OTT, Penegakan Hukum yang Nyata atau Semu?

Konten dari Pengguna
19 Oktober 2017 18:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Usurna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Korupsi (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Korupsi (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Pada bulan September 2017, sekurangnya KPK telah melakukan 4 kali operasi tangkap tangan terhadap pihak-pihak yang diduga memberikan atau menerima suap. Pemberi suap kebanyakan adalah kelompok pengusaha yang sedang mengurus kepentingan bisnisnya yang mau tidak mau harus berhubungan dengan birokrat pemegang otoritas perijinan. Sedangkan pihak penerima tentunya pihak birokrat baik langsung maupun melalui jaringa dibawahnya.
ADVERTISEMENT
Sebagai pihak pemberi suap atau pemberi gratifikasi, sebenarnya juga masih debatable apakah bisa disebut sebagai pemberi suap atau dengan terpaksa harus memberikan sesuatu kepada pemangku kekuasaan sehingga proses bisnisnya yang dimuali dengan urusan perijinan bisa lancar dengan kata lain pihak pengusaha adalah korban pemerasan (dengan cara halus) oleh pemangku otoritas kekuasaan yang salah satu kewenangannya adalah masalah perijinan. Namun, tulisan ini tidak sedang membahas delik tentang pemberi suap atau korban pemerasan. Tulisan ini mencoba membedah tindakan OTT yang sedang menjadi idola penyidik KPK dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak pidana Korupsi.
Sebagai bagian dari CJS (Criminal Justice System) seorang penyelidik (biasanya juga menjadi penyidik) harus selalu berpedoman bahwa dalam tindak pidana korupsi yang menjadi korban adalah rakyat yang dalam hal ini diwakili oleh negara dengan segala perangkatnya.
ADVERTISEMENT
Rakyat sudah memberikan mandatnya melalui pemilu untuk memilih wakil-wakilnya di parlemen dan presiden sebagai manager tertinggi di negara.
Bukan hanya memilih wakil dan presidennya, tetapi rakyat juga menitipkan sebagian gajinya dan hasil usahanya kepada pemerintahan yang dipilih oleh rakyat untuk modal menjalankan negara baik dalam bentuk pajak maupun pungutan lain sesuai dengan aturan yang telah dibuat dan disepakati.
Uang rakyat yang dikumpulkan dan dititipkan kepada negara melalui pemerintahan yang sah karena dipilih oleh rakyat, akan diolah sedemikian rupa oleh pemerintah untuk dikembalikan kepada rakyat lagi dalam berbagai bentuk, misalnya sarana dan prasarana umum, membangun sekolah, memberikan pelayanan jasa kepada rakyat melalui pegawai-pegawai pemerintah yang digaji dengan uang rakyat dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Untuk itulah seorang penyidik tindak pidana korupsi harusnya memposisikan diri sebagai pelayan rakyat dibidang jasa yaitu jasa bertempur melawan maling-maling uang rakyat dengan salah satu tujuannya (malah menurut saya, harus menjadi tujuan utamanya) mengembalikan uang rakyat yang dicuri atau dirampok oleh para pelaku tindak pidana korupsi.
Pemberantasan korupsi tidak hanya terletak pada upaya pencegahan maupun pemidanaan para koruptor saja, tetapi juga meliputi tindakan yang dapat mengembalikan ‘kerugian’ keuangan negara akibat dari kejahatan extraordinary tersebut.
Dalam memberantas aktivitas ilegal, masyarakat anti korupsi internasional telah mengembangkan berbagai perangkat, instrumen, peraturan, dan strategi yang menargetkan korupsi, pencucian uang, dan praktik-praktik ilegal di kalangan gatekeeper.
Dewasa ini pemberantasan korupsi difokuskan kepada tiga isu pokok, yaitu pencegahan, pemberantasan, dan pengembalian aset hasil korupsi (asset recovery).
ADVERTISEMENT
Sejalan dengan itu, Undang - Undang Nomor  7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC/Konvensi Anti Korupsi) telah membuat terobosan besar mengenai pengembalian aset kekayaan negara yang telah dikorupsi, meliputi sistem pencegahan dan deteksi hasil tindak pidana korupsi; sistem pengembalian aset secara langsung; sistem pengembalian asset secara tidak langsung dan kerjasama internasional untuk tujuan penyitaan.
Pada kasus Indonesia, konstruksi sistem hukum pidana masih bertujuan untuk mengungkap tindak pidana yang terjadi, menemukan pelakunya serta menghukum pelaku tindak pidana dengan sanksi pidana, terutama ”pidana badan” baik pidana penjara maupun pidana kurungan. Sementara itu, isu pengembangan hukum dalam lingkup internasional seperti masalah penyitaan dan perampasan hasil tindak pidana dan instrumen tindak pidana belum menjadi bagian penting di dalam sistem hukum pidana di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, upaya pengembalian aset negara “yang dicuri” (stolen asset recovery) dari hasil tindak pidana korupsi sangatlah tidak mudah untuk dilakukan. Para pelaku tindak pidana korupsi memiliki akses yang cukup luas dan sulit dijangkau dalam menyimpan maupun melakukan pencucian uang (money laundering).
Kembali pada kegemaran penyidik KPK melakukan OTT, mari membuat jawaban masing-masing atas pertanyaan pada judul di atas, OTT, penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang nyata atau semu?