Prihatin Perpecahan, Cendekiawan Muda Muhammadiyah Serukan Persatuan

Konten Media Partner
20 Mei 2019 15:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Para cendikiawan muda Muhammadiyah dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) saat deklarasi persatuan, Senin (20/2). (foto: Gigih Mazda/Tugu Malang).
TUGUMALANG.ID-Para akademisi muda Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mulai gerah terkait maraknya isu politik perpecahan dan pergerakan massa jelang pengumuman hasil rekapitulasi Pemilihan Umum (Pemilu), Rabu (22/5/2019).
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal itu, sedikitnya 25 Cendekiawan Muda Muhammadiyah (CMM) UMM yang terdiri dari para dosen, pengajar, dan karyawan ikut mendeklarasikan pernyataan sikap. Mereka menyampaikan keprihatinan kondisi tersebut di Pintu A UMM Dome pada Senin (20/5/2019).
Juru bicara CMM UMM Pradana Boy menyatakan, sebagai cendekiawan muda, pihaknya prihatin atas gejala politik saat ini. Mengutip presiden Sukarno, bahwa persatuan adalah sesuatu yang amat mahal dan terlalu mahal untuk dikorbankan.
"Sekali persatuan dikorbankan maka pemulihannya akan sangat lama, bisa ratusan tahun, atau justru tak bisa dipulihkan," ucap pria yang aktif menulis buku ini.
Pradana juga menyayangkan, saat ini kebenaran faktual tidak lagi merupakan kebenaran sejati. Sebaliknya, kebenaran telah digantikan dengan pembenaran atas opini, propaganda, pandangan, analisis, atau berita bohong. Tingkat kepercayaan kepada “yang dianggap benar”, dan bukan kepada “kebenaran faktual” telah menjadikan wibawa lembaga-lembaga negara yang berkompeten dalam memproduksi informasi pada bidang tertentu, menurun.
ADVERTISEMENT
"Bahkan, kini muncul kecenderungan bahwa lembaga-lembaga negara tak lagi dihormati dan bahkan dianggap sebagai bagian dari konspirasi jahat menghancurkan bangsa," terang dosen Fakultas Agama Islam tersebut.
Ia menerangkan hal itu lantaran menyinggung pihak-pihak yang meragukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 ini.
Sebagai bangsa yang berpijak teguh kepada agama, agama dan tokoh-tokoh agama diharapkan memainkan peran dalam meminimalisir konflik, ketegangan dan fragmentasi yang melanda bangsa ini.
“Sayangnya, tidak sedikit tokoh agama yang menjadi bagian dari pusaran konflik dan alih-alih menjadi kekuatan perekat, justru sering mengajak masyarakat untuk menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang tidak agamis,” imbuh Pradana.
Sementara itu, cendekiawan lainnya, Nasrullah juga menyampaikan secara gamblang bahwa salah satu tujuan deklarasi tersebut memang untuk menanggapi aksi people power 22 Mei nanti. Namun, bukan untuk menyuarakan sikap berbeda, namun menyerukan semangat persatuan.
ADVERTISEMENT
"Hari ini 20 Mei. Pesan ini salah satunya adalah merespon gejala-gejala yang mengkhawatirkan itu.
Indonesia adalah bangsa yg besar. Jangan samlai kita jadi negara maju tapi jadi terhambat oleh ini (isu pergerakan massa)," terang Nasrullah.
Ia berharap agar masyarakat tidak terhasut oleh isu people power ini dan menjaga agar bangsa Indonesia tetap bersatu.
" Ini agar 22 Mei itu tidak dijadikan momentum untuk mundur. Melainkan agar jadi momentum negara yang lebih maju," tandasnya.
Untuk diketahui, para cendekiawan muda Muhammadiyah pada deklrasi itu menyampaikan empat poin penting. Yakni, 1. Menghormati setiap proses demokrasi, memandangnya sebagai mekanisme rutin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan tidak menjadikannya sebagai pemicu fragmentasi dan konflik antar anak bangsa; 2. Mengajak para tokoh masyarakat dan pemimpin agama untuk menjadi perekat umat, penyejuk situasi dan peredam ketegangan; 3. Mendukung pemerintahan sah saat ini untuk bersikap tegas dan kuat dalam menghadapi setiap upaya memecah belah bangsa.
ADVERTISEMENT
Reporter: Gigih Mazda
Editor : Irham Thoriq