Road Show di Enam Kampung, Kepala BPIP Minta Warga Tak Inferior

TUGU MALANG ADMIN
Jernih dan Mendalam Mengabarkan Tentang Malang Raya, Partner Resmi kumparan Start Up 1001 Media Online, Email: [email protected]
Konten dari Pengguna
17 Februari 2019 19:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari TUGU MALANG ADMIN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kepala BPIP Prof Hariyono (tengah) bersama Direktur Pembudayaan BPIP Irene Camelyn Sinaga (tengah) saat berdikskusi dengan pemuda di Kampung Cempluk, Dau, Kabupaten Malang, minggu (17/2).
TUGUMALANG.ID-Enam kampung berbasis komunitas di Malang Raya menjadi tujuan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Enam kampung tersebut menjadi sasaran sosialisasi pembelajaran untuk menanamkan nilai pancasila, sekaligus menumbuhkan rasa percaya diri masyarakat kampung terhadap modernitas.
ADVERTISEMENT
Enam kampung yang dikunjungi Plt Kepala BPIB Prof Dr Hariyono MPd itu adalah Kampung Budaya Polowijen (Kota Malang), Kampung Tunggul Wulung (Kota Malang), Kampung Cempluk (Kabupaten Malang), Kampung Tani (Batu), Kampung Jabung (Kabupaten Malang), dan Kampung Dilem Gondowangi (Kabupaten Malang). Kunjungan dilakukan minggu (17/2/2019) dan senin (18/2/2019).
"Kami ingin belajar dan menggali praktek Pancasila dari teman-teman komunitas kampung di Malang Raya," ucap Plt Kepala BPIP Prof Hariyono. Ia menjelaskan bahwa hal itu dilakukan oleh pihaknya untuk menumbuhkan kerja sama dan gotong royong di masyarakat serta membentengi warga masyarakat dari budaya luar yang dianggap negatif.
"Seringkali masyarakat kampung itu minder. Seperti kehilangan kepercayaan diri, atau inferior dari masyarakat lain atau budaya lain. Padahal budaya mereka sendiri tidak kalah dengan masyarakat lain," terang mantan Wakil Rektor Universitas Negeri Malang (UM) itu.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, dengan kunjungan serta diskusi ke kampung-kampung percontohan di Malang seperti Kampung Budaya Polowijen atau Kampung Cempluk itu bisa menumbuhkan rasa percaya diri tersebut.
"Dengan menggali budaya ini, maka bangkitkan dan rawat budaya yang ada. Ternyata tidak kalah dengan budaya asing," terangnya.
Tak hanya itu, dengan menumbuhkan nilai Pancasila seperti gotong royong di kampung-kampung, menurutnya hal itu bisa dijadikan pelindung ketika budaya asing atau budaya yang negatif akan masuk ke suatu daerah tersebut.
"Jadi saya ingin kampung ini menjadi benteng budaya asing. Misalnya budaya atau gerakan radikal. Atau bahkan peredaran narkotika tidak bisa masuk oleh karena itu budaya kampung itu bisa menciptakan relasi yang kuat. Jika itu bisa bersatu, rukun, dan damai, maka nilai Pancasila itu bisa diterapkan," beber pria asal Turen, Kabupaten Malang yang kini berdinas di Jakarta tersebut.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, salah satu anggota karang taruna asal Kampung Cempluk, Dau, Kabupaten Malang, Redy Eko Prastyo juga menanggapi kegiatan itu dengan positif. "Tentu harapan tidak hanya tentang berperilaku, tetapi ber-Pancasila itu bisa menumbuhkan empati terhadap ruang kampungnya juga. Bahwa empati ini tidak terhadap manusia saja, tetapi juga lingkungan, atau alamnya," terang Redy.
Reporter: Gigih Mazda
Editor : Irham Thoriq