Menguatkan Kehidupan Islam dalam Bermuhammadiyah

NEWS UAD
Informasi terkini Universitas Ahmad Dahlan
Konten dari Pengguna
29 Juli 2022 10:39 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari NEWS UAD tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Universitas Ahmad Dahlan (UAD) melalui Lembaga Pengembangan Studi Islam (LPSI) menyelenggarakan pengajian bertajuk “Menguatkan Kehidupan Islam dalam Bermuhammadiyah” dengan menghadirkan Dr. H. Tafsir, M.Ag. selaku Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah sebagai pembicara. Pengajian tersebut berlangsung di Masjid Islamic Center (IC) UAD pada Kamis, 28 Juli 2022.
ADVERTISEMENT
Acara ini diadakan dalam rangka menyambut Milad Muhammadiyah yang ke-114 sekaligus Tahun Baru Hijriah 1444 H. Drs. H. Anhar Anshori, Ph.D. yang merupakan dosen dari Program Studi Ilmu Hadis sekaligus Kepala LPSI UAD menyampaikan pengajian ini merupakan bentuk geliat dakwah Muhammadiyah.
Foto bersama sesuai melaksanakan Pengajian menyambut tahun baru Hijriyah 1444 H di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto: Gufron)
“Penyambutan tahun baru Islam, Maulid Nabi, dan peringatan lainnya sebagai media dakwah Muhammadiyah, bukan termasuk bidah yang sering digunjingkan orang-orang melalui media,” ujar Ustaz Anhar.
Senada dengan tema, ia menjelaskan bahwa terdapat enam belas akhlak bermuhammadiyah yang merupakan kumpulan dari khittah perjuangan Muhammadiyah. “Kalau kita mau menjadi Muhammadiyah, harus mampu mewujudkan keluarga yang sakinah mawadah warahmah, keluarga yang islami,” ujarnya mengutip salah satu akhlak Muhammadiyah.
Lebih lanjut, Dr. Tafsir menuturkan dalam Peringati Hari Besar Islam (PHBI) dibedakan menjadi dua yakni hari besar secara syariah dan secara budaya. “Bedanya terdapat ketentuan syariahnya, dan Muhammadiyah secara sah untuk ber-PHBI sebagai media dakwah. Karena dakwah tanpa dukungan budaya itu tidak lancar.”
ADVERTISEMENT
Baginya, dalam berdakwah setidaknya memerlukan empat dukungan. Di antaranya dukungan sumber daya manusia, politik atau kekuasaan, ekonomi, dan terakhir dukungan dari kultur atau budaya.
Berdasarkan keempat dukungan tersebut, ia mencontohkan kisah dakwah Islam dari Nabi Muhammad saw. “Kalau kita pahami dari segi sosiologi, untuk lancar dan tidaknya dakwah Islam dipengaruhi dominasi politik yang sangat kuat. Sebab, pada masa awal-awal hijrah Nabi Muhammad selama tiga belas tahun belum bisa membangun umat Islam di Makkah, bahkan sangat minim orang yang berhasil direkrut untuk masuk Islam. Dan salah satu faktornya adalah Nabi tidak mendapat dukungan kekuasaan,” jelasnya.
Selain itu, lancarnya dakwah Islam adalah saling memahami dan mampu membedakan mana syariah, fikih, dan budaya Islam. “Kita sering menempatkan fikih sebagai syariah, padahal fikih bukanlah syariah. Karena fikih itu pemahaman para ulama terhadap syariah. Yang mutlak benar itu syariah, dan fikih itu relatif,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
“Yang namanya Idulfitri itu pasti 1 Syawal, tidak ada perbedaan pendapat. Namun menetapkan kapan 1 Syawal itulah yang dinamakan fikih. Karena fikih hasilnya bisa berbeda pendapat,” tambahnya. (guf)