Gapasdap: Penyesuaian Tarif Angkutan Penyeberangan Belum Sesuai Harapan

Konten Media Partner
29 September 2022 9:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum Gapasdap, Khoiri Soetomo. (ist)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Gapasdap, Khoiri Soetomo. (ist)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) menyatakan penetapan penyesuaian tarif angkutan penyeberangan sebesar 11 persen belum sesuai harapan.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Gapasdap, Khoiri Soetomo, mengatakan penyesuaian tarif sebagaimana keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 184 tahun 2022, tidak sesuai dengan usulan dari Gapasdap.
"Sebenarnya, usulan Gapasdap menaikkan tarif akibat kenaikan BBM hanya 7-10 persen. Akan tetapi yang besar adalah adanya kekurangan pada saat penetapan tarif sebelumnya, dihitung mulai tahun 2018, di mana kekurangan tersebut mencapai 35,4 persen," kata Khoiri dalam keterangan tertulisnya, Kamis (29/9).
Khoiri bilang, sesuai ketentuan evaluasi atau penyesuaian tarif harusnya dilakukan setiap 6 bulan. Tapi hal ini tidak dilakukan sehingga tidak cukup untuk menjamin keselamatan pelayaran dan juga standar pelayanan minimum.
"Apalagi ditambah dengan pengaruh kenaikan BBM sebesar 32 persen yang berdampak kekurangan sebesar 7-10 persen. Jadi mestinya kenaikan tarif menjadi 43 persen," kata Khoiri.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, di satu sisi Menteri Perhubungan adalah penanggung jawab keselamatan transportasi, tetapi penetapan penyeberangan bertolak belakang dengan keselamatan. Pengusaha angkutan seakan dijebak pada penilaian publik tentang rendahnya jaminan keselamatan transportasi penyeberangan maupun standar pelayanan minimum yang kurang.
"Kami sebagai asosiasi pengusaha angkutan penyeberangan tidak bisa menerima tuntutan untuk keselamatan dari pemerintah. Sehingga keselamatan bukan menjadi tanggung jawab pengusaha lagi, melainkan Kementerian Perhubungan. Alasannya karena kondisi pentarifan yang sangat minim," katanya.
Khoiri melanjutkan, perhitungan tarif angkutan penyeberangan dilakukan oleh pemerintah, sehingga ketika terjadi kekurangan dalam penetapannya seolah-olah ada unsur kesengajaan atau tidak paham terhadap transportasi di mana keselamatan merupakan prioritas utama yang harus dijamin.
"Jika begini, bila terjadi kecelakaan maka Menhub yang harus bertanggung jawab. Keselamatan janganlah dipolitisasi, karena keselamatan nilainya mutlak," katanya.
ADVERTISEMENT
Selain berpengaruh pada faktor keselamatan, kurangnya tarif juga akan dikhawatirkan juga akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan karyawan yang selama ini sudah terganggu dalam pembayaran gaji, dan menyebabkan konsentrasi kerja karyawan berkurang. Akhirnya, akan berpengaruh pada keselamatan pelayaran.
Selama ini sudah banyak perusahaan yang tidak mampu membayar gaji tepat waktu. Bahkan beberapa perusahaan besar sudah gulung tikar. Gapasdap punya tanggung jawab untuk menjaga iklim usaha tetap kondusif dan keselamatan nyawa publik, serta barang publik tetap terjaga.
"Keselamatan publik tidak ternilai harganya dan menjadi kewajiban pemerintah sesuai Udang-Undang Dasar untuk menjamin keselamatan jiwa dari setiap rakyatnya," katanya.
Ia menambahkan, pemberlakukan surat keputusan KM 184 tahun 2022 di atas membatalkan KM 172 tahun 2022 mengenai penyesuaian tarif angkutan penyeberangan lintas antar provinsi yang ditetapkan pada tanggal 15 September 2022 yang seharusnya berlaku 3 hari setelahnya.
ADVERTISEMENT
Namun surat keputusan tersebut seolah "layu sebelum berkembang" karena tidak pernah berlaku tanpa adanya kejelasan dan juga tidak ada pencabutan walau pun telah melewati batas waktu pemberlakuan-nya yaitu tanggal 19 September 2022.
Adapun sebagai perbandingan, untuk kenaikan tarif yang terjadi pada moda transportasi yang merupakan pasar dari angkutan penyeberangan, yaitu Organda sudah mengalami kenaikan antara 35-45 persen dan Aptrindo 40 persen, sebelum terjadinya kenaikan tarif angkutan penyeberangan.
"Kenapa hal ini tidak ada kontrol dari pemerintah. Ini berarti telah terjadi diskriminasi di mana moda transportasi laut tidak diperhatikan," katanya. (Adv)