Ban Pejal Asal Palembang Mampu Saingi Produk Tiongkok

Konten Media Partner
11 Maret 2019 19:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ban pejal sebagai komponen untuk kursi roda (foto: abp/urban Id)
zoom-in-whitePerbesar
ban pejal sebagai komponen untuk kursi roda (foto: abp/urban Id)
ADVERTISEMENT
Pemerintah saat ini gencar untuk menggerakkan penyerapan karet dalam negeri, hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan harga karet di tingkat petani. Sementara di Palembang sendiri sudah ada home industry yang mampu memproduksi ban pejal atau ban padat untuk kebutuhan alat kesehatan, khususnya kursi roda.
ADVERTISEMENT
Bahkan, produk ban pejal yang dihasilkan oleh PT Shima Prima Utama merupakan mitra dari Balai Riset dan Standardisasi (Baristand) Industri Palembang ini kini mampu bersaing dengan produk serupa dari Tiongkok.
General Manager PT Shima Prima Utama, Hendri Gunawan mengatakan, awalnya hanya memproduksi kursi roda. Nah, adapun ban pejal sebagai komponen untuk produk tersebut harus impor dari Tiongkok.
“Karena impor jadi butuh waktu tunggu atau inden selama tiga bulan tiap kali pemesanan, lalu saat barang diterima tak jarang didapati sejumlah produk rijek. Hal itu menjadi kendala utama kami,” katanya, Senin (11/3)
Proses press panas sebagai tahap akhir pembuatan ban pejal (foto: abp/Urban Id)
Hingga kemudian, pihaknya mendapatkan informasi jika Baristand Industri Palembang mampu menciptakan ban pejal dari bahan dasar karet alam. Atas dasar tersebut, pada tahun 2017 lalu, dirinya memutuskan untuk memproduksi ban pejal sendiri.
ADVERTISEMENT
“Awalnya produksi hanya untuk kebutuhan industri sendiri. Tapi lama-kelamaan ternyata permintaan ban pejal ini cukup banyak dari dalam negeri,” katanya.
Hendri menjelaskan, dalam produksi ban pejal ini, harus melalui berbagai proses. Mulai dari proses pengeringan lebaran karet, mastikasi atau pelunakan, lalu masuk ke dalam proses vulkasinasi atau pencampuran bahan kimia tertentu. Kemudian dianjutkan dengan proses pembentukan hingga terakhir di press panas.
“Pembedanya produk yang kita hasilkan ini menggunakan bahan dasar karet alam, sementara kalau produk dari Tiongkok itu dari karet sintetik sehingga kualitas dan daya tahannya lebih baik,” katanya.
Sementara mengenai harga, menurutnya, relatif tidak jauh berbeda. Namun, karena Sumsel merupakan daerah penghasil karet alam, pihaknya mampu menjual dengan harga 10-15 persen lebih murah dibandingkan dengan produk impor.
Proses pelunakan bahan dasar karet dalam pembuatan ban pejal (foto: abp/Urban Id)
Saat ini, lanjut Hendri, pihaknya baru mampu memproduksi sekitar 30 pcs ban pejal per hari, untuk dua jenis ukuran ban yakni 24 dan 8 inci. Artinya dalam satu bulan rata-rata produksi sekitar 780 pcs, sementara kebutuhan pasar sendiri mencapai 2.500 pcs setiap bulan.
ADVERTISEMENT
“Sementara bahan dasar karetnya dalam satu hari membutuhkan sekitar 24 kilogram karet kering, atau dalam satu bulan mencapai 7.200 kilogram,” katanya.
Meski permintaan pasar cukup besar, namun dirinya mengaku masih terkendala dengan ketersediaan mesin press panas yang saat ini hanya ada satu unit. Sebab, untuk menyediakan satu unit alat tersebut membutuhkan biaya lebih dari Rp 200 juta serta harus impor dari Tiongkok.
“Harapan kami tentunya ada bantuan alat tersebut dari pemerintah. Dengan begitu selain bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri, produk kita juga bisa ekspor,” katanya.
Sementara itu, Peneliti dari Baristand Industri Palembang, Nasruddin mengatakan, ban pejal merupakan salah satu produk olahan karet dari hasil penelitian di Baristand Industri Palembang. Dalam satu pcs ban itu mengandung sekitar 50 persen karet alam.
ADVERTISEMENT
“Sebelum mulai diolah karet kering tersebut harus memiliki kadar kering dibawah 1 persen,” katanya.
Kemudian, lanjut dia, produski ban pejal dari karet alam ini sudah diuji beban dengan daya tahan hingga 120 kilogram, dan diperkirakan mampu bertahan hingga 10 tahun.
“Karena produksinya baru jalan dua tahun, jadi sejauh ini belum ada komplain dari buyer. Sementara kalau yang produk impor biasanya dalam waktu 3-4 tahun sudah mulai mengelupas,” katanya.
Dia mengatakan, kendala utama dalam produksi ban pejal ini ada pada ketersediaan mesin press panas yang hanya ada satu unit. Untuk itu, dibutuhkan peran serta khususnya pemerintah daerah untuk membantu menambah jumlah alat tersebut.
“Kalau kami ini pada dasarnya hanya menciptakan, untuk produksi nya itu tergantung pada respon pemerintah dan investor,” katanya. (abp/jrs)
ADVERTISEMENT