Menengok Perjuangan Membawa Batik ke Panggung Dunia

29 September 2017 8:28 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bambang Sumardiyono, master batik Indonesia. (Foto: Ulfa/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bambang Sumardiyono, master batik Indonesia. (Foto: Ulfa/kumparan)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam dunia perbatikan, nama Raden Bambang Sumardiyono sudah tak asing lagi. Dia adalah satu dari dua master penguji batik, pemilik Rumah Batik Nakula Sadewa di Sleman Yogyakarta, sekaligus orang yang tak lelah mengenalkan batik ke dunia internasional.
Bambang mulai berjuang mengenalkan batik ke penjuru ibu pertiwi sejak 1994. Saat itu belum banyak pengusaha batik atau pengajar batik, dan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sama sekali belum melirik batik.
Meski demikian, kecintaan Bambang pada batik membuatnya dengan sabar menyebarkan virus batik dari kota ke kota, hingga tahun 2001 ia mulai beranjak ke kancah internasional.
Dari memulai debutnya di Jeddah hingga hari ini, Bambang telah memperkenalkan batik ke 32 negara di berbagai benua. Sebut saja Amerika, Kanada, Brasil, Latvia, Belanda, Prancis, Suriname, Jerman, Turki, Dubai, Yaman, Arab, Jepang, dan deretan negara lain.
ADVERTISEMENT
“Yang mana yang paling berkesan?” tanya kami, dua wartawan kumparan--Ulfa Rahayu dan Amanaturrosyidah--saat menyambangi kediamannya di Sleman, DIY, Kamis (14/9).
“Banyak,” jawab Bambang dengan logat khas Jawa.
Mengenalkan Batik di Latvia (Foto: Dokumen Nakulo Sadewo)
zoom-in-whitePerbesar
Mengenalkan Batik di Latvia (Foto: Dokumen Nakulo Sadewo)
Sambil mengobrol santai ditemani teh hangat dan emping oleh-oleh dari siswanya di Solo, Bambang berbagi kisah perjalanannya membawa batik ke kancah internasional.
“Saya terus terang senang membawa batik ke luar negeri. Merasa manteplah, karena perhatian (dunia) cukup besar. Saya paling suka (sambutan) di Latvia dan Jepang,” kata Bambang.
Khususnya di Jepang, selain antusiasme yang besar, pasar pun cukup bagus. Saat ini pesanan batik dari pasar di Jepang mampu menghasilkan omzet hingga 200 juta per bulan. Batiknya juga bukan batik biasa, tapi batik di atas kain kimono.
ADVERTISEMENT
Bambang Pameran Batik di Jepang (Foto: Dokumen Nakula Sadewa)
zoom-in-whitePerbesar
Bambang Pameran Batik di Jepang (Foto: Dokumen Nakula Sadewa)
Kesuksesan batik di pasar Jepang sesungguhnya diawali dengan cerita yang sedikit pahit. Awalnya pada tahun 1989, ada orang Jepang datang ke Keraton Yogya, ingin membatikkan kimono.
“Lalu oleh Gusti Pembayun (GKR Mangkubumi) diserahkan ke saya. Gusti Pembayun bilang, ‘Pak Bambang, ini tolong dibatik,’” ujar Bambang menirukan ucapan putri pertama Sri Sultan Hamengkubuwono X itu.
Bambang lantas bertanya kain itu ingin dibatik seperti apa, karena si orang Jepang tidak memberikan detail dan desain pesanan yang diinginkan. Namun GKR Mangkubumi hanya berkata, “Ya dibatik saja.”
Bambang, pria asal Yogya itu, menuruti permintaan sang putri keraton, membawa 15 kain kimono milik orang Jepang tersebut dan mulai membatik di atasnya.
Sepenuh hati Bambang mendesain kain itu dengan motif dan warna khas Jawa. Dia mengerjakannya dengan hati-hati dan penuh ketelitian. Setiap detail motif pun diperhatikan.
ADVERTISEMENT
“Pokoknya saya membatik kain itu dengan penuh kebanggaan dan harapan,” kenang Bambang.
