Imbas Karhutla: Kualitas Udara Sumsel Sempat Masuk Kategori Berbahaya

Konten Media Partner
12 September 2019 20:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Dinas Pendidikan Sumsel, Widodo, saat membagikan masker kepada siswa sekolan. (Foto: istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Dinas Pendidikan Sumsel, Widodo, saat membagikan masker kepada siswa sekolan. (Foto: istimewa)
ADVERTISEMENT
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Sumatera Selatan kini mulai berdampak terhadap kualitas udara di 'Bumi Sriwijaya'. Bedasarkan data Badan Meterologi, Klimatologi, Geofisika (BMKG), konsenterasi partikulat (PM10) pada pukul 01.00 WIB, Kamis (12/9), mencapai 366.90 µgram/m3 atau dalam kategori Berbahaya.
ADVERTISEMENT
Kepala Seksi Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang, Bambang Benny Setiaji, membenarkan kondisi udara di Sumsel semakin buruk akibat kabut asap. Menurutnya, asap berasal dari kebakaran lahan di beberapa daerah.
"Kondisi ini hampir serupa dengan tahun 2015 lalu, meski pada El Nino di tahun ini tidak aktif. Bahkan dalam satu minggu ke depan, diperkirakan tidak akan turun hujan,” kata Benny.
Selain itu, akibat kondisi tersebut, pemerintah daerah mengeluarkan sejumlah aturan termasuk menunda jam masuk sekolah serta mengimbau warga mengurangi kegiatan di luar ruangan.
Kondisi udara di sumsel yang sempat masuk kategori berbahaya. (Foto: BMKG)
Kepala Dinas Pendidikan Sumsel, Widodo, mengatakan pihaknya sudah mengeluarkan surat edaran untuk memundurkan waktu masuk sekolah terkait kondisi udara yang berkabut asap.
ADVERTISEMENT
"Setidaknya sudah ada enam sekolah tingkat SMA yang diundur waktu masuk sekolahnya karena terkendala asap," kata Widodo.
Selain itu, Widodo juga menginstruksikan agar kegiatan di luar kelas dikurangi selama asap masih merebak. Menurutnya, ada tujuh SMA yang mengurangi aktivitas di luar kelas, seperti upacara bendera, olahraga, dan kegiatan ekstrakulikuler.
“Saya juga mengimbau agar murid dan guru, rutin melihat aplikasi BMKG untuk memantau kondisi kualitas udara,” katanya.
Lalu, kata dia, sekolah juga diminta untuk menyediakan masker bagi kebutuhan siswa. “Sebenarnya, sekolah bisa menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Tapi, saya yakin, masyarakat dapat membeli sendiri masker tersebut," tutup Widodo. (jrs)