Merealisasikan Kemiskinan Ekstrem Nihil di 2024

Uliyah Marzuki
ASN Kementerian Pertanian
Konten dari Pengguna
21 April 2022 13:15 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Uliyah Marzuki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Seorang bermain di perkampungan kumuh, Kampung Bengek di Jakarta Utara.  Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Seorang bermain di perkampungan kumuh, Kampung Bengek di Jakarta Utara. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Mas mau minta tolong. Saya punya TV 14 inci, bisa nggak ya dituker dengan beras? Berapa aja, Mas, yang penting anak-istri saya bisa makan," tulis sang driver ojol. Ojol tersebut juga curhat tentang usahanya menjual televisi miliknya di beberapa orang namun tak kunjung terjual.
ADVERTISEMENT
"Saya sudah jual ke mana-mana enggak laku juga. Minta tolong ya, Mas. Saya sudah beberapa hari ini ngojek enggak dapet orderan. Sepi bener," lanjutnya.
Kutipan cerita pilu abang ojol kerap sampai ke telinga kita. Terlebih lagi sejak wabah Covid-19 melanda negara kita. Ya, sudah hampir tiga tahun Indonesia mengalami masa pandemi Covid-19. Tingkat penularan dan kematian yang cepat memaksa pemerintah melakukan pembatasan pergerakan masyarakat (PPKM). Kebijakan tersebut berdampak langsung pada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Perekonomian secara umum mengalami stagnansi. Banyak perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran.
Data Kementerian Tenaga Kerja RI tercatat hingga 2.8 juta korban PHK di era pandemi Covid-19. Bahkan Menkeu Sri Mulyani menyatakan ada 5 juta lebih pekerja ter-PHK. Kadin lebih besar lagi yakni 15 juta orang yang ter-PHK di Indonesia. Sejumlah perusahaan membuat berbagai kebijakan untuk mempertahankan bisnisnya
ADVERTISEMENT
Seperti mimpi di siang bolong mungkin itu yang dirasakan korban PHK. Siap tidak siap kenyataan pahit harus diterima. Uang pesangon hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari untuk sementara waktu.
Sebagian mencoba melamar kerja kembali, namun justru perusahaan yang dituju sedang melakukan pengurangan pegawai. Alhasil, pekerjaan serabutan, kuli atau pengendara ojek online menjadi pilihan yang paling memungkinkan. Tentu saja pendapatan yang didapatkan tidak lagi sebesar penghasilan sebagai pegawai.
Semakin terhimpit, kesulitan ditambah lagi dengan naiknya harga kebutuhan bahan pokok. Tentu saja penghasilan semakin tidak seimbang dengan pengeluaran. Kondisi ini akhirnya membuat mereka yang kurang beruntung berada pada posisi di bawah garis kemiskinan.
Maret 2021 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data kemiskinan, di mana jumlah penduduk miskin secara umum Indonesia adalah 9,17 persen atau 26,5 juta jiwa. Bahkan sebagian berada pada kategori kemiskinan ekstrem Indonesia adalah 4 persen atau sekitar 10,86 juta jiwa.
ADVERTISEMENT
Kemiskinan ekstrem merupakan kondisi di mana kesejahteraan masyarakat berada di bawah garis kemiskinan ekstrem setara dengan USD 1.9 PPP (purchasing power parity). Pada kondisi ini masyarakat di bawah garis kemiskinan ekstrem tidak mampu memenuhi kebutuhan primernya, seperti makanan, air bersih, pakaian, dan tempat tinggal.
Masih berdasarkan sumber data yang sama, BPS menjelaskan bahwa sebaran penduduk miskin sebagian besar terdapat di daerah perdesaan sebanyak 14,64 juta orang atau sekitar 12,53 persen dan di perkotaan sebanyak 11, 86 juta orang atau 7,60 persen. Penduduk miskin tersebar di semua pulau di Indonesia dengan konsentrasi terbesar terdapat di Pulau Jawa yang juga merupakan pulau terpadat di Indonesia.
Upaya Kemiskinan Ekstrem Nihil di Tahun 2024
ADVERTISEMENT
Tentu saja fokus pemerintah tidak hanya pada satu pulau, tetapi program pengentasan kemiskinan akan dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia.
Sebagai langkah awal pemerintah membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang diketuai langsung oleh Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin. Anggota TNP2K sendiri terdiri dari Kementerian dan Lembaga serta Pemerintah Daerah. Program yang akan digulirkan bertujuan menurunkan beban pengeluaran rumah tangga miskin dan meningkatkan produktivitas masyarakat miskin.
Program primadona yang erat dengan masyarakat miskin adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT). Namun kucuran dana BLT dianggap tidak efektif dan hanya mampu mengangkat si miskin ke atas garis kemiskinan sementara waktu. Jumlahnya hanya dapat memenuhi kebutuhan beberapa hari saja. Pun untuk modal usaha tidak cukup.
ADVERTISEMENT
Dibutuhkan kreativitas dari pemerintah daerah untuk menyesuaikan program pengentasan kemiskinan dengan kondisi daerahnya masing-masing. Seperti Jakarta yang memiliki beberapa program untuk mengangkat derajat hidup masyarakat miskinnya. Beberapa program kemiskinan yang digagas oleh Pemda DKI antara lain:
Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus, Pangan Murah, Program Pemberian Beras Sejahtera (RASTRA), program bantuan untuk lansia dan penyandang disabilitas seperti Asistensi Sosial untuk Usia Lanjut (Aslut).
Lain DKI Jakarta lain pula dengan Jawa Barat. Pemda Jawa Barat juga mempunyai program unggulan yaitu perbaikan rumah tidak layak huni (rutilahu). Sementara dari aspek pemberdayaan masyarakat miskin, Rp 50 miliar di 2019 dialokasikan dalam rangka peningkatan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam pembangunan penguatan akses permodalan dan sinkronisasi penanggulangan kemiskinan.
ADVERTISEMENT
Ada program yang berhasil, ada pula yang mandul dan tidak berdaya guna. Di masa sulit dan perekonomian Indonesia sedang terpuruk, dituntut program yang tidak menghabiskan dana besar namun ada hasil yang dicapai. Terlebih kinerja TNP2K, Kementerian/Lembaga dan Pemda juga dibatasi oleh waktu. Kurang lebih 2 tahun lagi tujuan harus tercapai, yaitu kemiskinan ekstrem nihil di seluruh wilayah Indonesia.
Tantangan besar tadi harus disikapi dengan optimisme yang tinggi dan menyusun strategi agar program-program yang direncanakan dapat berjalan efektif dan efisien. Beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain: pertama, menyamakan persepsi terkait kemiskinan ekstrem, sehingga jelas penduduk miskin mana yang akan disasar sebagai prioritas pertama dan di mana lokasinya.
Kedua, melakukan pemetaan program/kegiatan penanggulangan kemiskinan baik yang bersumber dari APBN maupun dari APBD. Ketiga, saling bersinergi dan bekerja sama antara TNP2K, Kementerian dan Lembaga terkait untuk mencapai tujuan yang sama.
ADVERTISEMENT
Jika ketiga hal tersebut dilaksanakan dengan saling mendukung penuh satu dengan yang lainnya, maka apa yang menjadi ditargetkan Pemerintah dapat tercapai yaitu kemiskinan ekstrem nihil di seluruh wilayah Indonesia. Setelah kemiskinan ekstrem nihil diharapkan kemiskinan rentan juga mampu teratasi, sehingga pada akhirnya Indonesia dapat memulai pembangunan di segala bidang dalam kondisi sosial ekonomi yang kondusif.