Temui Komisi X DPR RI, Pejuang Dikmas Tuntut Revisi Perpres

Konten Media Partner
8 Januari 2020 21:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana ujian Paket C dari peserta PKBM Dwija Kabupaten Tulungagung.
zoom-in-whitePerbesar
Suasana ujian Paket C dari peserta PKBM Dwija Kabupaten Tulungagung.
ADVERTISEMENT
TUGUMALANG.ID- Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2019 tentang struktur organisasi Kemendikbud menjadi polemik berkepanjangan. Hal ini dikarenakan dileburnya Ditjen PAUD DIKMAS dengan Ditjen Dikdasmen menjadi Ditjen PAUD DIKDASMEN.
ADVERTISEMENT
Arus penolakan tentang Perpres 82/2019 dari massa aksi pegiat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Nonformal Indonesia ini ditanggapi oleh perwakilan Komisi X DPR RI. Mulanya, massa menuju ke kantor Kemendikbud, namun mereka memutuskan berpindah ke DPR RI karena Mendikbud Nadiem Makarim tidak bisa menemui perwakilan massa.
Aksi dari pegiat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Nonformal di kantor Kemendikbud, Rabu (8/1) siang.
Zainuddin Maliki, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PAN menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, selama tiga jam Zainudien turut mendengar keluhan dari Forum Mitra Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Nonformal se-Indonesia. “ Saya kira ini harus segera ditanggapi serius oleh Pak Nadiem,” terang Zainuddin ketika dikonfirmasi tugumalang.id partner resmi kumparan.com.
Ia menerangkan perombakan nomenklatur yang ada dalam Perpres itu bertentangan dengan UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Mengapa demikian? Mendapatkan pertanyaan tersebut, Zainudien menjelaskan nomenklatur baru itu tidak mengcover pendidikan masyarakat atau pendidikan nonformal. Padahal, jalur pendidikan nonformal ini merupakan amanat UU Sisdiknas. Sehingga, harus ada ditjen khusus yang mewadahi jalur pendidikan nonformal.
ADVERTISEMENT
Ia mengingatkan jika Mendikbud Nadiem jangan kebat kliwat. Ia menerangkan jangan hanya ingin cepat buat peraturan tapi tidak cermat. Bahkan, Zainuddin juga menanyakan landasan apa yang dibuat Nadiem dalam Perpres 82/2019 itu.
Bergantinya nomenklatur itu, kata Zainuddin, bisa dimaknai bahwa Mendikbud telah menafikan peranan pendidikan nonformal yang selama ini berjalan. Padahal, pendidikan nonformal ialah cermin partisipasi masyarakat dalam pendidikan nasional. “Memang penyuluhan, lalu kursus atau program kemasyarakatan seperti ibu hamil bisa masuk sekolah?” ungkap mantan Rektor Universitas Muhammdiyah Surabaya ini. Terakhir, ia menegaskan bahwa Nadiem belum cermat dalam melihat permasalahan pendidikan di Indonesia. Karena, salah satu prinsip yang dipegang pegiat pendidikan nonformal atau masyarakat ialah kesukarelaan. “Kan Mendikbud itu sedang mengampanyekan tentang budaya diskusi, tapi ketika diajak diskusi massa malaha tidak menemui. Mereka sukarela lho menyelenggarakan pendidikan masyarakat itu, lha sekarang rumahnya yang menaunginya hilang,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Kegiatan warga belajar di PKBM Ngupoyo Ilmu Kabupaten Banyuwangi.
Di sisi lain, Ketua Forum Komunikasi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (FKPKBM) Jawa Timur Sooko menjelaskan jika ia bersama pegiat pendidikan nonformal juga ikut ke Jakarta. Ia menerangkan jika aksi penolakan ini menuntut agar penyelenggara pendidikan nonformal mempunyai ditjen sendiri. Ia merasa khawatir jika program belajar pendidikan nonformal harus mengikuti ritme pendidikan formal. Hal ini pernah dirasakan pada 2011 – 2014. Sooko mencontohkan dalam tiga tahun itu harus mengikuti kurikulum seperti sekolah formal, sehingga program belajar pendidikan nonformal malah sangat kaku. “Nggak ada fleksibilitas, jadi semua kaku karena kurikulumnya kan ikut KTSP,” terang pria asal Kediri ini.
Selain itu, akademisi Pendidikan Nonformal Prof. Dr. Yoyon Suryono menerangkan jika pihaknya sudah berkomunikasi dengan Plt. Dirjen PAUD DIKDASMEN Ir. Harris Iskandar, Ph.D pada Senin (6/1) lalu. Menurutnya, Akademisi menginginkan adanya revisi ditjen yang menaungi pendidikan nonformal. Dengan demikian bisa tempat bernaung para pegiat pendidikan nonformal yang sudah melaksanakan kegiatan belajar di masyarakat. “Kami sampaikan mungkin revisinya bisa menjadi Ditjen Vokasi dan PNF,” pungkas Yoyon.
ADVERTISEMENT
Editor : Rino Hayyu Setyo