum percaya diri untuk masuk bank.
"Mungkin masyarakat kecamatan sudah mengenal bank, tapi masyarakat yang ada di daerah-daerah itu masih takut. Sejujurnya saya punya usaha tour and travel umroh, banyak jamaah saya tidak mau transfer bank, karena mereka tidak punya rekening bank, jadi datang langsung cash," jelasnya.
"Mungkin mereka takut karena bukan kelasnya, yang kedua karena memang persyaratannya yang cukup rumit, dan ada yang takut bunga kalau itu bank konvensional. Sementara pegadaian itu persyaratannya mudah, cukup bawa sesuatu dengan range harga murah masih diterima oleh pegadaian, sedangkan bank nerimanya hanya mulai motor, kalau pegadaian TV saja menerima," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Terakhir, pria berkacamata ini menjelaskan jika ia mendukung jika akan adanya holding antara BRI, Pegadaian dan PNM. Tapi tidak setuju jika akan dilakukan akusisi. "Kalau menurut saya, adalah sebuah kemajuan holding itu, karena dalam bahasa kami terkoneksi terintegrasi itu lebih efisien, efektif dan lebih banyak fungsinya. Kalau di IAI Al-Qolam itu kita bahasakan simbiosis mutualisme, itu sangat perlu menurut saya," tandasnya.
"Tapi jika caranya dengan akusisi itu sebenarnya tidak perlu untuk integrasi terkoneksi. Jadi untuk sinergi BRI, Pegadaian, PNM yang menggulirkan ultimate grow yang menjangkau UMKM. Dan masalah permodalan UMKM itu selalu kita sampaikan lewat Pegadaian. Jadi, mungkin holding saja oke tapi kalau akusisi jangan," pungkasnya. (ads)