Sejarah Muhammadiyah Masuk Malang: Berawal dari Sang Kiai Berdagang Batik

Konten Media Partner
5 Mei 2020 16:22 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
KH Ahmad Dahlan. Foto: dokumen.
zoom-in-whitePerbesar
KH Ahmad Dahlan. Foto: dokumen.
ADVERTISEMENT
Menyalakan surya di timur. Begitulah kira-kira perjalanan sang kiai pendiri salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah. Organisasi dengan lambang matahari ini berusaha ini menerangi peradaban yang berada di timur episentrum Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Jejak langkah pendiri Muhammadiyah, Kiai Ahmad Dahlan pun terekam di Malang. Cerita tentang kedatangan Kiai Dahlan ini menjadi pertanda lahirnya gerakan Muhammadiyah di Malang. Tepatnya di Kepanjen dan Sumberpucung, Kabupaten Malang.
Tim tugumalang.id partner kumparan.com berhasil mewawancarai cucu Kiai Ahmad Dahlan, yakni Widiyastuti. Dia sekaligus menjadi wakil ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Menurutnya, 2018 lalu tim MPI telah melakukan penelusuran tentang jejak sang kiai di Kepanjen dan Sumberpucung. Widiyastuti menerangkan jika perjalanan kakeknya ke Malang itu bermula untuk berdagang batik dan sarung. Namun, berjalannya waktu Kiai Dahlan pun melakukan berdakwah tentang Islam dan gerakan Muhammadiyah dari Yogyakarta.
Kebetulan, jalur kereta api dari Yogyakarta ke Malang berhenti di Sumberpucung lalu Kepanjen.“Sebenarnya Pucung waktu itu bukan tujuan utama wilayah dakwah beliau. Aktivitas beliau di sana awalnya lebih dikarenakan pola perjalanan kereta waktu itu. Kadangkala berhenti menginap di sana untuk berbagai alasan, bisa karena bahan bakar atau menunggu penumpang,” ungkap Widiyastuti yang banyak tinggal di Jakarta dan Yogyakarta, belum lama ini.
ADVERTISEMENT
Stasiun Sumberpucung. Foto: dokumen.
Tibalah suatu malam, Kiai Dahlan menunggu kereta api berhenti di sana dan tak kunjung datang. Terpaksa beliau mencari penginapan dan dipertemukan dengan kepala stasiun bernama Aspari untuk dipersilakan menginap di rumah dinas.
Selain itu, Kiai Ahmad Dahlan juga didukung oleh kedatangan anak muda Muhammadiyah asal Yogyakarta yang menetap di Sumberpucung.
Bagi warga Yogyakarta, organisasi ini sudah tidak asing lagi. Karena Kiai Ahmad Dahlan sudah mendirikannya sejak 1912, sedangkan Kiai masuk di Sumberpucung pada 1921.
“Ada keluarga yang aslinya dari Klaten, mungkin karena ikatan pernikahan, menetap di Pucung kemudian mengembangkan Muhammadiyah,” ujar Riswinarno. Berdasar hasil penelusuran itu, Widiyastuti dan Riswinarno melihat bahwa masuknya Muhammadiyah ke Jawa Timur ialah melalui jalur kereta api.
ADVERTISEMENT
Tak sampai di situ, sebuah dokumen hasil riset Khozin, akademisi Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menemukan bahwa Tanggal 24 September 1926 ditetapkan sebagai hari jadi Muhammadiyah di Malang bersamaan dengan berdirinya Daerah Muhammadiyah Malang, meskipun jauh sebelum itu di Kepanjen tepatnya tahun 1921 telah berdiri Cabang Muhammadiyah, disusul kemudian tahun 1922 berdiri Muhammadiyah Cabang Sumber Pucung. “Memang ada 2 waktu tersebut, Jadi awalnya 1921 Kiai Dahlan ke Kepanjen dan menjadi cikal cabang Muhammadiyah Kepanjen,” ungkap Khozin.
Menurutnya, ada beberapa tokoh yang memiliki jaringan langsung atau pernah berinteraksi langsung dengan Kiai Dahlan, dari Kepanjen. Ia menyebutkan nama Saerodji, seorang konon pedagang batik yang berkawan baik dengan Kiai Dahlan. Ada Haji Ahwan dan Haji Sidik, mereka bersama-sama beberapa pendukung lainnya merintis pendirian Cabang Muhammadiyah di Kepanjen.
ADVERTISEMENT
Sedangkan di Sumberpucung ada tokoh Aspari yakni seorang Kepala Stasiun KA Sumber Pucung yang juga pernah berinteraksi langsung dengan Kiai Dahlan. “Ketika hendak perjalanan pulang, Kiai Dahlan konon sempat menginap di rumah dinas Pak Aspari itu, sehingga terjalin ukhuwah antara mereka,” tandas Khozin yang juga penulis buku Sufisme Tanpa Tarekat.