6 Warga Sumsel Tewas Akibat Konflik dengan Satwa Liar Sepanjang 2019

Konten Media Partner
4 Desember 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Harimau Sumatera. (foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Harimau Sumatera. (foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Sepanjang tahun 2019, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Sumatera Selatan, mencatat terdapat 24 kasus konflik manusia dengan satwa liar. Dari peristiwa itu 6 warga tewas dan 2 mengalami luka-luka.
ADVERTISEMENT
Kepala BKSDA Sumsel Genman Sufehti Hasibuan, mengatakan konflik itu terdiri dari 9 serangan Harimau Sumatera, 4 serangan Gajah Sumatera, 3 Buaya Muara, lalu 6 konflik dengan Beruang Madu, dan 2 dengan babi hutan.
Genman bilang. konflik harimau dan manusia menjadi yang terbanyak. Penyerangan harimau terjadi di beberapa daerah. Seperti; Pagar Alam, Lahat, Banyuasin, Ogan Komering Ulu (OKU), Musi Rawas Utara, dan Empat Lawang.
"Dari 9 kasus serangan harimau mengakibatkan 2 korban tewas dan 2 korban luka, salah satunya yang terjadi di Tugu Rimau, Taman Wisata Gunung Dempo pada November lalu,” katanya, Rabu (4/12).
Lokasi konflik lainnya, kata Genman, terjadi di kawasan area penggunaan lain (APL) yang bukan merupakan hutan lindung maupun kawasan konservasi. Menurutnya, peristiwa serangan harimau yang meningkat sejak pertengahan November lalu mengindikasikan ada gangguan di habitat satwa buas tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kami juga masih melakukan pengecekan dan kajian di lokasi penyerangan untuk mengetahui penyebab harimau semakin agresif dan bahkan ke luar dari habitatnya," katanya.
Dia menjelaskan, masalah kekeringan yang diakibatkan kemarau panjang dan masalah perburuan terhadap mangsa harimau seperti kijang dan rusa dapat diindikasi menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem di dalam habitat asli satwa tersebut.
"Banyak juga manusia yang memburu mangsa harimau tersebut. Jika mangsanya semakin sedikit bisa jadi menyebabkan harimau mencari makan jauh ke luar dari habitatnya,” katanya.
Selain itu, kata dia, dugaan adanya perburuan di sekitar wilayah hutan lindung, terutama di Kantong Harimau Bukit Dingin dan Jambul Nanti Patah pun bisa saja terjadi. Petugas BKSDA di lokasi penyerangan pun menemukan adanya dugaan perburuan, meskipun sejauh ini belum bisa dipastikan.
ADVERTISEMENT
"Tapi bisa juga akibat faktor eksternal yakni gangguan di habitat aslinya, seperti karhutla, pembalakan liar, perburuan, perambahan, serta alih fungsi lahan," katanya. (jrs)