Hangat Rindu

Umar Nursalim
Saya seorang mahasiswa jurnalistik dari Politeknik Negeri Jakarta semester 4
Konten dari Pengguna
14 Juni 2024 16:03 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Umar Nursalim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ibu dan anak perempuan. Foto: Urbanscape/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu dan anak perempuan. Foto: Urbanscape/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada hari Minggu, 7 April 2024, tepat saat adzan Ashar berkumandang, kamu tiba di Kota Depok, tempat yang biasa kamu sebut rumah. Perjalananmu cukup jauh, sudah lama kamu pergi, namun keluargamu tetap merasa dekat karena rindu.
ADVERTISEMENT
Dengan tubuh pendek dan sedikit berisi yang siap dipeluk anak-anakmu, kamu memancarkan senyum di wajahmu. Sehangat pelukan rindu, kamu berkata lirih, hangatnya matahari sore itu lebih hangat dari biasanya.
Selesai berpelukan, sambil menahan lapar dan menunggu maghrib, kamu bercerita tentang "kamu" di halaman rumah yang tak terlalu luas. Cerita panjang itu didengarkan keluargamu. Dengan semangat kamu bercerita, lapar dan haus pun tak terasa, hari itu menjadi pelampiasan rindu.
Setelah mendengar ceritamu, anak-anakmu masuk ke kamarnya masing-masing, sementara kamu menyiapkan menu untuk berbuka. Tak lama adzan maghrib berkumandang, kamu memanggil anak-anakmu yang sedang asyik dengan gawai. Suasana ini, kamu rasakan kembali setelah hampir satu bulan tak bertemu keluarga. Sekali lagi kamu merasa hari itu lebih hangat dari biasanya, kini ditemani gorengan hangat dan secangkir teh.
ADVERTISEMENT
Sejak awal Ramadan kamu pergi meninggalkan keluargamu pada 11 Maret 2024 untuk merantau ke Kota Serang mencari nafkah. Meninggalkan anak-anak di bulan Ramadan berat bagimu, khawatir mereka tak berpuasa dan suamimu kurang baik mengurus mereka. Namun, rencana sudah bulat dan suamimu sudah meyakinkanmu. Di Serang, kamu menjadi juru masak, atau "chef" seperti kamu bercanda, membantu kakakmu yang sakit dan keluarganya.
Ramadan di Serang tak seburuk yang dipikirkan, banyak makanan enak meski tetap memikirkan anak-anak. Rindumu pada keluarga membuatmu selalu berpikir tentang mereka, makanan di depanmu tak ada artinya dibanding yang disantap bersama keluarga. Kamu pulang membawa rindu, oleh-oleh terbaik bagimu, membuat Ramadan tahun ini lebih berarti.
Alarm berbunyi, kamu terbangun, menyiapkan makanan untuk sahur keluargamu. Setelah itu, membangunkan anak-anak dengan lembut, berbeda dengan suamimu yang biasa membangunkan mereka dengan teriakan. Tawa pun mengisi ruangan kecil itu. Ramadan sisa tiga hari, namun justru inilah yang terbaik. Sahur dan buka bersama penuh tawa, kebahagiaan, dan nikmat. "Nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan," katamu sambil tersenyum.
ADVERTISEMENT
Selasa, 9 April 2024, umat Muslim menunggu penetapan Idul Fitri, kamu sibuk dengan ketupat, rendang, opor, dan lainnya seperti kebanyakan ibu. Rabu, 10 April 2024 ditetapkan sebagai Idul Fitri. Malam itu terasa cepat karena kamu tidur lebih awal untuk tidak kehilangan momen lebaran. Hari itu tiba, kamu bersiap dengan pakaian terbaik, membantu anak-anak juga. Salat di jalan perumahan dengan syahdunya mentari membuatmu bersemangat. Setelah salat, menemui tetangga, saling memaafkan, sungguh momen yang indah.
Hari itu cukup melelahkan, meski menemui tetangga, kamu tak menerima tawaran makanan karena ingin menikmati momen lebaran dengan keluarga. Di rumah, sambil menghangatkan makanan dan suasana lebaran, kamu dan keluargamu mengabadikan momen dengan sesi foto. Anakku yang kedua suka fotografi, jadi urusan foto terjamin.
ADVERTISEMENT
Selesai sesi foto, kamu menghidangkan berbagai jenis santapan mulai dari ketupat, rendang, opor, kentang balado, dan sayur nangka. Selain saling memaafkan dan melepas rindu, inilah yang dinanti saat lebaran. "Nikmatnya ketupat dicampur kuah sayur nangka diberi bumbu rendang, perut mana lagi yang kamu dustakan," katamu membuat seisi ruangan tertawa.
Hari itu kamu dan keluarga berniat pergi ke makam mertuamu di Kelapa Dua sekaligus bertemu dengan kakak dan adik dari suamimu. Namun selesai makan, bukannya bersiap, kamu dan keluargamu tertidur, akhirnya tidak jadi hari itu.
