Kala Kaum Bisu dan Tuli di Palembang Kian Tersisih dari Pendidikan

Konten Media Partner
15 September 2019 20:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ruang berukuran sekitar 5x4 meter menjadi satu-satunya tempat yang tersisa untuk dipergunakan kaum bisu dan tuli mendapatkan pendidikan. (Foto: istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Ruang berukuran sekitar 5x4 meter menjadi satu-satunya tempat yang tersisa untuk dipergunakan kaum bisu dan tuli mendapatkan pendidikan. (Foto: istimewa)
ADVERTISEMENT
Geliat pembangunan di Kota Palembang tak melulu berdampak positif. Dampak tak mengenakkan ini dirasakan betul oleh para kaum bisu dan tuli yang tergabung dalam Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) Palembang. Untuk kesekian kalinya, mereka harus tersisih dari pendidikan akibat sulitnya mendapatkan tempat untuk menjalani proses belajar-mengajar.
ADVERTISEMENT
Volunteer Gerkatin Palembang, Fuad Kurniawan, mengatakan Gerkatin sejak tahun 2009 menempati sebuah bangunan lokal bina karya yang terletak di Jalan MP Mangkunegara, No 5, Kelurahan 8 Ilir, Palembang. Izin penggunaan lokasi tersebut sebelumnya diberikan oleh mantan Wali Kota Palembang, Eddy Santana Putera.
Seiring berjalannya waktu, kata Fuad, pada tahun 2018, kaum bisu dan tuli ini harus merelakan sebagian bangunan lokal mereka itu untuk pembangunan kantor Kecamatan Ilir Timur III. Meski begitu, sisa bangunan yang ada masih dianggap mencukupi untuk menampung jumlah anggota Gerkatin Palembang yang mencapai lebih dari 50 orang.
Runangan tersebut tak mampu menampung kaum bisu dan tuli yang ingin belajar Bisindo (foto: istimewa)
"Meski lokasinya tidak terlalu besar tapi masih bisa menampung mereka (kaum bisu dan tuli) untuk mendapatkan pendidikan Bahasa Isyarat Indonesia atau Bisindo," katanya, Minggu (15/9).
ADVERTISEMENT
Namun, Fuad bilang, masalah kembali datang di tahun 2019. Pemerintah Kota Palembang menjadikan area tersebut untuk pembangunan pasar ikan.
Akibatnya, para kaum bisu dan tuli ini harus kembali tersisih. Kini, di tempat tersebut hanya menyisakan sebuah ruangan berukuran sekitar 5x4 meter yang dapat dipergunakan kaum bisu dan tuli untuk kegiatan belajar-mengajar.
Akibat tempat yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan kegiatan pendidikan, lanjut Fuad, pihaknya sejak satu bulan terakhir memutuskan untuk menghentikan sementara proses belajar-mengajar.
"Tempat yang ada itu sangat kecil jadi tidak bisa menampung mereka yang ingin belajar Bisindo," katanya.
Sejak satu bulan terakhir peroses belajar mengajar kaum bisu dan tuli di Palembang tak bisa melaksanakan proses belajar mengajar. (Foto: istimewa)
Oleh karena itu, Fuad berharap agar masalah ini perhatian serius pemerintah daerah, sehingga dapat mengambil tindakan agar kaum bisu dan tuli di Palembang kembali mendapatkan tempat yang dapat dipergunakan untuk mendapatkan pendidikan.
ADVERTISEMENT
"Dengan begitu, kaum bisu dan tuli pun dapat merasakan kepedulian dari Pemkot Palembang," katanya.
Sementara berdasarkan data Gerkatin Palembang, total kaum bisu dan tuli yang tergabung saat ini mencapai 307 orang. Rinciannya 100 orang dengan usia 1520 tahun, lalu 157 orang dengan usia 20-30 tahun, dan 50 orang di usia 30 tahun ke atas.
“Kaum bisu dan tuli ini memiliki konsentrasi yang tinggi, dan tentunya memiliki potensi seperti menjadi atlet dan lain sebagainya. Karena itu, kami berharap kebijakan dari pemerintah," katanya. (jrs)