Proses Menembok Batik di Nakulo Sadewo (Foto: Ulfa/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Proses Menembok Batik di Nakulo Sadewo (Foto: Ulfa/kumparan)
Setelah 15 kain kimono itu selesai dibatik, datanglah si orang Jepang untuk mengambil pesanannya. Namun saat melihat hasil karya Bambang, si pemesan mengeluarkan reaksi yang tak disangka-sangka.
“Wuaah, dia marah besar,” tutur Bambang penuh emosi, seakan hari itu masih jelas terukir di benaknya.
Batik yang didesain Bambang sangat jauh dari yang diharapkan pemesan. Motifnya yang besar-besar dan warna Jawa yang gelap dan terkesan tua tidak sesuai dengan pasar Jepang.
“Tidak laku” katanya.
Betapa tidak, kimono Jepang terkenal dengan warna yang cerah-cerah. Terlebih kimono yang dibatik Bambang adalah kimono musim panas atau yukata--jenis yang dibuat dari kain katun tipis tanpa pelapis.
ADVERTISEMENT
Berikutnya, orang Jepang yang marah itu memberi tahu bahwa satu lembar kain kimononya berharga Rp 50 Juta, dan jika dikalikan 15 total mencapai Rp 750 juta.
Rasa ketakutan sontak menyelimuti Bambang. “Bagaimana saya mengganti rugi sebesar itu?” ujarnya.
Perasaan kecewa yang teramat besar bahkan membuat Bambang tak kuasa menahan tangis. “Karena saya punya impian di situ,” kata dia.
Syukurlah pada akhirnya Bambang tak perlu mengganti rugi, karena dari awal memang tidak ada kesepakatan kimono itu harus dibatik seperti apa.
Satu kegagalan itu tak membuat Bambang menyerah. Ia malah ikut ikut ke Jepang untuk mempelajari jenis warna dan motif yang disukai orang-orang Jepang. Hingga berhasil memadukan warna dan motif Jepang dengan batik Jawa.
ADVERTISEMENT
Kimono Batik (Foto: Dokumen Nakula Sadewa)
zoom-in-whitePerbesar
Kimono Batik (Foto: Dokumen Nakula Sadewa)
Sebagai pecinta batik yang membawa misi mengenalkan batik ke seluruh dunia, Bambang harus selalu siap kapanpun dibutuhkan. Ini termasuk saat dia mesti pergi ke Yaman di pengujung 2009.
Padahal, Yaman saat itu sedang dilanda konflik dan perang saudara. Tapi Bambang didampingi istri sekaligus desainernya, Cicik Sumardiyono, terbang ke sana untuk fashion show, workshop, dan demo tentang cara membuat batik.
Rangkaian acara itu dihadiri duta besar dari berbagai negara, dan Bambang serta istri dijemput tim bersenjata lengkap di Sanaa, ibu kota Yaman.
“Ini sedang ada perang, aman atau tidak?” kata Bambang, berbicara dalam hati dengan dirinya sendiri, bingung melihat tentara bersenjata ada di tiap sudut kota.
Apa boleh buat, tugas tak bisa diabaikan. Meski cemas, Bambang tetap melanjutkan misinya terlepas dari kekacauan yang melanda Sanaa.
Mengenalkan Batik di Yaman (Foto: Dokumen Nakula Sadewa)
zoom-in-whitePerbesar
Mengenalkan Batik di Yaman (Foto: Dokumen Nakula Sadewa)
Bambang berani mengambil risiko demi memperluas pamor batik di dunia. Bahkan setelah batik mendapatkan pengakuan dari UNESCO, ia makin merasa wajib menyebar pengetahuan tentang batik ke penjuru Bumi.
ADVERTISEMENT
Bukan karena takut batik dicuri oleh negara lain, tapi untuk mengajak orang menghargai setiap proses seni dalam selembar kain batik.
Infografis Alat-alat Batik (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Infografis Alat-alat Batik (Foto: Bagus Permadi/kumparan)