Kamis, 11 April 2024, kamu dan keluarga besar memutuskan untuk lebaran di Kota Serang, tempat biasa kamu bekerja. Pagi itu ditemani kicau burung, kamu bersiap dan pergi menggunakan mobil sewaan dengan seorang sopir.
ADVERTISEMENT
Sebelum berangkat, suamimu ingin santai sejenak sambil menikmati kicau burung dan segelas kopi hangat. Pukul delapan kamu dan keluarga memulai perjalanan, dengan mobil yang muat untuk tujuh orang, kamu dan keluarga berbagi cerita seru yang jarang kamu dengar di tempat kerjamu, membuat pagi itu lebih hangat.
Pukul sepuluh setibanya di Serang, kamu bergegas turun dari mobil dan menghampiri kakakmu, saling memaafkan. Sambil menunggu keluarga lain tiba, kamu membantu urusan dapur. Rumah di sana memiliki halaman belakang yang cukup luas. Kali ini ditemani rindu yang berbeda, karena jarang sekali momen berkumpul keluarga besar seperti ini. Kamu delapan bersaudara.
Halaman itu sudah ramai dengan orang-orang, delapan bersaudara bukanlah sedikit, belum lagi dengan suami dan anak-anaknya. Momen ini yang dinantikan, setelah semua berkumpul, dimulai sesi cerita, melepas rindu dengan mengingat masa lalu.
ADVERTISEMENT
Cerita tentang masa lalu membuat orang-orang tertawa, suasana siang itu menjadi hangat dengan tawa. Tawamu yang jarang terlihat kini kembali muncul, seperti perasaan sedihmu tak lagi terlihat, pikiran anehmu terbantai keceriaanmu.
Adzan maghrib berkumandang, hari sudah mulai gelap, kehangatan rindu membuat waktu terasa lebih cepat dari biasanya. Seketika halaman rumah itu langsung sepi kembali, orang-orang pergi ke masjid sedangkan kamu salat di dalam rumah.
Selesai salat, satu persatu keluarga pamit untuk pulang. Halaman rumah yang tadi dipenuhi canda dan tawa kini hanya tersisa suara jangkrik. Setelah semua pamit, kamu dan keluargamu memutuskan untuk mencari oleh-oleh di jalan pulang.
Lebaran hari kedua ini berbeda dari lebaran hari pertama yang hanya tidur. Saat perjalanan di mobil kamu tidur karena lelah, hari itu cukup panjang. Melepas rindu ternyata menguras tenaga juga. Setelah perjalanan yang cukup melelahkan dari Serang menuju Depok, meski di jalan kamu tidur, sampai di rumah kamu bersantai sambil bersenda gurau sebelum tidur, sedikit mabuk perjalanan karena tak terbiasa naik mobil.
ADVERTISEMENT
Sabtu, 13 April 2024, pukul 11 tetangga di Aceh yang sekarang tinggal di Depok datang ke rumah. Jarang sekali kamu bertemu tetangga lamamu itu. Aceh, dulu kamu tinggal di sana, suamimu dulu merantau di sana. Rindu kembali hadir di rumahmu, kali ini rindu yang berbeda. Siang itu karena sebelumnya tidak ada janji, kamu langsung memanaskan soto. "Untung pagi tadi masak soto," ucapmu.
Siang itu ditemani hangatnya kuah soto, rumah kecil yang biasanya hanya dipenuhi kicau burung kini dipenuhi cerita-cerita masa lalu ketika kamu tinggal di Aceh. Canda tawa memenuhi seisi rumah kecilmu itu. Selesai dengan urusan tadi, kamu pergi ke makam ibumu tak jauh dari rumahmu, dengan sedikit sedih dan rindu kamu duduk di sebelah makam ibumu itu. Dibanding sedih lebih baik berdoa, itu yang kamu ucapkan.
ADVERTISEMENT
Di Sabtu itu kamu berencana pergi ke makam mertuamu di Kelapa Dua. Tidak seperti sebelumnya, kali ini kamu langsung bersiap, mungkin karena hangatnya kuah soto tadi membuatmu hari itu lebih semangat. Sesampainya di sana, seperti hari sebelumnya, bersendau gurau dengan keluarga suamimu, bedanya hanya rindunya saja. Selesai dari sana kamu beranjak ke makam yang kebetulan tak jauh dari rumah, untuk berziarah, menemani suamimu berdoa dan melepas rindunya.
Tak lama dari itu kembalilah kamu ke rumah, namun saat perjalanan hujan turun. Meski terasa dingin, kamu tetap melanjutkan perjalanan di atas motor dengan mengenakan jas hujan. Perjalanan melepas rindu, sejauh apa pun jaraknya, seberapa lama waktunya, tetap ada rindu di setiap perjalanannya.
ADVERTISEMENT
Menurutmu justru jaraklah yang membuat lebih mengenal cinta dibanding rindu itu sendiri. Dalam perjalanan ini kamu menemukan hangat yang berbeda di setiap rindu, entah hangatnya teh atau kuah soto, rindu tetap lebih hangat.