Biji Kopi Sumsel Dibajak Daerah Lain

Konten Media Partner
15 Februari 2019 18:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah toples yang berisikan pilihan sejumlah biji kopi di Kenanga Kopi, Palembang (foto: Urab Id)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah toples yang berisikan pilihan sejumlah biji kopi di Kenanga Kopi, Palembang (foto: Urab Id)
ADVERTISEMENT
Sumatera Selatan memiliki sejumlah daerah penghasil kopi yang cukup terkenal, akan tetapi hal itu tidak diikuti dengan tumbuhnya industri kopi lokal. Akibanya biji kopi dari Bumi Sriwijaya banyak dibawa keluar daerah untuk kemudian diproduksi kembali dengan brand daerah lain.
ADVERTISEMENT
Mantan Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumsel, Indra Mulyawan mengatakan, potensi hasil perkebunan kopi di Sumsel dapat dikatakan cukup besar. Terlebih, produksi biji kopi yang dihasilkan ada beberapa diantaranya yang sudah cukup terkenal secara nasional. Salah satunya biji kopi asal Semendo, Muara Enim. “Tapi pada kenyataanya industri kopi lokal justru tidak berkembang. Bahkan dapat dikatakan kalah bersaing dari sejumlah daerah penghasil kopi lainya,” kata dia, Jumat (15/2)
Penyebabnya, petani kopi asal Sumsel kebanyakan lebih memilih menjual hasil kebunnya ke pengusaha luar daerah seperti Provinsi Lampung hingga Pulau Jawa. Sebab, nilai jual disana dianggap petani lebih tinggi dari harga pasaran di Sumsel. “Pengushaa industri kopi di luar daerah berani membeli dengan harga yang lebih tinggi dari pasaran harga pengusaha Sumsel,” katanya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, tak salah jika kini banyak pengusaha kopi lokal gulung tikar dan beralih profesi lain. “Setidaknya sekitar lima tahun terakhir industri kopi lokal terus berkurang. Sering dengan itu membuat AEKI Sumsel kini juga dapat dikatakan tidak aktif lagi,” katanya.
Ketua Dewan Kopi Sumsel, M Zain Ismed mengatakan, dari sisi produktivitas kopi Indonesia ini masih kalah dengan negara penghasil lainya di Asia Tenggara seperti Vietnam. Sebagai gambaran di Vietnam, produksi kopi dalam satu hektarnya bisa menghasilkan 3-4 ton. Sementara di Sumsel 06-0,9 ton per hektar.
Kendalanya ada pada sisi pengelolaan kebun kopi tersebut yang cenderung masih bersifat tradisional. Akibatnya, akan berpengaruh terhadap kualitas dari kopi yang dihasilkan. “Sementara disisi lain, permintaan dari industri hilir sendiri menginginkan kualitas biji kopi yang terbaik,” katanya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pelaku industri kopi sendiri rata-rata memiliki kemampuan dalam menilai kualitas biji kopi yang akan diolah, sehingga kebanyakan kopi asal Sumsel kurang menjadi pilihan. Selama ini produksi kopi Sumsel lebih banyak diolah oleh kelompok petani lokal dan hanya dipasarkan di Sumsel saja.
Menurutnya, Sumsel memiliki luas tanaman kopi yang sangat luas dan penghasil kopi terbesar di Indonesia karena hampir 21 persen produksi kopi nasional berasal dari Sumatera Selatan. Namun karena masih banyaknya kendala, maka kopi Sumsel gaungnya masih sangat kurang.
Ismed menjelaskan, di Sumsel luas tanaman kopi sekitar 250 ribu hektare dengan produksi mencapai 150 ribu ton per tahun. “Sayangnya kopi Sumsel belum begitu dikenal, banyak kendala yang harus diperbaiki. Bahkan ada kopi Sumsel yang diekspor melalui daerah tetangga sehingga diklaim sebagai kopi daerah tersebut,” katanya.
Eks Gedung AEKI Sumsel yang kini sudah beralih fungsi (foto: Urban Id)
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Sumsel tengah menyusun rencana untuk meningkatkan brand kopi asal Bumi Sriwijaya. Salah satu upaya yang dilakukan dengan memperbaiki kualitas tanaman kopi petani. Rencananya, bakal membentuk tiga demplot atau kebun percontohan yang pengelolaan tanaman kopinya dibuat secara modern.
ADVERTISEMENT
Staf Khusus Gubernur Bidang Pengembangan Ekonomi Kreatif, Eko Agus Sugianto mengatakan, potensi kopi Sumsel sangat besar untuk dikembangkan. Dengan luas lahan yang mencapai 250.172 hektar produksi biji kopi mencapai 110.481 ton. Hanya saja, produksi tanaman kopi Sumsel masih belum maksimal jika dibandingkan dengan Provinsi Lampung. "Lampung dengan luas areal sekitar 164 ribu bisa memproduksi tanaman kopi setara dengan Sumsel yakni sekitar 110 ribu ton," katanya.
Produksi kopi sebesar itu harusnya bisa membuat kopi Sumsel bisa dikenal luas. Hanya saja, lantaran kualitas produksi yang kurang baik, kopi Sumsel masih kalah dengan kopi dari daerah lain seperti Aceh, Bali, Toraja dan Lampung. Padahal dari sisi kuantitas, produksi kopi di daerah tersebut masih lebih sedikit jika dibandingkan Sumsel.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, kedepan akan ada pembinaan serta bantuan bagi petani untuk pengembangan kualitas tanaman kopi. Nantinya akan dibuat demplot atau kebun percontohan yang pengelolaan tanaman kopi mulai dari bibit, penanaman, pemeliharaan dan pengolahannya dilakukan secara modern.
Rencana awal pemerintah bakal membuat tiga demplot yang dikerjasamakan dengan kelompok tani di kawasan Kabupaten Lahat. Kemudian, bakal dibangun kembali di enam kabupaten penghasil lainnya seperti Kabupaten Muara Enim, Empat Lawang, Musi Rawas, OKU, OKU Selatan dan Kota Pagaralam. "Kebun percontohan ini memberikan gambaran bagi petani bagaimana mengelola kebun kopi yang baik," katanya.
Selain itu, pihaknya juga tengah menjalin kerjasama dengan investor untuk membuat pabrik kopi di Sumsel. Ini untuk menyerap hasil produksi petani dan menciptakan brand kopi asal Sumsel. "Sudah ada pembicaraan dengan pengusaha lokal. Serapannya bisa mencapai 60 ton per hari. Tapi tetap harus ada perbaikan di sektor hulunya," katanya.(jrs)
ADVERTISEMENT